Menko Polhukam: Profesionalisme adalah Roh Profesi Advokat
Munas II PERADI

Menko Polhukam: Profesionalisme adalah Roh Profesi Advokat

Selama 10 tahun, PERADI dalam keadaan perang tetapi tetap mampu membangun.

Oleh:
ROFIQ HIDAYAT
Bacaan 2 Menit
Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdjiatno dalam acara Munas II PERADI di Makassar, Kamis (26/3). Foto: RZK
Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdjiatno dalam acara Munas II PERADI di Makassar, Kamis (26/3). Foto: RZK
Ratusan advokat dari seluruh Indonesia berkumpul di Makassar, Sulawesi Selatan dalam rangka Musyawarah Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Munas PERADI). Munas edisi ke-2 sejak PERADI berdiri tahun 2005 ini dibuka secara resmi oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan  Keamanan Tedjo Edhy Purdjiatno, Kamis (26/3).

Hadir mewakili Wakil Presiden Jusuf Kalla, Tedjo mengatakan tema Munas PERADI yakni “Melalui Munas II PERADI Kita Tingkatkan dan Pertahankan Profesionalitas, Soliditas dan Imunitas Profesi Advokat” relevan dengan situasi aktual yang dihadapi profesi advokat di Negeri ini.

“Saya meyakini melalui sejumlah kesempatan diskusi dalam Munas ini, rekan-rekan advokat dapat merumuskan sebuah rekomendasi yang dapat diterima sebagai solusi atas berbagai tantangan yang dirasakan oleh profesi advokat di Indonesia,” papar Tedjo dalam sambutannya, Kamis (26/3).

Menurut Tedjo, profesionalisme merupakan esensi atau roh dari profesi advokat. Profesionalisme, kata dia, sering menjadi masalah dalam berbagai profesi, termasuk advokat. Seseorang yang menjalankan sebuah profesi dapat memiliki keahlian yang mumpuni, tetapi tidak profesional jika tidak mengindahkan etik dan moral.

Menyebutnya sebagai rumor, Tedjo mengatakan banyak advokat yang menjalankan profesinya dengan mengesampingkan etik serta menghalalkan segala cara demi memenangkan kliennya. Perilaku advokat seperti ini, menurut Tedjo, mencerminkan bahwa telah hilangnya profesionalisme yang jauh dari cita-cita advokat sebagai profesi yang mulia (officium nobile).

Berikutnya, Tedjo menyoroti soliditas dalam organisasi advokat. Dia menegaskan bahwa wadah tunggal profesi merupakan cita-cita yang sudah lama dinantikan oleh kalangan advokat. Terkait hal itu, pembentukan PERADI menjadi harapan agar terwujudnya soliditas organisasi advokat yang berwibawa dan bermartabat.

“Namun demikian kita memaklumi bersama bahwa dalam perkembangannya muncul organisasi advokat lain sebagai bentuk dinamika yang terjadi dalam tubuh profesi advokat Indonesia. Pemerintah dan rakyat berharap ke depan advokat dapat duduk bersama menyelesaikan persoalan dualisme ini secara arif dan bijaksana,” ujarnya.

Menurut Tedjo, advokat harus bersatu. Khusus terkait pemilihan Ketua Umum DPN PERADI, Tedjo berpendapat berbeda pandangan itu adalah sesuatu hal yang biasa, tetapi ketika ketua terpilih, semua advokat harus bersatu. “Lupakan perbedaan, dukung pemimpin yang terpilih.”

Dalam pidatonya, Ketua Umum DPN PERADI Otto Hasibuan mengakui selama dua periode kepemimpinannya, PERADI memang kerap diterpa masalah. Otto bahkan menyebut 10 tahun sejak berdiri, PERADI selalu dalam keadaan “perang”. Beragam gugatan baik itu di Mahkamah Konstitusi (MK) maupun lembaga peradilan lainya terus menghantam PERADI.

“Kita selama 10 tahun selalu dirongrong, tapi saya bangga di DPN PERADI dan bersama DPC, meskipun di masa perang PERADI masih dapat membangun,” ujar Otto yang langsung disambut riuh tepuk tangan hadirin Munas.

Menurut Otto, setidaknya terdapat 21 gugatan di MK yang mengarah ke PERADI. Mayoritas berkaitan dengan eksistensi PERADI sebagai wadah tunggal profesi advokat. Namun, semua gugatan tersebut mampu dimenangkan PERADI. Kemenangan yang sama juga diraih PERADI ketika digugat di peradilan umum maupun PTUN.

Selain terpaan masalah, selama 10 tahun, Otto mengatakan PERADI juga terus menjaga independensi organisasi agar tidak mendapat intervensi dari pemerintah. Sebagai cotoh, Otto bercerita ketika dirinya dan jajaran pengurus DPN bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhyono, presiden sempat berniat memberikan fasilitas untuk PERADI. Namun, PERADI tegas menolak.

“Saya katakan ke Pak SBY saat itu, kalau PERADI wadah tunggal, itu cukup bagi kami untuk berjuang. Independensi mutlak kita perjuangan,” ujarnya.

Otto berpendapat independensi menjadi modal utama bagi profesi advokat. Pasalnya ketika advokat tak lagi independen dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, maka pencari keadilan akan menjadi korban.
“Saya ingin buktikan bersama-sama, bahwa advokat PERADI itu independen. Kita tidak pernah berafiliasi dengan mana pun, sehingga tidak bisa intervensi,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait