Menkeu: Sistem Keuangan Terjamin dalam UU JPSK
Berita

Menkeu: Sistem Keuangan Terjamin dalam UU JPSK

Setiap rumusan kata dan kalimat dalam RUU JPSK wajib tercantum secara jelas dan tidak bermakna ambigu, yang sekiranya bisa dimanfaatkan pihak lain untuk upaya-upaya kriminalisasi.

Oleh:
RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (batik, depan). Foto: RES
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (batik, depan). Foto: RES
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan stabilitas sistem keuangan akan lebih terjamin dengan adanya Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan yang rancangannya segera diajukan kepada DPR.

"UU JPSK itu intinya begini, kita ingin prosedur menjaga stabilitas sistem keuangan menjadi lebih jelas, dan yang paling penting jangan ada kebijakan dikriminalisasi," katanya di Jakarta, Sabtu.

Bambang menjelaskan, dalam RUU JPSK terbaru telah tercantum pasal-pasal agar penentuan bank berdampak sistemik tidak dilakukan ketika terjadi krisis ekonomi, karena hal tersebut berpotensi menimbulkan moral hazard.

"Jangan menentukan suatu bank sistemik ketika krisis, karena sangat berbahaya dan sangat tinggi moral hazardnya. Ini bisa menimbulkan pertanyaan dari berbagai pihak, kenapa sistemik, padahal sebelumnya tidak ada apa-apa," ujarnya.

Selain itu, RUU ini mencantumkan kriteria bank yang masuk dalam Domestic Systemically Important Bank (DSIB) atau bank-bank besar yang harus diselamatkan, karena apabila ditutup bisa menyebabkan sistem keuangan jatuh.

"Ini harus ada, karena kalau ada masalah harus diselamatkan. Kalau tidak diselamatkan, sistem keuangannya kolaps. Bank-bank ini tidak banyak, hanya bank-bank tertentu yang 'size'nya (skalanya,red) besar, punya transaksi ke banyak bank dan punya nasabah besar," katanya.

Bambang menambahkan, setiap rumusan kata dan kalimat dalam RUU JPSK juga wajib tercantum secara jelas dan tidak bermakna ambigu, yang sekiranya bisa dimanfaatkan pihak lain untuk upaya-upaya kriminalisasi.

"UU harus menyatakan clear dan jelas, jangan ada kalimat bersayap dan penuh tafsir karena itu paling berbahaya, bisa dikriminalisasi, jadi arahnya kepada sesuatu yang lebih tegas dan jelas. Kita hilangkan suasana yang sifatnya abu-abu dan kurang jelas," ujarnya.

Lembaga Penjamin Simpanan
Bambang mengatakan prosedur lainnya juga tercantum antara lain terkait pemberian dana penyelamatan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) atau hal-hal teknis lainnya yang sekiranya tidak menimbulkan konflik dan politisasi.

"Kita ingin ada rangkaian yang jelas, sehingga ketika krisis jelas apa yang harus kita lakukan, supaya tidak ada keragu-raguan, tidak menimbulkan konflik dan politisasi. Semua harus sesuai dengan UU," katanya.

Sebelumnya pada 2008, pemerintah pernah mengajukan RUU JPSK, namun DPR menolak pembahasan RUU tersebut dengan alasan lemahnya definisi kesulitan keuangan dalam sektor keuangan dan perbankan, yang menimbulkan krisis sistemik.

Selain itu, kalangan DPR menolak RUU JPSK yang diajukan pemerintah karena memberikan hak kekebalan hukum bagi pejabat pemerintah, dan belum jelasnya skema penyelamatan suatu bank yang menjadi sumber krisis.

RUU JPSK yang diajukan, juga dicurigai parlemen bermuatan politis karena dimanfaatkan sebagai legalitas pemerintah untuk membantu Bank Century, saat ini Bank Mutiara, yang waktu itu terancam kolaps dan dilikuidasi.

Kemudian, DPR juga meragukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 4 Tahun 2008 tentang JPSK karena pola pengambilan keputusan dan pola pembiayaan dalam aturan tersebut dinilai belum jelas.

Saat ini, pemerintah masih berpedoman pada aturan yang tercantum dalam UU Otoritas Jasa Keuangan, terkait peningkatan peran Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), yang dianggap memadai sebagai antisipasi, apabila terjadi krisis.

Sebelumnya, Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, M Misbakhun, mengusulkan agar dewan dan pemerintah segera membentuk UU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Ia mengatakan, RUU ini bertujuan untuk membangun sebuah protokol dalam penanganan krisis di Indonesia.

Menurut Anggota Komisi XI ini, protokol krisis penting jika berkaitan dengan kejadian yang pernah menimpa Indonesia, yakni pemberian bailout Bank Century (sekarang Bank Mutiara). Bailout tersebut menyisakan perbedaan interpretasi antara dewan dan pemerintah sehingga berujung ke arah pidana.

“Mari susun UU JPSK, ini akan jadi pintu masuk kita. Bangsa ini tidak boleh dikenakan keadaan-keadaan yang membelenggu,” kata Misbakhun.
Tags:

Berita Terkait