MA Minta MK Kembali Adili Sengketa Pilkada
Berita

MA Minta MK Kembali Adili Sengketa Pilkada

MA sendiri mengaku belum siap untuk menyidangkan perkara sengketa pilkada baik dari sisi infrastruktur maupun SDM-nya.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua MK Anwar Usman beserta Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menerima Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Rabu (11/02) di Ruang Delegasi Gedung MK. Foto: Humas MK
Wakil Ketua MK Anwar Usman beserta Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menerima Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Rabu (11/02) di Ruang Delegasi Gedung MK. Foto: Humas MK
Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk kembali menangani penyelesaian sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2015. Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) - yang diamanatkan mengadili sengketa pilkada dalam UU Pilkada - dinilai belum siap untuk menyelesaikan sengketa Pilkada 2015. 

Pernyataan ini disampaikan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) saat bertemu dengan Wakil Ketua MK Anwar Usman di Gedung MK, Rabu (11/2). Peneliti Perludem Veri Junaidi beralasan ketidaksiapan MA menangani sengketa pilkada khususnya terkait kesiapan hakim ad hoc dan potensi terjadi konflik di daerah. Mengingat Pilkada 2015 akan diselenggarakan secara serentak. 

Untuk itu, pihaknya memandang MK merupakan lembaga yang tepat untuk menyelesaikan sengketa Pilkada pada masa transisi saat ini. Sebab, ke depannya, Perludem tetap akan mendorong adanya lembaga khusus untuk menyelesaikan sengketa pilkada mengingat ketidaksiapan MA dan adanya putusan MK yang menyatakan penyelesaian pilkada bukan lagi kewenangannya. 

Menurut dia, untuk membentuk badan penyelesaian sengketa pilkada memerlukan waktu dan desain yang panjang. Sementara MK dinilai lembaga yang paling siap menangani sengketa hasil pilkada saat ini. Pihaknya sangat berharap MK segera menentukkan sikap dan memberitahukannya pada publik. 

Meski begitu, apapun yang diputuskan MK mengenai ketersediaan menyelesaikan sengketa pilkada bisa menjadi bahan pertimbangan di DPR. "Ini bentuk permohonan dan dukungan kami ke MK untuk bisa selesaikan sengketa Pilkada. Kami masih sangat yakin MK bisa selesaikan hingga ada desain baru," ungkap Veri di hadapan Wakil ketua MK Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. 

Sementara Anwar Uswan mengatakan apa yang disampaikan Perludem akan dibicarakan dalam Rapat Permusyawarahan Hakim (RPH) besok pagi (12/2). Namun, dirinya mengingatkan kewenangan MK dalam menangani sengketa sudah dibatalkan dalam pertimbangan putusan MK No. 97/PUU-XI/2013. 

Dia melanjutkan kalau misalnya RPH menyetujui penyelesaian sengketa pilkada dikembalikan pada MK, ada masalah yang harus diperhatikan. "Kalau misalnya hasil RPH tidak, ya ga ada masalah. Kalau iya ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan. Perlu dilihat juga dengan UU lain yakni UU Kekuasaan Kehakiman dan UU MK yang perlu direvisi ke depan," terang Anwar. 

Menurutnya, kalau sengketa pilkada dikembalikan ke MK, harus ada revisi batas waktu penyelesaian sengketa pilkada yang tidak lagi dibatasi 14 hari. Dia pesimis jika penyelesaian sengketa pilkada serentak hanya 15 hari bisa selesai. "Kalau pilkada serentak, sekitar 1-2 bulan. Kalau nanti MK setuju, Pasal 29 UU Kekuasaan Kehakiman dan UU MK terkait batas waktu juga harus direvisi," tegasnya. 

Untuk diketahui, sejak terbitnya putusan MK No. 97/PUU-XI/2013 sengketa pemilukada bukan lagi kewenangan MK. Namun, hingga ada regulasi baru yang mengaturnya MK tetap berwenang menangani sengketa pemilukada. Alasannya, MK menganggap sengketa pilkada bukan bagian rezim pemilu, melainkan rezim pemda. 

Kewenangan MK 
Pada saat bersamaan MA menggelar pertemuan dengan Komisi II DPR membahas kewenangan sengketa pilkada yang bakal ditangani MA sesuai yang diamanatkan Perppu Pilkada yang belum lama disahkan DPR. Dalam pertemuan itu, MA berpandangan sengketa pilkada sebaiknya tidak ditangani MA, tetapi tetap menjadi kewenangan MK. 

MA pun menyarankan kepada DPR merevisi UU Pilkada yang menyatakan sengketa pilkada menjadi kewenangan MA. Soalnya, Perppu Pilkada sudah diundangkan dan akan direvisi dalam setahun ini. "Kita menyarankan agar sengketa pilkada dikembalikan lagi ke MK. Kita berharap Komisi II menampung saran kita terkait sengketa pilkada," ujar Juru Bicara MA, Suhadi, saat dihubungi, Rabu (11/2). 

Dalam pertemuan yang digelar secara tertutup itu dihadiri Ketua MA M. Hatta Ali dan sejumlah pimpinan MA. Sementara Komisi II DPR diwakili oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan sejumlah anggota Komisi II lainnya. 

Suhadi menjelaskan, alasan MA tidak mau mengadili sengketa pilkada karena MA dan pengadilan dibawahnya sudah banyak menangani berbagai jenis perkara. Misalnya, dalam setahun saja MA bisa mengadili dan memutus perkara berkisar 13 ribu hingga 14 ribu perkara reguler. "Kita setahun ada 14 ribu perkara reguler. Belum lagi penanganan pelanggaran pidana pemilu dan ditambah sidang perkara TUN terkait pemilu/pilkada. Apalagi kalau ditambah sengketa pemilukada?" ujar Suhadi. 

MA sendiri mengaku belum siap untuk menyidangkan perkara sengketa pilkada baik dari sisi infrastruktur maupun SDM-nya karena belum menyiapkan hakim ad hoc yang bakal menangani sengketa pilkada itu. "Hakim untuk sidang pilkada kan hakim ad hoc, tetapi sampai sekarang kita belum tahu syarat jadi hakim ad hoc sengketa pilkada seperti apa," katanya. 

 Dia menambahkan awalnya memang sengketa pilkada menjadi kewenangan MA saat kepemimpinan Prof Bagir Manan. Namun, sejak 2008 perkara sengketa pilkada dialihkan ke MK karena dianggap masuk rezim pemilu dan saat itu MK perkaranya masih sedikit. "Penyerahan itu waktu zaman Pak Bagir dan Pak Jimly. Ya kita serahkan. Sekarang MK bilang itu bukan kewenangannya lagi. Seharusnya, MK konsekwen dong," kritiknya.
Tags:

Berita Terkait