Pembaruan Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Implikasinya Bagi Akses Terhadap Pembiayaan Indonesia
Kolom

Pembaruan Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Implikasinya Bagi Akses Terhadap Pembiayaan Indonesia

Praktik terbaik di negara maju telah menempatkan jaminan benda bergerak sebagai instrumen penting untuk memperoleh pembiayaan dengan biaya yang kompetitif.

Bacaan 2 Menit
Foto: Koleksi Pribadi
Foto: Koleksi Pribadi
Sekilas Jaminan Fidusia di Indonesia
Tidak banyak diskusi diatribusikan terhadap perkembangan instrumen Jaminan Fidusia. Berangkat dari preseden yang didasarkan kepada putusan Hoge Raad Belanda pada awal abad 20 yang dikenal sebagai Bier Brouweij Arrest yang kemudian diakui aplikasinya dalam sistem hukum Indonesia melalui beberapa yurisprudensi seperti putusan Mahkamah Agung No. 372 K/Sip/1970 BNI cabang Semarang vs. Lo Ding Siang, serta putusan Mahkamah Agung No. 1500K/ Sip/1978 BNI 1946 melawan Fa Megaria, jaminan Fidusia memperoleh kerangka hukum formal melalui UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Berdasarkan UUJF, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan kantor-kantor wilayahnya ditunjuk sebagai Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) yang menerima pendaftaran jaminan Fidusia di wilayah Republik Indonesia, dimana setiap kantor wilayah berwenang untuk melakukan pendaftaran yang dibuat di wilayah hukumnya.

Satu dekade pertama perjalanan Fidusia berdasarkan UUJF, diwarnai oleh berbagai kekurangan. Penanganan pendaftaran manual yang tersebar pada tidak kurang dari 30 kantor pendaftaran dan kantor-kantor pembantunya mengakibatkan pendaftaran Fidusia sulit untuk dilakukan secara efektif dan efisien. Bahkan KPF sendiri sulit untuk memenuhi standar yang diamanatkan oleh UUJF. Pasal 14 menentukan bahwa KPF menerbitkan dan menyerahkan (sertifikat Fidusia) kepada Penerima Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Nyatanya, sulit untuk menjamin hak prioritas kreditor, mengingat pada masa itu penerbitan sertifikat bisa memakan waktu mingguan sampai bulanan. Selain itu, persoalan apakah terhadap objek yang sama pernah dijaminkan kepada pihak lain juga merupakan hal yang sulit untuk diverifikasi, mengingat ketiadaan data pendaftaran Fidusia terpusat.

Belum lagi konstruksi aturan pelaksanaan Fidusia yang berdasarkan Pasal 25 UUJF mengharuskan penghapusan hutang yang dijamin dengan Fidusia dengan cara pemberitahuan kepada KPF, yang kemudian diimplementasikan dengan prosedur Permohonan pencabutan Fidusia. Bahkan sejak tahun 2009 berdasarkan PP Nomor 38 Tahun 2009, pencabutan Fidusia adalah juga objek pungutan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), mengingat pungutan yang dikenakan dan tidak ada sanksi apapun bagi penerima Fidusia yang tidak melakukan pencabutan. Tidaklah mengherankan, apabila studi singkat yang pernah dilakukan Kelompok Bank Dunia-IFC terhadap tingkat kepatuhan pencabutan Fidusia pada pendaftaran jaminan Fidusia konvensional sebelum Fidusia online berlaku hanya berkisar di bawah 10%. Padahal Buku Daftar Fidusia sebagai register publik, idealnya memiliki data akurat tentang kapan pembebanan Fidusia terjadi, dan kapan berakhirnya pembebanan tersebut. Aneh, apabila pada daftar Fidusia pendaftaran masih tercatat sebagai aktif, namun pada kenyataannya transaksi utang piutangnya sudah dilunasi.

Tidaklah mengherankan apabila akhirnya pemanfaatan Fidusia juga tidak optimal, kepatuhan pelaku usaha untuk mendaftarkan jaminan Fidusia juga rendah, tidak jarang kreditor meskipun memungut biaya pendaftaran Fidusia, baru melakukan pendaftaran apabila debitor sudah memasuki tahap tidak kooperatif dan menunggak pembayaran.

