Soal Konflik Golkar, Menkumham Pastikan Keputusannya Berdasarkan UU
Utama

Soal Konflik Golkar, Menkumham Pastikan Keputusannya Berdasarkan UU

Yakni Pasal 32 UU tentang partai politik. Menkumham dinilai menafsirkan sepihak Pasal 33 UU Parpol.

Oleh:
RFQ/FAT
Bacaan 2 Menit
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly. Foto: RES
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly. Foto: RES
Beberapa waktu lalu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengeluarkan keputusan terkait kisruh yang terjadi di Partai Golkar. Yasonna telah mengeluarkan surat penjelasan yang ditujukan ke DPP Partai Golkar tertanggal 10 Maret 2015. Surat tersebut berisi tiga hal, yang dianggap oleh kubu Agung Laksono sebagai legitimasi keabsahan kepengurusan pihaknya.

Pertama, Yasonna menginstruksikan kepada Agung Laksono untuk segera membentuk kepengurusan partai. Kedua, memilih kader partai sesuai dengan AD/ART. Ketiga, segera mendaftarkan kepengurusan partai yang sudah ditulis di atas akta notaris, yang kemudian langsung diserahkan ke Menteri.

Ia menegaskan, keputusan ini diambil dengan berdasarkan UU No.2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No.2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, khususnya Pasal 32. "Saya sebagai Menkumham saya garansi 100 persen saya melakukan keputusan berdasarkan UU Parpol Pasal 32,” ujarnya usai bertemu pimpinan MPR, di Gedung MPR, Kamis (12/3).

Ia mempersilakan jika ada pihak yang merasa keberatan terhadap keputusan ini. Meski begitu, Yasonna mengatakan, keputusan diambil setelah dirinya mengundang sejumlah pakar dan tim ahli Kementerian Hukum dan HAM, sehingga tak ada kesengajaan keberpihakan ke salah satu pihak dalam keputusan itu.

“Jadi tidak ada preferensi buat saya, keputusan sesuai ketentuan perundang-undangan dan fakta hukum,” tutur Yasonna.

Ia menuturkan, pada Desember tahun lalu, Kemenkumham sengaja memutuskan untuk tidak mengesahkan kepengurusan Partai Golkar baik dari hasil musyawarah nasional (Munas) IX di Bali maupun Ancol. Kemenkumham menyerahkan persoalan ini ke internal partai. Alasaanya, agar terjadi islah dari kedua kubu tersebut.

Namun, kedua kubu malah melakukan hal yang sebaliknya. Gugatan demi gugatan dilayangkan di pengadilan negeri. Akhirnya, pengadilan menyatakan NO (menolak gugatan) dan menyerahkan persoalan ini ke Mahkamah Partai. Beberapa waktu lalu, Mahkamah Partai pun sudah mengeluarkan keputusannya.

“Dan membuat amar keputusan, dalam amar tersebut mengakui bahwa munas Ancol dengan kepemimpinan Agung Laksono tapi dengan syarat mengakomodasi kepengurusan Golkar DPP Bali itu adalah pandangan yang dicomot dari apa yang diusulkan oleh Prof Muladi jadi itu sudah dipertimbangkan juga semuanya,” tutur mantan anggota DPR dari Fraksi PDIP periode 2009-2014 itu.

Terpisah, kuasa hukum Gokar kubu Aburizal Bakrie yakni Yusril Ihza Mahendra mengatakan Menkumham Yasona H Laoly mengkhianati agenda reformasi jika tetap mengeluarkan Surat Keputusan (SK) di tengah konflik internal tubuh partai berlambang pohon beringin yang belum kunjung usai. Menurutnya, pemerintah tak boleh bermain demi kepentingan politik. Dengan begitu, agenda reformasi agar demokrasi berjalan baik dapat tercapai.

“Cita-cita awal Reformasi yang kita perjuangkan bersama. Jangan pemerintah jokowi melalui menkumham mengkhianati hal ini. Kini menkumham dengan sengaja memutarbalikkan isi putusan mahkamah partai dengan melakukan pemihakan terhadap salah satu kubu yang berseteru,” ujarnya

Dalam suratnya, Menkumham meminta agar DPP Golkar menyerahkan susunan nama pengurus dengan kriteria tertentu untuk disahkan. Yusril menilai kentalnya kepentingan politik dari Menkumham dalam pengesahhan pengurus parpol yang semestinya tidak boleh dilakukan.

“Hal itu mirip dengan apa yang dilakukan oleh Dirjen Sospol Depdagri di zaman Orde Baru dulu. Prilaku seperti ini sudah harus diubah oleh Jokowi,” katanya

Mantan Menteri Kehakiman itu berpandangan Yasona mengetahui adanya proses gugatan yang diajukan kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Semestinya, Menkumham menahan diri menunggu putusan berkekuatan hukum tetap atas proses hukum yang diajukan kubu Ical.

Dengan begitu, pemerintah melalui Menkumham tetap menjaga netralitas dalam menghadapi konflik internal partai. Sebaliknya, Menkumham menafsirkan sepihak norma Pasal 33 UU Parpol yakni putusan mahkamah partai adalah final dan mengikat.

Ahli hukum tata negara itu berpandangan mengesahkan kubu Romihurmuzy dalam konflik PPP tidak menjadi pelajaran bagi Menkumham. Kesalahan serupa pun kembali dilakukan Yasona mengesahkan salah satu kubu dalam konflik internal Golkar yang belum rampung.

“Kesalahan serupa dilakukan lagi terhadap keinginan Menkumham untuk mengesahkan salah satu kubu dalam konflik internal Golkar. Selayaknya dilakukan evaluasi terhadap kinerja Menkumham,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait