20 Menteri Deklarasikan Komitmen Penyelamatan Sumber Daya Alam
Berita

20 Menteri Deklarasikan Komitmen Penyelamatan Sumber Daya Alam

Untuk mengatasi sejumlah persoalan pada pengelolaan SDA di beberapa sektor, sekaligus meningkatkan penerimaan negara demi kesejahteraan rakyat.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla menyaksikan penandatangani Deklarasi Penyelamatan SDA, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (19/3). Foto: Setkab RI
Presiden Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla menyaksikan penandatangani Deklarasi Penyelamatan SDA, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (19/3). Foto: Setkab RI
Dengan disaksikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sebanyak 20 menteri dan sembilan lembaga negara menandatanganiNota Kesepakatan Rencana Aksi Bersama Gerakan Penyelamatan Sumber Daya AlamIndonesia. Dalam kesempatan yang bersamaan, dilakukan pula deklarasi aparat penegak hukum mendorong penyelamatan SDA di Indonesia.

Para penegak hukum tersebut antara lain Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurrahman Ruki, Jaksa Agung HM. Prasetyo, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, dan Wakil Kapolri, Komisaris Jenderal Polisi Badrodin Haiti.

Keduanya merupakan inisiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti temuan potensi hilangnya penerimaan pajak dan potensi kerugian negara dari pengelolaan sumber daya alam.  “Kegiatan ini merupakan upaya KPK dalam menjalankan fungsi trigger mechanism untuk mengatasi sejumlah persoalan pada pengelolaan SDA di beberapa sektor, sekaligus meningkatkan penerimaan negara demi kesejahteraan rakyat,” ujar Priharsa Nugraha, Humas KPK, dalam siaran persnya,  Kamis (19/3).

KPK mencatat,masih sangat banyakeksportir batu bara yang tidak melaporkan hasil ekspornya. Laporan tersebut seharusnya disampaikan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maupun dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak. Dari kondisi itu, KPK menemukan potensi kerugian negara yang cukup besar.

Menurut Plt Ketua KPK, Taufiqurrahman Ruki, di tahun 2012 saja, dari sektor minerba negara harus kehilangan penerimaan pajak mencapai Rp28,5 triliun.Sedangkan potensi kerugian negara sekitar Rp10 triliun per tahun.

Ruki menjelaskan, perhitungan ini didapat dari catatan Tim Optimalisasi Penerimaan Negara menunjukkan adanya kurang bayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga tahun 2011 sebesar Rp6,7 triliun. Selain itu, evaluasi laporan surveyor pun memperlihatkan selisih pembayaran royalti lima mineral sebesar US$24,66 juta dan sebesar US$ 1,22 miliar untuk batubara.

Pada sektor kehutanan, hasil kajian KPK menunjukkan adanya ketidakjelasan status hukum kawasan hutan mengakibatkan tumpang tindih perizinan. Dari kegiatan kordinasi-supervisi minerba di tahun 2014 ditemukan sekitar 1,3 juta hektar izin tambang berada dalam kawasan hutan konservasi dan 4,9 juta hektar berada dalam kawasan hutan lindung. 

“Sayangnya, hasil kajian KPK menunjukkan seringkali muncul konflik lahan yang terjadi di dalam kawasan hutan, antara negara dan masyarakat adat yang telah lama mendiami kawasan hutan,” kata Ruki.

Lebih lanjut Ruki mengingatkan, tak hanya status hukum yang menimbulkan masalah pelik. Lemahnya pengawasan dalam pengelolaan hutan juga telah menyebabkan hilangnya potensi PNBP. Hasil temuan KPK menunjukan, akibat pertambangan di dalam kawasan hutan negara kehilangan potensi PNBP sebesar Rp15,9 triliun per tahun. Hal ini disebabkan 1.052 usaha pertambangan dalam kawasan hutan yang tidak melalui prosedur pinjam pakai. Belum lagi kerugian negara akibat pembalakan liar yang mencapai Rp35 triliun.

Sementara itu, sektor pengelolaan sumber daya alam lain juga amat rendah. Hasil temuan KPK menunjukan, sektor kelautanhanya menyumbangPNBP sebesar 0,3 persen per tahun. Sedangkansektor perikanandalam lima tahun terakhir, hanya sebesar 0,02 persen terhadap total penerimaan pajak nasional.

Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menguraikan bahwa pemerintah Indonesia telah menorehkan sejumlah kegagalan besar dalam mengelola SDA. Ia menyebut, di tahun 1970-an pemerintah gagal mengelola sumber daya energi. Padahal menurutnya, pada saat dunia tengah booming minyak dan gas bumi.

Berlanjut di tahun 1980-an Jokowi melihat pemerintah kembali gagal. Kali ini dalam mengelola hasil hutan. Ia menuturkan, kegagalan terjadi pada saat pasar dunia  membutuhkan kayu. Kemudian, menurutnya hal itu berlanjut di era 2000-an ketika pemerintah gagal mengelola sektor tambang.

“Itulah kesalahan besar jangan sampai kita ulang. Tidak ada sesuatu yang bisa kita nikmati, berapa miliar itu. Kita ekspor batu bara besar-besaran, kita malah mendukung industrialisasi negara lain. Mereka kemudian memproduksi barang, yang kita beli dengan senang hati,” ungkap Jokowi, sebagaimana dikutip dari laman setkab.

Jokowi berharap, penandatanganan Deklarasi Penyelamatan SDA Indonesia itu bisa jadi mementum untuk mengingat kekagagalan tersebut, sebelum semuanya terlambat. Selanjutnya, ia ingin agar ke depan SDA di Indonesia bisa dikelola dengan baik dan penuh tanggung jawab. Menurutnya, saat ini merupakan momentum pemerintah untuk memaksimalkan sumber daya alam di laut.

“Kita belum terlambat mengelola sumber daya alam laut kita,” katanya.
Tags:

Berita Terkait