Multitafsir Sistem Pemilihan Sumber Perpecahan Organisasi Advokat
Berita

Multitafsir Sistem Pemilihan Sumber Perpecahan Organisasi Advokat

Sistem one man one vote one value mungkin bisa menjadi titik temu agar perpecahan di dunia Advokat dapat diakhiri.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Pemohon bersama kuasa hukumnya dalam sidang pengujian UU Advokat, Selasa (31/3). Foto: ASH
Pemohon bersama kuasa hukumnya dalam sidang pengujian UU Advokat, Selasa (31/3). Foto: ASH
Adanya multitafsir sistem pemilihan dalam kepengurusan organisasi advokat dalam hal ini Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) disinyalir sebagai sumber atau akar munculnya perpecahan di tubuh organisasi advokat itu. Sebab, model pemilihan pengurus organisasi advokat yang selama ini digunakan dengan sistem perwakilan justru kerap menimbulkan kekisruhan dalam pelaksanaannya.

Pandangan itu mengemuka dalam proses persidangan pengujian UU Advokat di Mahkamah Konstitusi, Selasa (31/3). “Sebenarnya pemilihan ketua umum DPN PERADI yang terumuskan dalam Pasal 28 ayat (1), (2) UU No. 18 Tahun 2003  tentang Advokat belum jelas, sehingga dapat ditafsirkan dengan sistem perwakilan atau dengan sistem one man one vote (satu advokat, satu suara),” ujar Ikhwan Fahrojih, salah seorang pemohon judicial review.

Selain Ikhwan, pengujian ini diajukan Aris Budi Cahyono, Muadzim Bisri, dan Idris Sopian Ahmad. Mereka mengajukan permohonan dalam kapasitas sebagai warga negara yang berprofesi sebagai advokat.    

Pasal 28 ayat (1) UU Advokat menyebutkan, Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat.” Ayat (2)-nya menyebutkan, “Ketentuan mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.”  

Ikhwan menegaskan mulitafsir Pasal 28 UU Advokat ini disinyalir menjadi akar perpecahan di tubuh organisasi advokat hingga saat ini. Secara de facto, saat ini dua organisasi advokat yang mengklaim sebagai wadah tunggal organisasi advokat yakni Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan PERADI. “Wadah tunggal ini belum sepenuhnya terwujud disebabkan multitafsir rumusan Pasal 28 ayat (2) UU Advokat ini,” kata Ikhwan.

Menurutnya, Pasal 28 ayat (2) UU Advokat ini mengandung makna kedaulatan tertinggi dalam organisasi advokat ada di tangan advokat para advokat itu sendiri terkait pemilihan kepengurusan organisasi advokat. Namun, hal ini dimaknai kurang tepat melalui Pasal 32 AD PERADI Desember 2004 diman hak suara dalam Munas diwakili DPC dengan ketentuan setiap 30 anggota PERADI di suatu cabang memperoleh satu suara (perwakilan).

Para pemohon merasa ketentuan itu melanggar hak konstitusionalnya termasuk para advokat lain yakni melanggar hak mengeluarkan pendapat, kepastian hukum yang adil, dan hak untuk tidak didiskriminasi selaku profesi advokat. Sebab, hanya sebagian kecil advokat yang diberi hak untuk memilih calon ketua umum PERADI, sebagian besarnya termasuk para pemohon tidak diberi hak memilih.

“Kami juga sebagai advokat selalu dihantui terjadi konflik yang terjadi dalam organisasi advokat. Imbasnya, kami mendapatkan citra yang kurang baik di mata masyarakat karena image advokat selalu perpecahan,” keluhnya.   

Bahkan, ungkap Ikhwan, Munas II PERADI di Makasar beberapa hari lalu berakhir dengan kericuhan dan perpecahan menjadi kubu-kubuan. “Perpecahan-perpecahan ini akan terus berlanjut apabila MK tidak memberi tafsir pemilihan pengurus organisasi advokat tidak menggunakan sistem one man one vote yang merupakan hak sekitar 28 ribuan advokat,” katanya.  

Dia mengusulkan model pemilihan one man one vote dalam proses pemilihan organisasi advokat bisa meniru model pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Misalnya, seperti adanya proses pendaftaran calon ketua umum dengan persyaratan tertentu, hingga proses pemilihan langsung secara berjenjang melalui DPC hingga DPN PERADI.  

“Sistem ini juga untuk meminalisasi potensi gesekan secara langsung antar advokat ketika pemilihan dilakukan dalam satu forum seperti yang diterapkan saat ini, dimana pengalaman di Organisasi Advokat selalu ribut dan pecah bila dalam satu forum,” bebernya.

“Saya pikir sistem one man one vote one value adalah titik temu agar perpecahan di dunia Advokat dapat diakhiri. Sebab, KAI sendiri pernah menyatakan mau bersatu dengan PERADI dengan syarat dilakukan pemilihan one man one vote one value dalam pemilihan Ketua Umum DPN PERADI, sayangnya keinginan tersebut tidak kunjung dilaksanakan PERADI.”

“Dari materi perbaikan ini, Saudara bisa memperkuat permohonan ini dengan bukti-bukti. Selanjutnya, kita akan melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH),” ujar Ketua Majelis Panel Aswanto sebelum menutup persidangan.
Tags:

Berita Terkait