FDHI Berharap RUU Jabatan Hakim Segera Dibahas
Berita

FDHI Berharap RUU Jabatan Hakim Segera Dibahas

Perpres tentang Pedoman Penyusunan Perundang-undangan memungkinkan RUU Jabatan Hakim dibahas di luar Prolegnas.

Oleh:
YOZ/ASH/M-22
Bacaan 2 Menit
Acara seminar RUU Jabatan Hakim di Kampus UGM, Yogyakarta, Sabtu (14/3). Foto: Facebook
Acara seminar RUU Jabatan Hakim di Kampus UGM, Yogyakarta, Sabtu (14/3). Foto: Facebook
Forum Diskusi Hakim Indonesia (FDHI) menyadari RUU tentang Jabatan Hakim tidak menjadi prioritas pembahasan Prolegnas 2015. Kendati demikian, FDHI tetap mendorong agar RUU ini segera dibahas DPR. Soalnya, bagi kalangan hakim RUU Jabatan Hakim adalah urgent.

“Bahwa masuk prolegnas itu tidak jaminan akan dibahas, harus kita dorong, dukung agar segera dibahas. Makanya harus ada dorongan hakim itu sebagai pihak yang katakanlah berkepentingan,” kata Koordinator FDHI, Djoe Hadisasmito, kepada hukumonline, Sabtu (14/3), di FH UGM, Yogyakarta.
Menurut Djoe, Perpres No.87 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Perundang-undangan, memungkinkan RUU Jabatan Hakim bisa dibahas di luar Prolegnas.  Pasal 24 ayat (1) menyatakan, dalam keadaan tertentu, Pemrakarsa dapat mengajukan usul Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas.

Sedangkan ayat (2) menjelaskan bahwa keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, dan bencana alam; dan/atau b. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh Baleg dan Menteri.

“Disitu bisa melalui jalur diluar prolegnas tapi ada syarat ada urgensi nasional, artinya ada kepentingan nasional yang mendesak,” ujar Djoe.

Dia mengakui ada perbedaan pendapat terkait tafsir mendesak agar RUU Jabatan Hakim segera dibahas. Menurutnya, segala sesuatu yang dianggap para hakim penting, tapi belum tentu bagi stakeholder lain.

Djoe melanjutkan, ada beberapa substansi penting dalam pengaturan RUU Jabatan Hakim yaitu mengenai status, rekrutmen, proses pembinaan, hak dan kewajiban, pengawasan, perlindungan terhadap hakim (perlindungan keamanan atau sisi independensinya). Dia meminta semua pihak tidak melihat isi RUU ini seolah-olah para hakim sedang mengejar hak yang ekslusif.

“Kita tidak mengejar hal seperti itu.Kalauhanya mengejar hak-hak saja, PP No.94 Tahun 2012 sudah cukup dan tinggal dimaksimalkan pemenuhannya.Kita tidak berpikir kearah sana,” katanya.

Saat ini, sambung Djoe, FDHI sedang menyusun tim kajian untuk mengkritisi RUU Jabatan Hakim agar isinya tidak merugikan para hakim. Bahkan, menurut informasi yang diterima Djoe, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI)sudah menanggapi dengan langkah-langkah nyata, yaknimembentuk tim penyusun naskah akademik RUU Jabatan Hakim.

“Justru itu kita sebagai anggota IKAHI yang ada di forum (FDHI) mendukung itu,” tuturnya.

Namun, Ketua Pengurus IKAHI Pusat, Imam Soebechi mengaku belum membentuk tim untuk menyusun RUU Jabatan Hakim ini. “Tetapi, Insya Allah kita ada rencana menyusun RUU Jabatan Hakim itu,” kata Imam.

Dia menilai dukungan FDHI terhadap inisiatif bergulirnya RUU Jabatan Hakim sebagai hal yang positif dan patut dihargai. Namun, dia mempertanyakan kenapa dukungan dan perjuangan ini tidak disalurkan melalui IKAHI baik pengurus IKAHI cabang maupun pengurus daerah.

“Dulu sudah pernah kita ingatkan mereka (FDHI), tolonglah ide ini disampaikan ke IKAHI. Kita hormati ide itu, tetapi kita kan sudah punya wadah, jangan sampai dalam IKAHI ada organisasi sempalan yang mengatasnamakan hakim-hakim progresif yangterkesan maunya berjalan sendiri-sendiri,” kata Hakim Agung ini.    
Tags:

Berita Terkait