Satgas Bersama Menjadi Media Koordinasi Aparat Penegak Hukum
Berita

Satgas Bersama Menjadi Media Koordinasi Aparat Penegak Hukum

Bersifat ad hoc, hanya menangani kasus besar secara bersama.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Zulkifli Hasan. Foto: SGP
Zulkifli Hasan. Foto: SGP
Tiga lembaga penegak hukum resmi membentuk satuan tugas (Satgas) Bersama dalam rangka penanganan kasus korupsi terbilang rumit. Satgas tersebut diharapkan menjadi media koordinasi dan membangun sinergi antara Kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan. Dengan begitu, kerja pemberantasan korupsi diharapkan bakal jauh lebih maksimal. Hal ini disampaikan Ketua MPR, Zulkifli Hasan, di Gedung MPR, Selasa (5/5).

Khusus hubungan kelembagaan antara institusi kepolisian dengan KPK beberapa bulan terakhir memang sempat renggang. Berbagai peristiwa hukum menjadi bagian sejarah penegakan hukum yang bakal teringat di kepala masyarakat. Namun, dengan terbentuknya Satgas Bersama menjadi harapan agar hubungan antar ketiga lembaga penegak hukum menjadi harmonis.

“Oleh karena itu kita dukung kalau ada kerjasama  antar lembaga yang sinergi, bagus dan harmonis,” ujarnya.

Ketua DPR Setya Novanto punya pandangan serupa dengan Zulkifli Hasan. Menurutnya, keberadaan Satgas Bersama tidak berarti mengesampingkan tugas KPK dalam kerja pencegahan dan penindakan terhadap tindak pidana korupsi. Menurutnya, kerjasama dengan melalui Satgas Bersama menjadi media membangun hubungan kerja penegakan hukum menjadi lebih harmonis antar ketiga lembaga.

Lebih jauh politisi Partai Golkar itu berpandangan, keberadaan Satgas Bersama diharapkan tidak tumpang tindih dengan kerja pemberantasan korupsi di masing-masing lembaga. Ia berharap, dengan adanya Satgas Bersama dalam penanganan korupsi tidak saling unjuk kekuatan paling berwenangan dalam penanganan perkara korupsi.

“Sehingga semua tidak ada tumpang tinddih dan saling menyalahkan. Tetapi, ini suatu gebrakan yang baik, sehingga menjadi sistem aparat di bawahnya menjadi lebih baik. Masing-masing bisa bekerjasama secara baik,” imbuhnya.

Anggota Komisi III Masinton Pasaribu berpandangan, pembentukan Satgas Bersama mesti dilandasi dengan komunikasi antar lembaga penegak hukum. Dengan begitu, dalam penanganan perkara korupsi kategori rumit, dapat dicarikan solusi bersama. Setidaknya, penanganan korupsi tidak saling bertabrakan antara lembaga satu dengan lembaga penegak hukum lainnya.

“Misalnya, Kejaksaan agar tidak menangani kasus yang sama dengan polisi atau KPK,” katanya.

Masinton menilai, Satgas Bersama bersifat koordinasi dalam penanganan perkara korupsi, sehingga tidak terjadi tumpang tindih. Satgas Bersama, kata Masinton, mesti menjadi sarana saling memperkuat lembaga satu dengan lainnya dalam rangka pemberantasan korupsi. Bukan sebaliknya saling memperlemah.

“Kita harapkan nanti fungsi Satgas ini tidak saling melemahkan,” katanya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu lebih jauh berpendapat ketiga lembaga penegakan hukum memang diberikan kewenangan melakukan penyadapan. Apalagi lembaga antirasuah, kewenangan penyadapan diberikan melalui UU. Nah, kewenangan penyadapan itu pun diharapkan tidak saling memperlemah, justru saling memperkuat dalam pemberantasan korupsi.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiqurachman Ruqi mengatakan pembentukan Satgas bersama hanya akan menangani kasus korupsi yang dinilai rumit. Ia mengatakan kasus korupsi akan dipilah yang dianggap rumit untuk ditangani. Makanya diperlukan kerja bersama antar lembaga penegak hukum.

“Kasusnya akan dipilih kasus yang dianggap rumit, complicated dan diprediksi akan banyak mengalami hambatan teknis dan nonteknis yang memerlukan terobosan dan kerja bareng,” ujarnya.

Pada Senin (4/5), Plt Pimpinan KPK Taufiequrachman Ruki dan Johan Budi SP, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti serta Jaksa Agung HM Prasetyo bertemu di Kejaksaan Agung untuk membicarakan satgas bersama yang menangani kasus tindak pidana korupsi. Pertemuan itu selanjutnya akan rutin dilakukan. Rapat koordinasi akan digelar bergilir mulai dari Kejaksaan Agung, KPK, dan Mabes Polri.

"Satgas ini bersifat ad hoc. Hanya untuk menangani sebuah kasus secara bersama-sama, sesudah kasus itu diserahkan ke pengadilam maka dianggap selesai dan satgasnya juga bubar," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait