Dua UU Ini Dinilai Membuat Ekonomi Indonesia Sulit Bangkit
Berita

Dua UU Ini Dinilai Membuat Ekonomi Indonesia Sulit Bangkit

Diusulkan untuk segera diubah.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Pakar Ekonomi Ichsanuddin Noorsy. Foto: SGP
Pakar Ekonomi Ichsanuddin Noorsy. Foto: SGP
Pemerintah telah mengeluarkan enam paket kebijakan untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang menyebabkan naiknya harga-harga bahan baku. Namun, pakar ekonomi Ichsanuddin Noorsy menilai, keenam paket kebijakan tersebut tidak akan menyelesaikan akar masalah yang tengah dihadapi Indonesia.

Menurut Ichsanuddin, terdapat dua UU yang harus segera direvisi karena substansinya semakin membuat ekonomi Indonesia sulit bangkit dari keterpurukan. “Solusinya ubah UU No. 24 Tahun 1999 (Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar) dan UU No. 25 Tahun 2007 (Penanaman Modal),” kata Ichsanuddin dalam sebuah diskusi di Komplek Parlemen di Jakarta, Kamis (19/3).

Akibat substansi kedua UU tersebut, lanjut Ichsanuddin, persoalan ekonomi yang terjadi di luar negeri baik buruk maupun positif tetap berdampak kepada perekonomian Indonesia. Misalnya, pada krisis 2008 lalu, yang disebabkan pertarungan perdagangan sehingga ekonomi AS terpuruk berdampak kepada Indonesia. Sekarang, perekonomian AS membaik, nilai tukar rupiah Indonesia malah melemah.

“Karena akar maslah ada di UU No. 24 Tahun 1999 nilai tukar ke pasar, tidak ada urusan. Dan UU No. 25 Tahun 2007 bebas investasi, apakah langsung, portofolio, atau repatriasi, itu bebas,” kata Ichsanuddin.

Anggota Komisi XI DPR Johny G Plate menghormati usulan revisi dua UU tersebut. Menurutnya, usulan itu bisa ditindaklanjuti melalui mekanisme yang ada di DPR. “Usulan itu ditampung,” kata politisi dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini.

Meski begitu, ia menilai paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah memiliki dampak yang beragam terhadap perekonomian, mulai jangka pendek dan jangka panjang. Johnny mengatakan, pelemahan rupiah ini bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mendorong ekspor dan menekan produk impor.

“Jadi, pelemahan ekonomi tidak dianggap sebagai neraka, tapi bisa menjadi surga ekonomi,” katanya.

Seiring hal itu, lanjut Johnny, pemerintah dapat membuat kebijakan baru yang mendorong ekspor. Salah satunya bisa dengan melakukan repatriasi dana warga negara Indonesia di luar negeri. Nilai dana warga negara Indonesia di luar negeri hingga kini sangat besar, yakni mencapai Rp4000 triliun.

“Membuat peraturan repatriasi dana warga negara Indonesia di luar negeri. Jadi, dana yang sudah masuk jangan keluar lagi,” kata Johnny.

Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan enam paket kebijakan ekonomi. Keenam paket kebijakan ini diharapkan dapat memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Pertama,tax allowance, untuk perusahaan yang mampu melakukan reinvestasi dengan hasil dividen.

Kedua, kebijakan tentang Bea masuk anti dumping sementara dan bea masuk tindak pengamanan sementara thd produk impor yang unfair trade. Ketiga, pemerintah memberikan bebas visa kunjungan singkat kepada wisatawan. Keempat, kebijakan kewajiban penggunaan biofuel sampai 15 persen dengan tujuan mengurangi impor solar cukup besar. Kelima, penerapan  Letter of Credit (LC) untuk produk sumber daya alam, seperti produk tambang, batubara, migas dan CPO. Dan terakhir, terkait restrukturisasi perusahaan reasuransi domestik.
Tags:

Berita Terkait