Kebanyakan Corporate Counsel di Indonesia Perempuan
Berita

Kebanyakan Corporate Counsel di Indonesia Perempuan

Ketimbang corporate lawyer, in house counsel dinilai lebih cocok bagi perempuan.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Sejumlah corporate counsel perempuan dalam sebuah acara pelatihan yang diselenggarakan Hukumonline. Foto: Divisi Project HOL
Sejumlah corporate counsel perempuan dalam sebuah acara pelatihan yang diselenggarakan Hukumonline. Foto: Divisi Project HOL
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kehidupan lawyer di law firm sangat keras. Sehari-hari, tumpukan tugas yang harus diselesaikan menuntut konsentrasi penuh. Belum lagi tenggat waktu yang merenggut sebagian besar jam untuk keluarga maupun beristirahat. Sebab, tak jarang para corporate lawyer harus berlama-lama menghabiskan waktunya di kantor.

Keadaan demikian menjadi tantangan tersendiri bagi seorang perempuan yang secara sosial-budaya masih terlekati kewajiban domestik. Dalam tradisi di Indonesia, sekeras-kerasnya perempuan mengejar karir ia juga diharuskan untuk mampu mengurus keluarga secara baik. Tentu saja, hal ini membuat para corporate lawyer perempuan harus berjuang lebih keras menyelesaikan tugas-tugas di kantor dan di rumah.

Angela Hertiningtyas, Indonesia Counsel Proctor & Gable mengakui menjadi in house counsel di sebuah perusahaan lebih cocok bagi dirinya sebagai seorang perempuan. Ia menuturkan, berbeda dengan situasi kerja di sebuah Law Firm, jam kerja seorang in house counsel lebih terstruktur dan terukur. Baginya, hal ini sangat menguntungkan dalam membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga.

Belum lagi, sistem work from home juga berlaku bagi in house counsel yang merupakan karyawan sebuah perusahaan. Hal ini menurut Angela, menjadi keuntungan tersendiri bagi perempuan yang sudah berkeluarga. Ia mengatakan, sistem kerja semacam itu sangat bermanfaat baginya dalam menyeimbangkan urusan pekerjaan dengan mengurus rumah tangga.

“Sebenarnya, menjadi corporate lawyer ataupun in house counsel itu pilihan pribadi masing-masing orang, ya. Tapi buat saya, bekerja sebagai seorang in house counsel membuat saya bisa mengatur waktu lebih baik,” aku Angela dalam sebuah talk show pada Indonesia In House Summit di Jakarta, Selasa (12/5).

Lebih lanjut Angela menuturkan, pada dasarnya tantangan menjadi in house counsel pun tetap ada. Ia menyanggah asumsi yang mencuat selama ini bahwa situasi kerja di perusahaan cenderung datar dan membosankan. Justru, menurutnya peranan in house counsel tak kalah menantang jika dibandingkan dengan corporate lawyer yang bergabung di law firm.

Ia mengungkapkan, in house counsel sebuah perusahaan harus berhadapan dengan banyak klien. Ia menyebut, divisi lain di perusahaan tersebut merupakan kliennya. Menurut Angela, latar belakang yang berbeda membuat pertanyaan dan pendalaman dari kliennya beragam.

“Saya jadi belajar juga dari banyak aspek. Jadi, siapa bilang in house counsel itu membosankan?” ujarnya.

Ketua Indonesian Corporate Counsel Association, Reza Topobroto, mengakui bahwa kebanyakan corporate counsel yang menjadi anggota organisasinya memang perempuan. Ia mengatakan, jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki. Bahkan secara statistik Reza menyebut, jumlah perempuan yang menjadi corporate counsel ada sekitar 65% dari keseluruhan.

Hanya saja, Reza menilai ada pula kendala yang dihadapi oleh corporate counsel perempuan. Meskipun jumlahnya tak terlalu banyak, ia mengatakan ada saja corporate counsel perempuan yang pada akhirnya tak meneruskan karirnya. Reza menuturkan ada beberapa alasan, namun kebanyakan tak terkait langsung dengan persoalan keluarga.

“Biasanya bukan hanya kendala mengurus rumah tangga. Anggota perempuan kami kebanyakan tidak lagi menjadi anggota karena pindah ke NGO atau ada juga yang berkarir di law firm,” paparnya.
Tags:

Berita Terkait