RUU KKR Diharapkan Penuhi Prinsip HAM Internasional
Prolegnas 2015-2019

RUU KKR Diharapkan Penuhi Prinsip HAM Internasional

Masih ada waktu bagi pemerintah untuk memperbaiki substansi RUU.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Peneliti Elsam Zainal Abidin. Foto: Elsam
Peneliti Elsam Zainal Abidin. Foto: Elsam
Daftar program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2015 sudah diketok DPR. Setidaknya, terdapat 37 RUU yang diprioritaskan untuk disahkan menjadi UU pada tahun ini. Dari jumlah tersebut, terdapat satu RUU yang kembali diusulkan oleh pemerintah setelah sebelumnya dipangkas oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

RUU tersebut adalah RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Pada tahun 2004 silam, pemerintah di era Presiden Megawati Soekarnoputri telah dibentuk UU No. 27 Tahun 2004 tentang KKR. Namun, tak lama kemudian UU tersebut dipangkas oleh MK. Terlebih lagi dalam putusannya, MK membatalkan UU KKR secara keseluruhan, tak hanya membatalkan tiga pasal yang diuji pemohon, yakni Pasal 27, Pasal 44 dan Pasal 1 angka (9).

Peneliti Elsam Zainal Abidin mengatakan, munculnya RUU KKR dalam Prolegnas prioritas tahun 2015 merupakan salah satu amanat dari putusan MK. Dalam putusannya, MK mempersilahkan pemerintah untuk membuat kebijakan baru yang sesuai dengan UUD 1945 dan hukum humaniter internasional.

Atas dasar itu, lanjut Zainal, RUU KKR yang diajukan dalam Prolegnas prioritas tersebut wajib memenuhi seluruh prinsip-prinsip HAM sesuai dengan standar internasional. Ia berharap substansi RUU tersebut tak sama dengan UU KKR yang pernah dibatalkan MK yakni terdapatnya klausul yang menutup peluang pengadilan jika permasalahan HAM telah diselesaikan oleh KKR.

“Ketentuan RUU tersebut harus memastikan memenuhi prinsip-prinsip HAM sesuai standar internasional,” kata Zainal kepada hukumonline, Selasa (24/2).

Ia mengaku, telah memiliki draf RUU KKR yang disiapkan oleh pemerintah. Namun, draf tersebut bukan versi final dari pemerintah. Menurut Zainal, dari draf tersebut masih terdapat sejumlah kekurangan yang harus segera diatasi oleh pemerintah, melalui perbaikan-perbaikan.

Salah satunya, kata Zainal, tidak adanya klausul yang menjelaskan mengenai hubungan antara KKR dengan pengadilan. Ia berharap, klausul ini tidak sama seperti UU KKR yang pernah dibatalkan MK, bahwa jika persoalan HAM telah diselesaikan oleh KKR, maka tidak perlu lagi upaya pengadilan.

Menurutnya, upaya pengadilan wajib masih dibuka lebar dalam RUU. Hal ini bertujuan untuk memberikan peluang bagi pencari keadilan sesuai dengan prinsip dan standar HAM internasional. “Yang kurang itu soal kejelasan hubungan antara KKR dengan pengadilan,” katanya.

Zainal menuturkan, untuk memperbaiki substansi RUU tersebut, pemerintah masih memiliki waktu. Ia menilai, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi pemerintah untuk memperbaiki substansi draf RUU sebelum dikirim ke DPR untuk dibahas bersama-sama. “Sekarang waktu yang tepat untuk memperbaiki,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Wicipto Setiadi mengatakan, dari belasan RUU yang diprioritaskan pemerintah, terdapat RUU yang merupakan usul inisiatif dari Kemenkumham. Seluruh RUU tersebut nantinya akan dibahas oleh DPR dan pemerintah.

Dari data panja penyusunan Prolgenas prioritas tahun 2015 yang diperoleh hukumonline, RUU KKR merupakan usul inisiatif dari Kementerian Hukum dan HAM. RUU ini telah memiliki naskah akademik dan draf. Seperti halnya dengan 36 RUU lainnya, RUU KKR juga menjadi target pemerintah dan DPR untuk diselesaikan pada tahun 2015 ini.
Tags:

Berita Terkait