Infrastruktur untuk Cegah Korupsi
Berita

Infrastruktur untuk Cegah Korupsi

Guna mengawasi jalannya pemerintahan. Memudahkan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Infrastruktur untuk Cegah Korupsi
Hukumonline
Wakil Ketua KPK non-aktif, Bambang Widjajanto (BW), menilai pemberantasan korupsi tidak cukup dengan menangkap koruptor dan sekadar membawanya ke pengadilan. Masyarakat membutuhkan keadilan hadir selama proses peradilan.

Ironisnya, perangkat hukum yang ada belum optimal menyasar pelaku korupsi di tingkat perencanaan kebijakan. Selama ini KPK sudah mencoba melakukan berbagai upaya mencegah korupsi, antara lain membenahi sistem di instansi pemerintah.

Salah satu yang bisa dibangun adalah infrastruktur. Bambang menyebut contoh identitas tunggal nasional. Infrastruktur untuk identitas tunggal nasional belum juga terwujud. Padahal dengan identitas tunggal, korupsi bisa dicegah. Melalui identitas tunggal akan ketahuan siapa yang pantas membayar pajak atau tidak, dan berapa kewajiban yang harus dibayarkan kepada negara.

"Korupsi itu tidak hanya cuma urusan menangkap orang (koruptor,-red). Tapi juga membangun sistem dan infrastruktur," ujar BW dalam diskusi yang digelar di kantor LBH Jakarta, Selasa (07/4).

Dengan infrastruktur yang memadai, dikatakan BW, lebih mudah melakukan pengawasan potensi korupsi. Misalnya, kekayaan alam yang dimiliki Indonesia terbesar yakni gas dan panas bumi. Lewat infrastruktur pula aset yang dapat dikelola dari sumber daya alam bisa dihitung. Kita bisa menghitung berapa bagi hasil yang layak bagi Indonesia dan investor yang akan mengelola sebuah blok migas. Kita tidak mengetahui berapa aset yang dimiliki Indonesia. Jika aset itu ada yang hilang, kita juga kesulitan menghitung berapa banyak yang dicuri.

BW yakin masyarakat akan merasakan dampak positif pembangunan infrastruktur. Dengan begitu sikap anti korupsi bisa menjadi jadi gerakan sosial masif dimasyarakat. Ingat, kata BW, keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan korupsi sangat penting.

Itu sebabnya perlu ada ada insentif bagi masyarakat yang melaporkan kasus korupsi. Insentif itu bisa diberikan ketika kasus korupsi yang dilaporkan sudah diproses di pengadilan dan terungkap. Tersedianya infrastruktur yang memadai juga mempermudah masyarakat terlibat dalam pemberantasan korupsi. "Pemberantasan korupsi perlu melibatkan publik dan media," ujarnya.

Sosiolog Universitas Negara Jakarta, Robertus Robert, justru melihat saat ini pesimisme masyarakat mulai terlihat karena tangan-tangan negara berusaha melemahkan KPK. Ketika masyarakat begitu percaya KPK, saat itu pula organ-organ negara berusaha melemahkan komisi ini.

“Kondisi KPK yang compang-camping membuat masyarakat pesimis. Karena tidak ada yang mengawasi APBN agar digunakan secara tepat, ditambah lagi kepolisian yang seolah tidak bisa dikritik, kemudian Kejaksaan Agung dipimpin orang dari partai politik,” paparnya.

Robert menilai hal itu bukan terjadi tanpa sebab. Menurutnya, ada kepentingan berbagai kelompok oligarki yang artikulasinya berujung pada presiden. Artikulasi kepentingan oligarki itu yang hasilnya dapat dilihat lewat sejumlah kebijakan yang ditelurkan pemerintah saat ini.
Tags: