Sejumlah profesor, dosen senior maupun junior terlihat asyik berdiskusi dan menggelar seminar seputar pembaharuan hukum perdata di Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali, sekira tiga pekan lalu.
Fakta bahwa hukum perdata di Indonesia masih mengacu pada aturan “usang” peninggalan zaman kolonial pun menjadi topik pembahasan mereka. Hukum privat di Indonesia pun dianggap sudah jauh ketinggalan perkembangannya dibandingkan dengan perkembangan manusia yang dasarnya merupakan subjek yang diaturnya.
Mereka adalah para pengajar hukum keperdataan yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan (APHK). Asosiasi yang resmi berdiri pada 4 September 2013 lalu ini memang punya cita-cita besar. Ingin mendorong agar dilakukannya pembaharuan hukum perdata nasional.
“Menjadi wadah profesi bagi para pengajar hukum keperdataan dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi untuk mendorong dilakukakannya pembaharuan hukum perdata nasional,”demikian bunyi visi APHK sebagaimana dikutip dari website resmi www.aphk.or.id.
Ketua Umum APHK Prof. Y. Sogar Simamora menceirtakan awal berdirinya wadah bagi para dosen keperdataan ini. Ia mengungkapkan ide pembentukan asosiasi ini muncul ketika para dosen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH UNAIR) sedang menyelenggarakan sebuah seminar.
“Di situ ada gagasan untuk membentuk asosiasi pengajar. Karena begini, kita melihat di cabang-cabang mata kuliah lain itu sudah banyak asosiasi dosen. Tapi kok hukum perdata yang mana dosennya paling banyak itu, kok justru ngga ada asosiasinya?” ujar Sogar Simamora.
Sekretaris APHK Dian Purnama Anugerah menambahkan dalam seminar itu, para guru besar di bidang hukum perdata, di antaranya Prof. Nindyo Pramono dan Prof. Rosa Agustina, memberikan usul agar segera dibentuk wadah khusus semacam organisasi untuk pengajar hukum keperdataan. “Kemudian gagasan itu kemudian oleh Prof. Isnaeni dan Prof. Sogar coba diwujudkan,” lanjutnya.