Komisi III DPR Tuding Komnas HAM Berpihak ke BW
Berita

Komisi III DPR Tuding Komnas HAM Berpihak ke BW

Untuk sementara, tim investigasi menduga ada abuse of power dan pelanggaran due process of law oleh Polri.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Komisi III DPR Tuding Komnas HAM Berpihak ke BW
Hukumonline
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah membentuk Tim Investigasi Dugaan Pelanggaran HAM terhadap Pimpinan Komisi Pemberantasan korupsi (KPK), khususnya penangkapan Bambang Widjojanto (BW). Namun, kerja Komnas HAM dalam kasus tersebut dinilai tidak objektif.

Hal itu dilihat dari rangkaian malam pasca penangkapan BW, di mana sejumlah komisoner Komnas HAM berada di KPK. Demikian intisari pandangan sejumlah anggota Komisi III DPR dalam rapat kerja dengan Komnas HAM di Gedung DPR, Rabu (4/2).

Anggota komisi III Sarifuddin Sudding, misalnya. Ia berpendapat Komnas HAM terlihat subyektif dalam membantu persoalan perseteruan KPK dan Polri yang berujung saling sandera. Soalnya, Wakil Ketua KPK BW bersama dengan tim penasihat hukumnya beberapa waktu lalu menyambangi Komnas HAM untuk memberikan aduan atas dugaan pelanggaran HAM dalam penangkapan. 

Sebagai lembaga negara, kata Sudding, Komnas HAM mesti bersikap independen dan netral. Keberpihakan sebuah lembaga negara dalam menangani kasus hukum menjadi persoalan dalam penegakan hukum. “Dari judul tim investigasi ‘dugaan’ sudah subyektif melihat persoalan. Sebagai institusi harusnya independen. Tetapi dari namanya (tim investigasi dugaan pelanggaran ham, red) aja pola penanganan yang dilakukan institusi ini subyektif,” ujarnya

Politisi Hanura itu berpendapat, apa yang dilakukan Komnas HAM dapat menyesatkan opini publik. Ia berharap Komnas HAM tidak memperkeruh suasana dengan membangun opini di tengah masyarakat dalam kasus tersebut. Sebab, kata sudding, hal itu tidak patut bagi sebuah lembaga negara. Ia menyarankan agar kasus BW dan Komjen Budi Gunawan berproses secara hukum di KPK dan Bareskrim Polri.

“Jangan sampai mempengaruhi dengan stigma-stigma,” katanya.

Anggota Komisi III lainnya, Junimart Girsang sependapat dengan pandangan Sudding. Menurutnya, Komnas HAM mesti bersikap dan memposisikan diri sebagai lembaga yang profesional dan tidak provokatif. Dikatakan Junimart, ada beberapa pernyataan kencang dari beberapa komisoner Komnas HAM dan terlihat keberpihakannya kepada BW.

“Sehingga saya meragukan netralitas anda dalam melakukan pekerjaan anda (Komnasham). Apakah anda juga menindak kasus-kasus lain dengan cepat seperti anda memproses kasus BW,” ujarnya.

Politisi PDIP itu berpendapat dengan profesionalitas dan netralitas, ke depan Komnas HAM akan menjadi lembaga pemerintah yang kredibel, bukan sebaliknya menjadi lembaga yang menerima ‘titipan’. Menurutnya, jika Komnas HAM dapat bekerja cepat dengan menindaklanjuti laporan BW, alangkah baiknya laporan masyarakat mendapat perlakukan yang sama.

“Tapi tidak ada action-action yang benar-benar dirasakan oleh para pengadu,”katanya.

Hal sama diutarakan Wenny Warou. Anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra itu menilai penilaian Komnas HAM terhadap kasus BW cenderung subyektif. Seolah, kata Wenny, hanya KPK yang terkriminalisasi. Ia mencatat kronologis dugaan keberpihakan Komnas HAM terhadap BW.

Pertama, pada 27 Januari, BW bersama tim penasihat hukumnya menyambangi Komnas HAM. Kemudian Komnas HAM membentuk tim investigasi dugaan pelanggaran HAM dalam penangkapan BW. Tanggal 30 Januari, Komnas HAM melalui timnya mulai melakukan pemanggilan terhadap sejumlah pihak.

“Tetapi pernah tidak, Komnas HAM memikirkan bahwa BG merasakan bahwa penetapan tersangka itu perlu disentuh Komnas HAM karena itu tidak mudah,” ujar mantan anggota Polri itu.

Menanggapi tudingan dari beberapa anggota dewan, Komisoner Komnas HAM Nur Kholis angkat bicara. Ia menampik lembaganya melalui sejumlah komisonernya mencari muka atas kasus perseteruan KPK dan Polri. Menurutnya, Komnasham bekerja sesuai dengan aturan.

“Kami ingin menempatkan  posisi kami secara obyektif,” ujarnya.

Menurutnya, tim yang dibentuk Komna HAM telah bekerja dengan melakukan pemanggilan terhadap sejumlah pihak. Mulai keempat pimpinan KPK, Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Adnan Pandupradja, dan Zulkarnain. Begitu pula dari pihak Polri, Kabareskrim  Irjen Budi Waseso sudah memenuhi panggilan Komnas HAM.

Setelah melakukan investigasi dan wawancara, tim berkesimpulan sementara antara lain; Pertama, dimensi situasi konflik pengangkatan BG tak dapat dipisahkan dari kasus politik. Kedua, peristiwa hukum yang menimpa BG terjadi sebelum adanya gesekan KPK dan Polri. Ketiga, adanya penggunaan kekuasaan yang berlebihan dari Polri, bahkan melampaui upaya yang dibutuhkan antara lain pemanggilan paksa, penggunaan senjata laras panjang dan penangkapan paksa.

“Komnas HAM hanya menduga upaya paksa telah melampaui dari apa yang seharusnya dilakukan. Kemudian, adanya dugaan pelanggaran due process of law. Prosesnya tidak jujur melihat dimensi waktu dan dimensi politik,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait