Pengerahan Aparat ke Wilayah Konflik Perlu Dievaluasi
Berita

Pengerahan Aparat ke Wilayah Konflik Perlu Dievaluasi

Agar selaras dengan hukum humaniter dan HAM internasional.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Acara peluncuran buku
Acara peluncuran buku "Jangan Lepas Papua, Mencermati Sebuah Kajian Hukum Humaniter dan HAM", di kantor Komnas HAM Jakarta, Selasa (17/2). Foto: RES
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto, meminta pemerintah mengevaluasi pengerahan aparat ke wilayah konflik seperti Papua. Bagaimanapun, pengerahan kekuatan aparat militer harus memperhatikan hukum humaniter dan HAM internasional. Jika tidak, potensi pelanggaran HAM akan terus terbuka.

Mengacu Pasal 7 ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, operasi militer selain perang bisa digunakan untuk mengatasi gerakan separatis bersenjata. Mengatasi gerakan separatis, kata Soleman, tetap harus memperhatikan HAM. Apalagi menentukan nasib sendiri adalah hak, yang antara lain diatur dalam Protokol Tambahan No. 1 Tahun 1977 – aturan tambahan Konvensi Jenewa 1949.

Jika terjadi konflik bersenjata, dikatakan Ponto, operasi militer bisa digunakan untuk mengatasinya. Tapi sebelum operasi itu dilaksanakan, hukum humaniter dan HAM internasioal mengatur ada syarat yang harus dipenuhi. Misalnya, apakah gerakan separatis yang melakukan perlawanan bersenjata itu menguasai wilayah tertentu, punya struktur organisasi yang jelas dan intensitas serangannya tinggi.

Jika berbagai syarat itu terpenuhi, operasi militer bisa dijalankan guna mengatasi gerakan separatis. Tapi jika berbagai syarat itu tidak ada maka operasi militer yang dilakukan melanggar HAM. Sayangnya, dalam UU TNI syarat-syarat itu tidak ada. Regulasi itu hanya menyebut operasi militer selain perang digunakan salah satunya untuk mengatasi gerakan separatis bersenjata.

Ponto mengusulkan revisi UU TNI, agar Wet ini selaras dengan hukum humaniter dan HAM internasional. Misalnya, memasukkan ketentuan tentang pelaksanaan operasi militer mengatasi konflik bersenjata internal. “Kalau tidak direvisi maka akan begini terus, dituduh melakukan pelanggaran HAM,” katanya dalam peluncuran bukunya berjudul ‘Jangan Lepas Papua, Mencermati Sebuah Kajian Hukum Humaniter dan HAM’ di kantor Komnas HAM Jakarta, Selasa (17/2).

Komisioner Komnas HAM, Otto Nur Abdullah, menekankan hukum humaniter dan HAM perlu ditaati dalam menangani konflik bersenjata. Jika itu tidak dilakukan maka semakin menyuburkan gerakan separatis yang ada. “Di dalam daerah konflik bersenjata, jika tidak memperhatikan hukum humaniter dan mengesampingkan HAM maka konflik itu akan meluas, semakin sistematis,” paparnya.
Tags:

Berita Terkait