Lambannya Proses Legislasi di DPR dan Pemerintah
Berita

Lambannya Proses Legislasi di DPR dan Pemerintah

Dengan menerbitkan Inpres percepatan legislasi, diharapkan proses legislasi mulai dapat berjalan.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: Basuki
Ilustrasi: Basuki
Lambannya proses penyusunan dan pembahasan RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2015 bukan semata persoalan di DPR, namun persoalan juga berada di internal pemerintah. Dalam rangka mempercepat proses penyusunan legislasi, pemerintah diminta menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) percepatan proses penyusunan legislasi.

“Sehingga kalau sudah diproses secepatnya pemerintah keluarkan Inpres, sehingga pelaksanaan legislasi dipercepat,” ujar Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto, di Gedung DPR, Selasa (26/5).

Pemerintah memang mengusulkan berberapa RUU ke DPR. Namun, hingga kini belum juga diserahkan naskah akademik beserta draf RUU. Persoalan lambannya pemerintah berdampak pada perlambatan pembahasan RUU di DPR. Sementara DPR pun mengalami persoalan terkait dengan banyaknya waktu reses sebanyak lima kali dalam setahun, meskipun jumlah reses diatur dalam UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

Ia berharap agar pemerintah segera memberikan draf sejumlah RUU usulan pemerintah yang masuk dalam Prolegnas prioritas. Menurutnya, DPR telah berkoordinasi dengan presiden terkait dengan molornya legislasi. “Usul pemerintah ini secepatnya kita sampaikan agar RUU cepat dibahas,” ujar politisi Demokrat ini.

Anggota Komisi XI Ade Komarudin menambahkan, lambannya proses legislasi berada di DPR dan pemerintah. Namun DPR tetap bersikukuh menunggu pemerintah agar secepatnya memberikan naskah akademik beserta draf RUU usulan pemerintah. Ia mengatakan, di komisi tempatnya bernaung banyak RUU yang akan dibahas. Makanya, perlu segera dilayangkan pemerintah ke DPR agar terlebih dahulu dilakukan harmonisasi.

“Apakah RUU Jaring Pengamanan Sistem Keuangan, RUU Bank Indonesia, RUU Perbankan, itu kan saling terkait,” ujarnya.

Ketua Fraksi Golkar itu menilai, Badan Legislasi yang melakukan harmonisasi amatlah bergantung dengan pemerintah. Persoalan banyaknya reses di DPR perlu dilakukan evaluasi. Menurutnya, meski lima kali reses dalam setahun, namun waktunya perlu diperpendek. Misalnya, satu kali masa reses cukup dibutuhkan satu pekan.

Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman berpandangan, cukup banyak UU yang mesti direvisi oleh komisinya terkait penegak hukum. Lagi-lagi, pemerintah tak juga kunjung memberikan draf RUU. Menurutnya, secara normatif DPR sebagai lembaga legislasi. Namun, pihak yang mesti mengajukan RUU adalah pemerintah, bukanlah DPR.

“Secara politik adalah pemerintah yang harus mengajukan RUU, karena yang mengetahui kondisi, politik, da kebijakan. Visi misi presiden setelah dilantik harus dituangkan dalam UU,” ujarnya.

Benny menunjuk RKUHP yang belum juga diserahkan drafnya oleh pemerintah. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna H Laoly, di lain kesempatan mengutarakan draf RKUHP berada di Setneg. Hanya saja hingga kini Komisi III yang menanti draf tersebut tak juga menerima.

“Saya belum melihat arah politik hukum nasional di pemerintahan Jokowi,” imbuh politisi Demokrat itu.

Sebelumnya, Wakil Ketua Baleg Firman Subagyo, menuturkan keprihatinannya dengan belum adanya pembahasan RUU di tingkat komisi maupun panja. Padahal, DPR sudah memasuki masa sidang ke IV. Hal ini menunjukan seolah anggota dewan tidak bekerja terkait dengan legislasi.“Saya beberapa hari lalu sudah di Badan Musyawarah (Bamus) sudah sampaikan keprihatinan kami,” katanya.

Menurutnya, dalam rapat Bamus tersebut, seluruh fraksi telah menyepakati ditetapkannya hari legislasi. Selain itu, juga mengurangi hari reses yang dalam setahun menjadi lima kali masa reses. Ia pun menilai dengan penetapan hari legislasi dimungkinkan dengan membuat aturan khusus, namun masih dalam kajian di Baleg.

“Kita cek dulu apa perlu peraturan khusus untuk tetapkan hari legislasi,” ujar politisi Golkar itu.

Wakil Ketua Baleg lainnya Saan Mustafa menambahkan, dari 37 RUU prioritas terdapat 11 RUU yang masuk ke tahap tingkat pertama. Sedangkan yang menunggu surat presiden terdapat 3 RUU. Sedangan 3 RUU lainnya masuk dalam tahap harmonisasi. Dengan begitu, total sebanyak 17 RUU yang draf naskah akademiknya siap dibahas. Ia berharap Baleg dan masing-masing komisi bekerja cepat dalam legislasi.

“Sehingga di masa sidang berikutnya sudah ada laporan yang diselesaikan,” pungkas politisi Demokrat itu.
Tags:

Berita Terkait