Mendag Terbitkan Aturan Ketentuan Penggunaan L/C Ekspor Barang Tertentu
Berita

Mendag Terbitkan Aturan Ketentuan Penggunaan L/C Ekspor Barang Tertentu

Dua hal yang diatur yaitu penangguhan penggunaan cara pembayaran L/C bagi para eksportir dan pemberian kesempatan kepada LPEI untuk berpartisipasi dalam proses pembayaran dengan cara L/C.

Oleh:
YOZ/ANT
Bacaan 2 Menit
Kementerian Perdagangan. Foto: RES
Kementerian Perdagangan. Foto: RES
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.26/M-DAG/PER/3/2015 tentang Ketentuan Khusus Pelaksanaan Penggunaan Letter of Credit Untuk Ekspor Barang Tertentu pada 30 Maret 2015.

"Penerbitan Permendag ini menindaklanjuti mulai diberlakukannya Permendag No.04/M-DAG/PER/1/2015 tentang Ketentuan Penggunaan Letter of Credit Untuk Ekspor Barang Tertentu," jelas Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Rabu (1/4), di Kementerian Perdagangan.

Permendag No.26 Tahun 2015 ini pada dasarnya mengatur dua hal, yaitu penangguhan penggunaan cara pembayaran Letter of Credit (L/C) bagi para eksportir dan pemberian kesempatan kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembayaran dengan cara L/C.

"Penangguhan hanya dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan waktu bagi para eksportir dalam menyesuaikan dan merevisi kontrak yang sudah dibuat dan ditandatangani sebelum penetapan Permendag No.4 Tahun 2015 agar tidak menghambat proses ekspor," jelas Rachmat.

Lebih lanjut, Rachmat menjelaskan bahwa penangguhan diberikan oleh Menteri Perdagangan setelah mendapat pertimbangan dari menteri teknis terkait dengan memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan.

“Dalam hal ini yaitu Menteri ESDM untuk produk minyak dan gas, batu bara, dan mineral (termasuk timah); serta Menteri Pertanian untuk produk CPO (crude palm oil) dan CPKO (crude palm kernel oil)," katanya.

Setelah penangguhan penggunaan cara pembayaran L/C untuk ekspor barang tertentu diberikan, selanjutnya akan dilakukan post audit oleh Tim yang akan dibentuk oleh Menteri Perdagangan.

Jika hasil post audit tidak benar, maka akan dikenakan sanksi yaitu penghentian penangguhan sehingga eksportir tidak akan bisa melakukan ekspor kecuali dengan mengubah cara pembayaran dengan menggunakan L/C. Sanksi lainnya akan dikenakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Pada cara pembayaran L/C, selain melalui Bank Devisa di dalam negeri, cara pembayaran L/C dapat dilakukan melalui lembaga pembiayaan ekspor yang dibentuk oleh Pemerintah yang wajib mengikuti ketentuan Peraturan Bank Indonesia Tentang Devisa hasil Ekspor.

"Melalui Permendag No.26 Tahun 2015 ini, kami berharap, proses transisi penggunaan cara pembayaran L/C dapat berlangsung dengan baik sehingga apa yang menjadi tujuan dari Permendag ini dapat tercapai," kata Rachmat.

Sementara itu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berpandangan diperlukan L/C dalam setiap transaksi perdagangan luar negeri guna mengetahui dan mengawasi komoditas ekspor. Soalnya, telah ditemukan perbedaan dalam sejumlah pencatatan ekspor komoditas migas dan mineral.

Menurut Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Kewirausahaan, Kemenko Perekonomian, Edy Putra Irawady, ekspor light petrolium oil ke Singapura tercatat senilai AS$79,7 juta pada tahun 2013 yang tidak sesuai dengan data negara tersebut.

"Menurut mereka, impor dari kita sebesar 487,8 juta dolar AS. Nah, AS$408,1 juta ini ke mana," kata Edy.

Menurut dia, perbedaan data trade statistic itu perlu dipertanyakan dan pihaknya akan terus mencari dari mana kesalahan tersebut berasal agar bisa meningkatkan efektivitas perdagangan.

Selain pada sektor migas, lanjut dia, perbedaan lain yang ditemukan secara trade perspective, antara lain pada ekspor batu bara ke India tercatat AS$3,5 miliar. Namun, yang dilaporkan India telah mengimpor dengan total nilai AS$6,8 miliar.

Masih terkait India, kata Edy, yaitu nilai ekspor CPO (crude petrolium oil) yang tercatat di Indonesia sebesar AS$2,3 miliar. Namun, yang dicatat oleh mereka lebih dari dua kali lipat, atau AS$4,9 miliar.

"Ke Thailand pun kita temukan perbedaan. Ekspor minyak mentah ke negara tersebut pada tahun 2013 senilai AS$840 juta, tetapi yang mereka laporkan nilai impor dari kita mencapai AS$1,5 miliar," ungkap Edy.

Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said menyatakan bahwa L/C untuk ekspor sektor migas telah mendapat persetujuan penangguhan oleh Kementerian Perdagangan. "Kami dan SKK Migas sudah koordinasi, yang difasilitasi Menko Perekonomian, sudah berdiskusi dengan Kementerian Perdagangan. Kita diberi solusi penangguhan dengan syarat-syarat tertentu," kata Sudirman.

Menurut dia, seluruh ekspor migas telah sesuai dengan pencatatan dan memenuhi requirement (persyaratan) yang diajukan oleh Kementerian Perdagangan. Ia menjelaskan hal tersebut memenuhi syarat karena sejumlah poin, seperti asal dan tujuan komoditas, alokasi ekspor, dan harga telah tercatat pada institusi pemerintahan, seperti SKK Migas, Kemendag, dan Bank Indonesia.
Tags:

Berita Terkait