Buku Daftar Fidusia juga tidak populer dipakai masyarakat sebagai referensi untuk melihat status pembebanan jaminan terhadap suatu barang. Karena selain penelusuran informasinya tidak mudah, tidak ada jaminan pula bahwa pendaftaran yang tercatat masih merupakan jaminan yang masih aktif, mengingat rendahnya kepatuhan untuk melakukan pencoretan pendaftaran. Pihak yang membutuhkan informasi harus memeriksa lebih jauh kepada penerima/ pemberi Fidusia, apakah utang yang dijamin masih ada atau sudah dilunasi pembayarannya.

Pembaruan Fidusia
Belakangan pendaftaran jaminan Fidusia mulai menggeliat ketika pada Oktober 2012 Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menkeu nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Beleid ini intinya mewajibkan semua Lembaga Pembiayaan Non Bank dalam pembiayaan kendaraan bermotor untuk mendaftarkan jaminan Fidusia yang telah mereka pungut biayanya ke KPF paling lama 30 hari sejak perjanjian dengan konsekuensi larangan untuk melakukan eksekusi dalam hal kegagalan bayar (default) dan pencabutan izin operasi lembaga keuangan tersebut.

Kebijakan ini telah berbuntut kepada lonjakan jumlah pendaftaran Fidusia sampai tiga kali lipat pada Kantor-kantor pendaftaran Fidusia. Terjadi tunggakan pendaftaran Fidusia luar biasa pada kantor-kantor pendaftaran Fidusia sepanjang kuartal akhir tahun 2012. Karena perusahaan pembiayaan yang selama ini mengabaikan kewajiban pendaftaran dipaksa untuk melakukan pendaftaran.  Situasi ini berlangsung sampai Februari 2013, ketika Kementerian Hukum dan HAM akhirnya meluncurkan pendaftaran Fidusia secara online sebagai pengganti sistem manual.

Melalui Permenkumham 8/2013 tentang Pendelegasian Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusia Secara Elektronik, Permenkumham 9/2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik, Permenkumham 10/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik dan SE Dirjen AHU No AHU-06.OT.03.01 Tahun 2013 ttg Operasionalisasi Sistem Pendaftaran Fidusia Elektronik (online) pendaftaran Fidusia telah sepenuhnya dilakukan secara online, dan menutup lembaran pendaftaran Fidusia manual ke dalam khazanah sejarah. Pasca Fidusia Online, waktu yang diperlukan untuk melakukan pendaftaran Fidusia dipotong menjadi hanya 7 menit.

Selanjutnya, Kemenkumham terus melakukan penyempurnaan. Kuartal pertama 2015 pemerintah telah mengesahkan PP 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia yang merubah PP 86 Tahun 2000. Pemerintah juga telah mengatur kembali Tarif PNBP Fidusia melalui PP Nomor 10 Tahun 2015 yang antara lain menghapuskan PNBP bagi pencabutan pendaftaran, yang diharapkan mendorong kepatuhan pemberi Fidusia untuk melakukan pencabutan.

Selain itu, fasilitas Fidusia Online sendiri telah menjalani setidaknya satu kali penyempurnaan. Pada September 2014 dalam kerangka AHU online, sistem Fidusia Online baru yang memuat informasi lebih komprehensif diluncurkan oleh Ditjen AHU Kemenkumham. Sistem Fidusia Online yang dimutakhirkan tersebut memuat lebih banyak informasi dan memungkinkan dilakukannya penelusuran informasi sederhana terhadap database Fidusia.

Kontribusi Bagi Pembangunan
Menarik untuk dilihat sejauh mana makna reformasi jaminan Fidusia dan kontribusinya bagi keseluruhan ekonomi RI. Praktik terbaik di negara maju telah menempatkan jaminan benda bergerak sebagai instrumen penting untuk memperoleh pembiayaan dengan biaya yang kompetitif, utamanya karena makin beragamnya bentuk jaminan yang dapat ditawarkan, tidak terbatas hanya kepada benda tidak bergerak sebagai jaminan konvensional. Bahkan di Amerika Serikat, pembiayaan yang dijamin dengan benda bergerak mencapai 70% dari total pembiayaan usaha kecil (Secured Transactions Systems and Collateral Registries, World Bank Group 2010). Tanpa akses pembiayaan yang mudah dan murah maka sulit bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk tumbuh berkembang dan berkontribusi kepada keseluruhan ekonomi nasional.

Memasuki tahun kedua implementasi Fidusia online di Indonesia, masih sedikit yang kita ketahui tentang manfaat yang diberikan oleh Fidusia dan kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Sampai Desember 2014 tercatat tidak kurang dari 12.460.700 pendaftaran diterima Fidusia Online dengan rata-rata 650,000 pendaftaran tiap bulannya dan pendaftaran per bulan tertinggi tercatat 966,000 pendaftaran. Selain itu kontribusi Pendapatan negara Bukan Pajak (PNBP) yang diterima dari pendaftaran Fidusia juga melonjak sampai Rp600 miliar setahunnya.

Bukan jumlah yang sedikit, namun apakah berarti instrumen Fidusia sudah memainkan peran yang signifikan bagi akses kepada pembiayaan, khususnya sektor UMKM? Kelihatannya masih yang harus dilakukan, mayoritas pendaftaran Fidusia saat ini didominasi oleh pembiayaan kendaraan bermotor, yang notabene adalah kredit konsumtif yang kontribusinya terhadap UMKM tidak terlalu signifikan. Padahal berdasarkan Market Study on Movable Asset-Based Financing to Small and Medium Enterprises in Indonesia yang dilakukan oleh Kelompok Bank Dunia-IFC pada awal 2014, sektor UMKM RI masih membutuhkan modal setidaknya 3,826.5 triliun dari total kebutuhan modal kerja mereka. Pada survey yang sama, diketahui bahwa 83,7% kreditor memilih kendaraan bermotor sebagai jaminan dengan Loan To Value Ratio 50-80%, relatif setara dengan preferensi terhadap jaminan benda tidak bergerak yang juga tercatat 83,7% dengan Loan To Value Ratio 75% - 80%.

Preferensi kreditor yang terbatas pada kendaraan bermotor menunjukkan bahwa potensi yang dapat digali dari Fidusia masih sangat luas. UUJF sejak awal telah mendefinisikan objek jaminan dengan perspektif yang sangat luas, meliputi segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek. Lebih jauh lagi, UUJF juga memungkinkan Fidusia dibebankan kepada persediaan yang jumlahnya berfluktuasi dan hasil penjualan dari persediaan tersebut.

Dalam skenario yang ideal, UUJF memungkinkan pelaku usaha untuk memanfaatkan nyaris semua aset benda bergeraknya sebagai jaminan untuk memperoleh pendanaan, tidak terbatas kepada kendaraan bermotor. Hal ini akan sangat membantu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang yang umumnya tidak memiliki tanah dan/atau bangunan untuk dijaminkan kepada kreditur. Jaminan Fidusia sebagai instrumen pendaftaran jaminan benda bergerak akan sangat vital perannya dalam mengisi kebutuhan ini, dan diperkirakan akan makin mendorong pertumbuhan pendanaan berbasis jaminan benda bergerak.

Arah Pembaruan Fidusia ke Depan
Sistem jaminan benda bergerak yang efektif akan makin penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsekuensinya, implementasi rezim hukum jaminan Fidusia berikut kebijakan pendukungnya harus terus dikembangkan. Setidaknya untuk ada dua alasan. Pertama, potensi kontribusi UMKM yang memang signifikan terhadap perekonomian RI dan akan terus makin besar ke depannya, Data Kementerian Koperasi dan UKM menyatakan bahwa output UMKM berkontribusi sampai 57.12 % dari Produk Domestik Bruto Indonesia, dengan jumlah yang stabil sejak tahun 2006 (sekitar 58 %). Tentunya rezim hukum jaminan benda bergerak akan makin memegang peranan penting dalam mendorong pertumbuhan sektor UMKM ke depannya, mengingat kemampuan pemerintah untuk melaksanakan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR), sebagai mekanisme kredit tanpa jaminan bagi UMKM sangat terbatas. Lagipula, KUR sendiri secara konsep bukan merupakan model yang ideal, karena justru berpotensi menghambat kemandirian UMKM itu sendiri.

Kedua, Fidusia juga makin penting, karena otoritas perbankan juga terus mendorong porsi pendanaan UMKM yang lebih besar. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/35/DPAU tenggal 29 Agustus 2013 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Bank Umum diwajibkan untuk untuk memenuhi rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan sebesar minimum 20% pada tahun 2018, dengan kewajiban pemenuhan rasio dimulai bertahap pada minimum 5% sejak tahun 2015.

Ketiga, fakta bahwa ketersediaan kerangka hukum jaminan benda bergerak yang baik akan mempengaruhi peringkat kemudahan berusaha suatu negara. Dalam survey tahunan Kemudahan Berusaha (ease of Doing Business) yang diselenggarakan Kelompok Bank Dunia, aspek kemudahan untuk memperoleh pinjaman (Getting Credit) adalah salah satu dari 10 parameter ukuran kemudahan berusaha di 189 negara yang di survei. Salah satu parameter yang menjadi ukuran kemudahan berusaha tersebut adalah indikator Kemudahan Memperoleh Kredit, yang mencakup antara lain, aspek Indeks Kekuatan Hak Hukum (strength of legal rights index). Aspek Indeks Kekuatan Hak Hukum  mengkaji sejauh mana sistem hukum jaminan benda bergerak yang ada di suatu negara memfasilitasi praktek pemberian pinjaman oleh lembaga keuangan perbankan kepada para pelaku usaha.

Peluncuran Fidusia Online merupakan langkah konkret pembaruan yang akan memberi kontribusi positif terhadap penguatan sistem jaminan benda bergerak Indonesia. Namun tidak dapat dipungkiri, masih diperlukan rangkaian kebijakan lanjutan untuk menyempurnakan posisi Fidusia Online sesuai potensinya, khususnya meninjau ulang mekanisme yang kurang sesuai dengan preferensi pasar. Hal ini penting mengingat prosedur pada pendaftaran jaminan Fidusia bukanlah merupakan prosedur yang bersifat wajib (compulsory). Hal ini terbukti dari riwayat rendahnya kepatuhan pendaftaran dan pencabutan pendaftaran Fidusia. Harus ada kebijakan pendukung yang mampu menunjang kepatuhan itu.

Fidusia akan optimal apabila pasar memanfaatkan sepenuhnya sistem pendaftaran jaminan Fidusia sebagai alat bantu pengambilan keputusan bisnis. Suatu buku daftar Fidusia yang tidak bisa secara akurat menyajikan data pendaftaran (termasuk yang telah berakhir), sebagai akibat rendahnya kepatuhan pendaftaran maupun pencabutan pendaftaran Fidusia misalnya, bukan insentif yang baik untuk mendorong masyarakat untuk menggunakannya.

Beberapa negara seperti Australia, Selandia Baru, Kanada, menggunakan sistem dimana pendaftaran jaminan benda bergerak dilakukan berdasarkan jangka waktu yang diinginkan, dengan tarif pendaftaran yang ditentukan berdasarkan jangka waktu yang dipilih pendaftar. Australian Financial Service Authority (AFSA) yang memiliki otoritas atas Personal Property Security Registry (PPSR) di Australia menerima pendaftaran jaminan benda bergerak berdasarkan jangka waktu yang dipilih di awal, misalnya 0 sampai 7 tahun, 7 sampai 25 tahun, dan diatas itu, sehingga pendaftaran akan berakhir otomatis sesuai permohonan pada saat mendaftar tanpa perlu dilakukan permohonan.

Masih banyak hal yang perlu dipertimbangkan, tentunya perlu kebijakan yang terintegrasi antara otoritas pada sektor hukum dengan otoritas pada sektor keuangan/pembiayaan untuk mendorong implementasi dan pemanfaatan Fidusia. Mengingat saat ini, otoritas ekonomi dan  perdagangan termasuk pembiayaan, berada pada jalur yang berbeda dengan otoritas hukum yang mengelola pendaftaran Fidusia. Selain lembaga-lembaga yang telah disebut diatas, maka perlu juga keterlibatan lembaga-lembaga lain seperti Otoritas Jasa Keuangan sebagai otoritas pengawas Bank dan Kreditur Non Perbankan, bank Sentral, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, untuk mengkapitalisasi apa yang sudah dirintis oleh Kementerian Hukum dan HAM dengan jaminan Fidusianya.

Sekali lagi potensi Fidusia perlu dipahami lebih dari sekedar instrumen untuk mendaftarkan jaminan kendaraan bermotor, namun sebagai alat untuk mendukung akses kepada pendanaan secara komprehensif. Penting juga dilakukan edukasi terhadap pengambil kebijakan, tidak hanya di sektor hukum, namun juga di sektor keuangan/pembiayaan dan juga sektor penguatan UMKM, supaya potensi optimal Fidusia dapat dicapai dan pada gilirannya menciptakan kepercayaan publik terhadap instrumen Fidusia.

* Peneliti/Salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)
Tags:

Berita Terkait