Perpanjang Izin Ekspor Newmont, Pemerintah Dinilai Langgar Hukum
Utama

Perpanjang Izin Ekspor Newmont, Pemerintah Dinilai Langgar Hukum

Newmont mendapat izin ekspor setelah menyerahkan dokumen kerja sama pembangunan smelter dengan Freeport.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Gedung Kementerian ESDM. Foto: RES
Gedung Kementerian ESDM. Foto: RES
Perpanjangan izin ekspor konsetrat yang diberikan kepada PT Newmont Nusa Tenggara dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara. Koordinator Koalisi Rakyat Pembela Trisakti dan Nawacita, Arief Poyuono, mengatakan bahwa UU Minerba telah jelas melarang adanya eksport barang tambang  dalam bentuk konsentrat.

Arief mengingatkan, larangan tersebut sudah berlaku sejak 12 januari 2014 lalu. “Tidak lagi dibenarkan bahan mentah kita ekspor. Perusahaan wajib untuk mengolah hasil tambangnya di dalam negeri sebelum diekspor,” tandas Arief dalam siaran persnya yang diterima hukumonline, Jumat (20/3).

Arief mengatakan, kewajiban pengolahan mineral mentah di dalam negeri juga sudah diatur secara rinci dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2014. Terkait dengan hal tersebut, Arief menuturkan bahwa pemberian izin ekpor konsetrat kepada Newmont telah menimbulkan akibat hukum yang negatif.
Ia menjelaskan, akibat negatif tersebut berupa hilangnya hak masyrakat untuk sejahtera  dan kewajiban pemerintah  pntuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Izin ekspor yang diberikan kepada Newmont adalah produk tata usaha negara  yang  merugikan Masyarakat Indonesia,” katanya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah telah memberikan izin ekspor konsentrat kepada dua raksasa tambang, PT Newmont Nusa Tenggara dan PT Freeport Indonesia. Selain Freeport dan Newmont, ada enam perusahaan tambang lain yang juga memperoleh surat izin ekspor (SPE) konsentrat.
Keenam perusahaan itu adalah PT Sebuku Iron Electric Ores, PT Lumbung Mineral Sentosa, PT Smelting, PT Sumber Baja Prima, PT Kapuas Prima Coal, dan PT Megatop Inti Selaras.

Berdasarkan rekomendasi ekspor per enam bulan, total nilai ekspor konsentrat dari delapan perusahaan tambang mineral tersebut mencapai AS$7,44 miliar. Dari jumlah tersebut, 83% di antaranya berasal dari Freeport dan Newmont. Diperkirakan, nilai ekspor konsentrat kedua perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) ini mencapai AS$6,16 miliar dengan rincian AS$4,48 miliar untuk Freeport dan AS$1,68 miliar untuk Newmont.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, R Sukhyar mengakui telah meneken perpanjangan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) Newmont, Freeport, dan beberapa perusahaan tambang lainnya. Perpanjangan tersebut menurut Sukhyar diberikan untuk waktu enam bulan. Ia juga mengatakan, pihaknya telah melaporkan perpanjangan ini kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

"Sudah kita keluarkan rekomendasi ekspornya. Sudah saya teken, untuk waktu enam bulan yang berakhir pada 18 Maret 2015, sampai 18 September 2015," ungkapnya.

Sukhyar menjelaskan, Newmont mendapat izin ekspor setelah perusahaan tambang emas dan tembaga itu menyerahkan dokumen kerja sama pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dengan Freeport. Ia menekankan, pemberian  izin ekspor dilakukan karena pemerintah perlu mendukung perusahaan-perusahaan yang sedang membangun smelter. Dengan begitu, ia yakin pembangunan smelter diharapkan bisa cepat diselesaikan.

"Newmont ini tidak membuatsmelter tetapi dia gabung ke Freeport. Smelter Freeport kan juga belum jadi," imbuhnya.

Lebih lanjut Sukhyar mengatakan, ada kemungkinan dalam waktu dekat pemerintah menerima permintaan SPE lagi. Ia menyebut ada beberapa perusahaan yang sudah mengajukan SPE tanpa pengenaan ET (eksportir terdaftar) karena mereka produk pemurnian. Sukhyar mencontohkan, perusahaan yang sudah melakukan hal itu adalah PT Bintang Delapan dan PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara.

Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Budi Santoso mengatakan, pemerintah bisa menyalahi undang-undang jika memberi jaminan perpanjangan kontrak Freeport. Menurutnya, ada indikasi pemberian jaminan itu. Ia melihat, kerja sama Newmont dengan Freeport dilakukan lantaran Newmont sudah mengetahui bahwa pemerintah akan memperpanjang kontrak Freeport.

”Newmont mengandalkan Freeport sepertinya kurang tepat. Kontrak karya Freeport akan habis lebih awal yakni pada 2021, sementara Newmont masih 13 tahun lagi. Mengapa Newmont tidak menawarkan kepada publik siapa yang mau membangun smelter, nanti Newmont yang menyuplai konsentratnya,” katanya.

Budi mengungkapkan, pembangunan smelter Newmont semestinya tidak bergantung pada Freeport. Ia menegaskan, seharusnya Newmont memberi kesempatan pada perusahaan tambang lain untuk bekerja sama membangun smelter. Terlebih lagi ada jarak waktu berakhirnya kontrak kedua perusahaan itu.
Tags:

Berita Terkait