Empat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Keuangan Siap Beroperasi
Berita

Empat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Keuangan Siap Beroperasi

Keempatnya berada di sektor perbankan, perusahaan penjaminan, perusahaan pembiayaan dan pegadaian serta modal ventura. Akan beroperasi awal 2016.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Kusumaningtuti S. Soetiono (kanan). Foto: Sgp
Kusumaningtuti S. Soetiono (kanan). Foto: Sgp
Empat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR) siap beroperasi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi saksi lahirnya empat LAPS dari sektor perbankan, penjaminan, pembiayaan dan pegadaian serta modal ventura.

LAPS dari sektor perbankan dan penjaminan didirikan pada hari ini, Selasa (28/4). Di sektor perbankan, lembaga ADR bernama Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI). Sedangkan di perusahaan penjaminan bernama Badan Arbitrase dan Mediasi Penjaminan Indonesia (BAMPI).

Sedangkan dua sektor lain, yakni perusahaan pembiayaan dan pegadaian serta perusahaan modal ventura, telah didirikan sejak beberapa waktu lalu. Untuk Perusahaan pembiayaan dan pegadaian bernama Badan Mediasi Pembiayaan dan Pegadaian Indonesia (BMPPI) yang lahir pada tanggal 10 April 2015.

Sedangkan di sektor modal ventura bernama Badan Arbitrase Ventura Indonesia (BAVI) yang didirikan pada 2 Oktober 2014 oleh empat perusahaan modal ventura. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Bahana Artha Ventura, PT Sarana Jatim Ventura, PT Astra Mitra Ventura dan PT Pertamina Dana Ventura.

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti S Setiono, mengatakan untuk LAPSPI didirikan oleh enam asosiasi di sektor perbankan. Keenam asosiasi tersebut adalah, Perbanas. Asbanda, Himbara, Perbarindo, Asbisindo dan Perbina. Sedangkan pendirian BAMPI diinisiasi oleh 16 perusahaan penjaminan.

Ia berharap lahirnya ADR untuk sektor perbankan dan penjaminan ini dapat melayani penyelesaian sengketa antara lembaga jasa keuangan dengan konsumen. Sedangkan OJK sendiri selaku regulator memiliki tugas menjadi pengawal agar penyelesaian sengketa di masing-masing sektor keuangan berjalan sesuai dengan koridor.

“Kami harapkan dukungan dari semua pihak, dan diharapkan semua pelaku industri menggunakan LAPS ini untuk menyelesaikan masalah dengan konsumen,” kata wanita yang disapa Tituk ini.

Menurutnya, keempat LAPS tersebut baru akan beroperasi pada Januari 2016. Lahirnya empat LAPS itu menjadikan total LAPS di lembaga jasa keuangan menjadi tujuh. Tiga LAPS lainnya yang telah ada adalah Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) dan Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP).

Ia mengatakan, kewajiban pendirian LAPS untuk seluruh sektor jasa keuangan merupakan amanat dari Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa atau Alternative Dispute Resolution di Sektor Jasa Keuangan. “Semoga LAPS ini berkontribusi penting bagi lembaga keuangan untuk ketahanan secara individual maupun stabilitas makro,” katanya.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Firdaus Djaelani, menambahkan keberadaan LAPS penting bagi konsumen dan industri keuangan dalam menyelesaikan sengketa. Dengan adanya LAPS, baik konsumen maupun industri tidak perlu berperkara di pengadilan karena sengketa yang ada bisa diselesaikan baik melalui mekanisme mediasi, ajudikasi maupun arbitrase.

Ia mengatakan, keputusan LAPS ini berlaku final bagi industri jasa keuangan. Sedangkan bagi konsumen,  tidak bersifat final. Jika konsumen merasa tidak puas dengan keputusan LAPS di masing-masing sektor, maka konsumen tersebut bisa melanjutkan sengketa ke ranah peradilan. “LAPS ini gratis atau tidak dipungut biaya,” katanya.

Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono mengatakan, lahirnya LAPS di masing-masing sektor jasa keuangan adalah untuk mengedepankan hak konsumen. Menurutnya, pengurus dari LAPS merupakan sosok yang independen. “Artinya, dia bukan orang yang aktif di bank maupun asosiasi,” katanya.

Independensi, lanjut Sigit, penting agar keputusan yang dihasilkan LAPS berujung pada keadilan dengan asas cepat dan murah. “Maka itu perlu adanya wadah yang dapat melakukan penyelesaian sengketa di internal lembaga jasa keuangan yang visible, mudah diakses, responsif, objektif dan murah,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait