Bila Kalah Praperadilan, KPK Tetap Bisa Usut Kasus BG
Berita

Bila Kalah Praperadilan, KPK Tetap Bisa Usut Kasus BG

KPK bisa kembali menetapkan BG jadi tersangka dengan terlebih dahulu memperbaiki prosedur sesuai ketentuan KUHAP yang sebelumnya dianggap dilanggar oleh hakim praperadilan.

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang praperadilan yang diajukan oleh Budi Gunawan di PN Jaksel, Senin (9/2). Foto: RES.
Suasana sidang praperadilan yang diajukan oleh Budi Gunawan di PN Jaksel, Senin (9/2). Foto: RES.
Serikat Pengacara Rakyat (SPR) berpendapat upaya hukum praperadilan yang diajukan oleh Komjen Pol Budi Gunawan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, hampir dapat dipastikan sia-sia. Meski nantinya permohonan pembatalan penetapan tersangka tersebut dikabulkan hakim, hal itu tidak bisa begitu saja menghentikan penyidikan perkara pokok yang dilakukan oleh KPK, yakni perkara rekening gendut.

Juru Bicara SPR Habiburokhman mengatakan, dalam waktu yang tidak lama KPK bisa kembali menetapkan status tersangka kepada Budi Gunawan dengan terlebih dahulu memperbaiki prosedur yang dilakukan dengan memenuhi ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sebelumnya dianggap dilanggar oleh hakim praperadilan.

Menurutnya, hal itu nyaris sama pernah dilakukan oleh Polda Riau yang kalah dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Rokan Hilir dari pemohon Awi Tongseng pada Mei 2014. Meski Awi Tongseng sempat dibebaskan dari tahanan, namun Polda Riau tetap melanjutkan kasus keterangan palsu yang menjeratnya.

“Alasan yang digunakan Polda Riau waktu itu adalah PN Rohil hanya membuat putusan bebas dari tahanan Polda saja, bukan bebas putusan bebas dari tuntutan pasal 242 KUHP (keterangan palsu),” kata Habiburokhman, dalam keterangan pers.

Dia melanjutkan, yang diperlukan oleh KPK untuk kembali menetapkan status tersangka hanya adanya bukti permulaan sebagaimana diatur Pasal 1 angka 14 KUHAP yang berbunyi, “tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana“.

“Karena KUHAP tidak menyebut berapa jumlah bukti permulaan, maka satu bukti pun jika sudah dirasa cukup kuat dapat digunakan oleh KPK,” ujar Habiburokhman.

Menurutnya, sejak awal upaya praperadilan tersebut terlihat aneh, yaitu mempersoalkan penetapan status tersangka. Penetapan seseorang menjadi tersangka adalah domain dari persidangan pokok perkara karena menyangkut kuat atau tidaknya alat bukti. Sementara persidangan praperadilan memang didesain hanya untuk memeriksa aspek-aspek formil prosedural.

Habiburokhman mengingatkan bahwa KUHAP mengatur Hakim Pokok Perkara berjumlah minimal tiga orang dengan waktu sidang bisa berbulan-bulan, sementara hakim praperadilan hanya satu orang dan waktu persidangan praperadilan hanya 7 hari, sebab yang diperiksa di sidang praperadilan jauh lebih ringan.

Dia berharap terlepas apapun putusan hakim praperadilan, kasus rekening gendut dapat  terus diusut sampai tuntas. Menurutnya, baik KPK yang mewakili negara dan publik maupun Budi Gunawan selaku warga negara akan sama-sama diuntungkan jika pokok perkara kasus ini benar-benar dapat disidangkan dan masalah rekening gendut dibuat terang benderang.

“Kedua belah pihak akan punya waktu dan kesempatan yang cukup untuk mempertahankan pendapat masing-masing,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada 19 Januari 2015, PN Jakarta Selatan menerima pendaftaran perkara permohonan praperadilan mengenai penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka KPK yang diajukan oleh Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LPPPI).

Selain itu, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) mengajukan permohonan praperadilan kepada KPK terkait penetapan status tersangka Budi Gunawan atas kasus gratifikasi. Kadivhumas Polri Irjen Pol Ronny F. Sompie mengatakan, permohonan ini merupakan pembelaan terhadap anggota Polri yang terkena kasus hukum.
Tags:

Berita Terkait