BI Keluarkan Aturan Kewajiban Penggunaan Rupiah
Berita

BI Keluarkan Aturan Kewajiban Penggunaan Rupiah

Setiap transaksi di wilayah Indonesia wajib menggunakan rupiah. Ketentuan ini berlaku sejak 1 April 2015. Pengecualian penggunaan rupiah bisa dilakukan terhadap transaksi tertentu.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
BI Keluarkan Aturan Kewajiban Penggunaan Rupiah
Hukumonline
Melonjaknya nilai tukar rupiah belakangan ini mendorong Bank Indonesia mewajibkan masyarakat untuk menggunakan mata uang rupiah dalam setiap transaksi di Indonesia. Sebagaimana dicantumkan dalam konsideran Peraturan BI No. 17/3/PBI/2015, penggunaan rupiah dalam setiap transaksi bisa menjadi kunci untuk mendukung tercapainya kestabilan nilai tukar rupiah. Hal itulah yang mendorong BI pada akhirnya menetapkan bahwa sejak 1 April, seluruh transaksi harus menggunakan rupiah.

Pengaturan tentang penggunaan mata uang rupiah itu sendiri sudah tercantum dalam UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Di dalam Pasal 23 ayat (1) diatur bahwa rupiah menjadi alat pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam transaksi keuangan di dalam negeri. Namun, ketentuan dalam UU itu mengecualikan adanya penerimaan rupiah dalam hal adanya keraguan atas keasliannya.

“Peraturan BI ini memang merupakan turunan dari undang-undang mata uang,” papar Pelaksana Tugas Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Eko Yulianto, Jumat (10/4).

Eko menuturkan, latar belakang dikeluarkannya PBI adalah untuk memastikan penggunaan rupiah dalam setiap transaksi yang terjadi di Indonesia. Pasalnya, pihaknya menengarai hingga kini masih banyak transaksi yang dilakukan dalam mata uang asing. Akibatnya, rupiah kian tertekan.

“Masih ada yang pakai valuta asing dan itu memberi tekanan pada rupiah,” jelasnya.

Di dalam Pasal 2 PBI diatur bahwa transaksi yang harus menggunakan rupiah adalah transaksi yang tujuannya untuk pembayaran, penyelesaian kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, maupun transaksi keuangan lainnya. Semua itu diperjelas secara eksplisit bahwa setiap transaksi yang harus menggunakan rupiah adalah dalam bentuk tunai maupun non-tunai. Hanya saja, PBI masih memberikan kelonggaran berupa pengecualian.

Pasal 4 menyebut, pengecualian penggunaan rupiah bisa dilakukan terhadap transaksi tertentu yang menjadi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara. Selain itu, penerimaan atau pemberian hibah dari dan ke luar negeri atau transaksi pembiayaan internasional juga boleh menggunakan mata uang asing. Simpanan di bank dalam bentuk valuta asing pun masih diperbolehkan.

“Hanya saja, penerimaan atau pemberian hibah dari dan ke luar negeri maupun transaksi pembiayaan internasional terbatas untuk kegiatan yang salah satu pihaknya berkedudukan di luar negeri,” jelas Eko.

Transaksi dalam bentuk valuta asing juga masih diperbolehkan. Hanya saja, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 transaksi itu terbatas untuk kegiatan-kegiatan yang ditentukan oleh undang-undang. Transaksi terbatas itu antara lain untuk kegiatan usaha dalam valuta asing yang dilakukan oleh bank. Transaksi lainnya adalah transaksi surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah dalam bentuk valuta asing di pasar perdana dan pasar sekunder.

Sementara itu, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara yang boleh menggunakan valuta asing berlaku untuk kegiatan yang tercantum dalam Pasal 6 PBI. Kegiatan itu adalah pembayaran utang luar negeri maupun utang dalam negeri yang menggunakan valuta asing. Belanja barang dan modal dari luar negeri pun boleh tidak menggunakan rupiah. Selain itu, ada pula pengecualian untuk penerimaan negara yang berasal dari penjualan surat utang negara dalam valuta asing.

“Bagi yang melanggar, ada sanksi yang cukup tegas yaitu pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta,” tambah Eko.

PBI ini berlaku per 1 April 2015. Namun, ada penyesuaian atau masa transisi untuk transaksi non tunai sampai 30 Juni untuk menyelesaikan perjanjian jika sudah disusun dalam valuta asing. Sementara itu, perjanjian tertulis yang dibuat sebelum taggal 1 Juli 2015 tetap berlaku sampai berakhirnya perjanjian tertulis tersebut.

Akan tetapi, perjanjian tertulis itu hanya berlaku untuk pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta asing dalam transaksi non-tunai. Selanjutnya, perpanjangan dan perubahan yang terjadi kemudian terhadap perjanjian itu harus tunduk pada PBI.

“BI melakukan pengawasan terhadap kepatuhan setiap pihak dalam melaksanakan kewajiban penggunaan rupiah ini,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait