Syarat Calon Independen Memberatkan
Berita

Syarat Calon Independen Memberatkan

Menganggap syarat calon independen memberatkan, sejumlah aktivis gugat UU Pemda 2015.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Syarat Calon Independen Memberatkan
Hukumonline
Aturan syarat prosentase dukungan calon kepala daerah dari jalur independen akhirnya dipersoalkan melalui uji materi Pasal 42 ayat (1), (2) UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Beleid yang menaikkan syarat dukungan sebesar 3,5 persen dari jumlah penduduk itu dibandingkan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah dianggap memberatkan calon independen.

Pemohonnya, terdiri dari Fadjroel Rachman, Saut Mangatas Sinaga, dan Victor Santoso Tandiasa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) yang berniat mencalonkan diri sebagai calon independen di provinsi Kalimantan  Selatan. “Kenaikan persyaratan jumlah dukungan sebesar 3,5 persen memberatkan calon independen,” ujar salah satu pemohon, Fadjroel Rahman dalam sidang perdana di gedung MK, Selasa (26/5).

Pasal 42 ayat (1) UU Pilkada menyebutkan a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 10 persen; b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 jiwa sampai dengan 6.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 8,5 persen.

Sebelumnya, dalam Pasal 59 ayat (2a) UU Pemda menyebutkan a. provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5 persen; b. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000  sampai dengan 6.000.000 jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 5 persen.

Dijelaskan Fadjroel, permohonan ini juga terkait dengan hak untuk dipilih bagi warga negara lain yang hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Soalnya, UU Pilkada yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat beberapa waktu lalu, terjadi kenaikan syarat dukungan rata-rata sebesar 3,5 dari syarat dukungan sebelumnya yang termuat dalam UU Pemda.“Ini bukan soal saya saja, tapi semua orang di Indonesia yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah,” ujar Fadjroel.

Ketentuan tersebut, kata dia, sangat memberatkan bagi calon kepala daerah dari jalur independen alias nonpartisan. Ketika ketentuan tersebut disimulasikan di Kalimantan Selatan dengan jumlah penduduk sekitar 4 juta penduduk, setidaknya calon independen harus mengantongi syarat dukungan sekitar 8,5 persen atau 350 ribu orang. Menurutnya, ketentuan syarat dukungan itu bentuk perlakuan diskriminasi khususnya bagi calon independen. Soalnya, berbeda dengan calon kepala daerah dari partai politik atau gabungan partai politik, syarat pencalonan kepala daerah harus mendapat dukungan 20 persen perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Ketentuan itu juga dinilai akan mengebiri calon independen untuk turut serta dalam penguatan demokrasi melalui Pilkada. Untuk itu, agar terjamin kesetaraan dan persamaan, para pemoon meminta penentuan besaran prosentase calon kepala daerah independen seharusnya didasarkan pada jumlah suara sah, bukan didasarkan pada jumlah penduduk.

Anggota majelis, Patrialis Akbar, meminta agar legal standing para pemohon diperjelas apakah sebagai badan hukum atau perseorangan. Terutama, legal standing para pemohon dijelaskan posisinya dalam GNCI. Misalnya, Fadjroel sebagai Ketua Umum GNCI, pemohon lainnya sebagai pengurus lain dan GNCI. “Posisi GNCI lebih diperjelas sebagai organisasi yang memang fokus dalam bidang calon independen atau seperti apa?” kata Patrialis mempertanyakan.

Lalu, Patrialis mempertanyakan petitum permohonan yang meminta syarat dukungan didasarkan perolehan suara sah. “Kalau para pemohon tidak ingin menggunakan syarat dukungan dari jumlah penduduk seharusnya dijelaskan didasarkan pada perolehan suara sah pilkada yang dilaksanakan kapan waktunya. Ini yang belum terlihat dalam posita permohonan,” kritiknya.
Tags:

Berita Terkait