Lantik Kapolri Baru Jadi Solusi
Berita

Lantik Kapolri Baru Jadi Solusi

Kompolnas sudah siapkan nama pengganti.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Mantan Wakapolri, Oegroseno (kedua dari kiri). Foto: Setkab RI
Mantan Wakapolri, Oegroseno (kedua dari kiri). Foto: Setkab RI
Presiden Joko Widodo sudah memberikan isyarat akan segera menetapkan Kapolri baru. Penentapan Kapolri baru diyakini menjadi salah satu solusi atas problema hukum dan politik yang kini menyandera KPK dan Polri.

Mantan Wakapolri, Oegroseno, punya harapan senada agar Presiden menetapkan dan melantik Kapolri baru. Sebagai anggota Tim 9, Oegroseno mengaku sudah memberikan masukan kepada Presiden. Poin pentingnya Presiden Jokowi memilih orang terbaik untuk menduduki jabatan Tribarata-1. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) diketahui sudah menyiapkan sejumlah nama.

Sejak Jenderal Sutarman diberhentikan, Presiden telah mengusulkan nama Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai penggantinya. Sebelum BG menjalani uji kepatutan dan kelayanan di DPR, KPK menetapkan BG sebagai tersangka. Meskipun DPR memberi persetujuan atas usul Presiden, hingga kini BG tak dilantik sebagai Kapolri. Untuk mengatasi kekosongan itu, Presiden Jokowi mengangkat Komjen Badrotin Haiti sebagai pelaksana tugas (Plt) Kapolri

Namun Oegroseno mengingatkan posisi sebagai Plt membuat Badrotin tak punya kewenangan leluasa. Prinsipnya, ia tak punya wewenang membuat keputusan atau peraturan yang mengakit. Misalnya memutuskan mutasi dan menetapkan pensiun.

Itu sebabnya mantan Kapolda Sumatera Utara itu berharap Presiden mengambil tindakan segera. “Kami harap (pemilihan Kapolri baru,-red) tidak lama, kurang dari sepekan,” kata Oegroseno di Jakarta, Selasa (03/2).

Dalam proses pencalonan Budi Gunawan (BG) sebagai calon Kapolri, Oegroseno merasa ada yang tidak biasa. Sebab, pencalonannya tidak melibatkan Dewan Kebijakan Pangkat dan Karier Tertinggi Polri. Padahal, lewat mekanisme itu Polri memilih anggotanya yang terbaik untuk diajukan sebagai calon Kapolri.

Oegroseno menjelaskan ada kriteria yang digunakan dewan untuk memilih calon Kapolri yang paling baik. Seperti pernah menjabat sebagai Kapolda berapa kali dan punya masalah hukum atau tidak. Kemudian, dewan akan mengajukan nama calon yang telah dipilih ke Kompolnas. Setelah mendapat pertimbangan dari Kompolnas lalu berlanjut ke Presiden.

Namun, yang terjadi ketika BG dicalonkan menurut Oegroseno tidak melewati mekanisme tersebut. Surat usulan ke Presiden diambil alih Menkopolhukam, Tedjo Edhy Purdijanto dan Kompolnas. Kemudian tak banyak yang memperhatikan pencopotan Kapolri, Sutarman dan Kabareskrim Komjen Suhardi Alius.

Oegroseno meminta praktek semacam itu dihilangkan dari tubuh Polri. Untuk memilih calon Kapolri, institusi Polri harus dilibatkan karena paling paham siapa anggotanya yang terbaik untuk dicalonkan. Sehingga Presiden mendapat informasi yang tepat untuk memilih calon Kapolri. “Kalau yang kemarin terjadi itu (calon Kapolri,-red) diajukan Menkopolhukam dan Komponas. Saya salahkan Kompolnas kenapa tidak beri masukan yang terbaik kepada Presiden,” ujarnya.

Sekretaris Dewan Nasional Setara Institute, Benny Susetyo, setuju  Presiden harus didampingi oleh orang yang negarawan. Sehingga Presiden mendapat masukan terbaik dan tidak salah langkah dalam mengambil kebijakan. “Sayangnya kondisi yang terjadi sekarang sebaliknya,” tukasnya.

Benny melihat pasca pencalonan BG, kemudian terjadi polemik Polri-KPK, Presiden berada dalam posisi yang sulit. Namun, ia yakin publik paham mana kasus hukum yang direkayasa dan tidak. Oleh karenanya sangat penting bagi Jokowi untuk memperkuat KPK karena mampu mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Pemerintahan yang seperti itu akan dicintai rakyat. “Dalam janjinya Jokowi mau memperkuat KPK. Maka ketika KPK terancam Jokowi harus selamatkan organisasi KPK,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait