Pemblokiran Situs Media Islam Dinilai Inkonstitusional
Berita

Pemblokiran Situs Media Islam Dinilai Inkonstitusional

Kemenkominfo telah menabrak ayat-ayat konstitusi dan prinsip hak asasi manusia mengenai kebebasan berekspresi.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
www.hidayatullah.com, salah satu situs Islam yang sempat diblokir. Foto: Screenshot
www.hidayatullah.com, salah satu situs Islam yang sempat diblokir. Foto: Screenshot
Penilaian situs media Islam secara sepihak oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebarkan paham radikalisme hingga berujung pemblokiran sebagai tindakan inskonstitusional, anti demokrasi dan hak asasi manusia. Demikian disampaikan ahli hukum internasional Universitas Padjajaran, Atip Latipulhayat, melalui surat elektronik kepada hukumonline, Kamis (2//4).

Atip berpandangan, sikap anti demokrasi BNPT dengan menentukan kriteria radikal terhadap situs berita islam tanpa rujukan objektif dan otoritatif. Dalam hal itulah BNPT dinilai bertindak sebagai pemilik kebenaran tunggal, bahkan mengababikan ruang deliberalisasi yang menjadi syarat mutlak di negara yang menganut kehidupan demokratis.

“Tindakan otoriter BNPT sangat rentan dan dapat mengarah kepada terorisme negara yang menempatkan rakyat sebagai objek pelampiasan nafsu para pemangku kuasa politik,” ujarnya.

Sebagai pihak eksekutor pemblokiran, Atip menilai Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) gegabah. Pasalnya, Kemenkominfo tanpa pemahaman dan penyelidikan mendalam melakukan pemblokiran atas permintaan BNPT. Semestinya, Kemenkominfo meminta penjelasan dari pihak situs berita yang dituding BNPT tersebut, sebelum mengambil tindakan pemblokiran.

“Kemenkominfo telah menabrak ayat-ayat konstitusi dan prinsip hak asasi manusia mengenai kebebasan berekspresi. Kominfo telah bertindak ceroboh, karena menggunakan wewenang yang dimilikinya secara melawan hukum. Kemenkominfo telah mensubordinasi dirinya di bawah BNPT,” ujarnya.

Anggota Komisi X Reni Marlinawati menyesalkan langkah pemerintah yang serta merta melakukan pemblokiran terhadap situs berita islam. Sama halnya dengan Atip, Reni menilai langkah tersebut melanggar prinsip HAM dan konstitusi. Ironisnya, tindakan pemerintah melalui Kemenkominfo merupakan bentuk penghianatan terhadap agenda reformasi.

“Kami menantang keras langkah-langkah ini. Oleh karenanya, kami meminta agar pemerintah segera membuka pemblokiran atas situs media islam itu,” ujarnya.

Ketua DPP PPP itu mengingatkan cara rezim orde baru dalam memberangus pendapat yang dianggap bertentangan dengan pemerintah. Menurutnya, cara yang ditempuh pemerintah mengulang cara orde baru tanpa melakukan dialog dengan pemilik media. Langkah itu dinilai bentuk tirani otoriter dan cenderung tendensius.

Soal tudingan terhadap situs berita islam sebagai penyebar faham radikalisme, dipandang sebagai penilaian sepihak yang prematur. Soalnya, tanpa ada proses klarifikasi dan penyelidikan terkait tudingan BNPT.
“Apa ukuran Islam radikal? Prinsipnya, apapun pemahaman yang muncul di tengah-tengah masyarakat selama tidak bertentangan dengan konstitusi dan aturan perundang-undangan lainnya, tentu tidak ada soal,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal  (Sekjen)  Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (HUMANIKA), Sya’roni, menilai dari sudut lain. Menurutnya, pembredelan terhadap 22 situs berita islam bersamaan dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Menurutnya, boleh jadi isu pemblokiran sebagai upaya pemerintah mengalihkan isu kenaikan harga BBM yang biasa menjadi polemik dan berujung aksi unjuk rasa di tengah masyarakat.

“Isu pembredelan sejumlah situs, telah mampu menyedot perhatian publik, mengalahkan isu kenaikan BBM. Isu ini terus bertengger menjadi headline di media-media nasional,” katanya.

Sya’roni berpendapat publik mulai melupakan kenaikan harga BBM ketika isu pemblokiran sejumlah situs media islam. Ia menilai dalam rangka mempersempit ruang gerak penyebaran paham radikalisme adalah dengan mengkampanyekan situs berita islam yang berhaluan moderat. Misalnya,situs milik Nahdlatul Ulama (NU), Muhamadiyah dan lainnya.
“Memberangus situs-situs lokal sama saja membangun kebohongan belaka. Karena publik masih bisa mengakses situs-situs ekstremis yang dimiliki oleh publik internasional,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait