“Target tahun ini bisa dimasukkan di parpur (paripurna, red),” katanya seusai RDP dengan Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) di Komplek Parlemen di Jakarta, Rabu (27/5).
Jon menuturkan, DPR banyak menerima masukan dari Perbanas. Salah satunya mengenai jenis perbankan yang dapat beroperasi. Setidaknya, RUU Perbankan membedakan antara yakni bank umum dan bank khusus serta Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
“Ada usulan agar ada perlakuan di bank khusus, bisa dimasukan BPR, bank infrastruktur mungkin untuk pembangunan, pertanian, bank umum dan khusus. Tujuannya agar BPR ini diberi porsi khusus,” kata Jon.
Masukan lainnya berkaitan dengan porsi kepemilikan asing. Sayangnya, Jon tidak menjelaskan secara rinci berapa batasan kepemilikan asing tersebut. Mengenai substansi ini, ia mengaku masih menerima masukan dari pihak-pihak lain. Menurutnya, yang terpenting dari persoalan ini adanya manfaat yang dirasakan masyarakat.
Mengenai pembentukan bank khusus yang fokus pada sektor-sektor tertentu ini memang telah digaungkan Perbanas sejak lama. Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono percaya, keberadaan perbankan khusus dapat mendorong pemerataan pembiayaan di berbagai sektor yang ada di tanah air.
Sigit mengatakan, saat ini dalam struktur perbankan sudah ada bank-bank khusus seperti bank syariah, BPR, Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Tabungan Negara (BTN). Sayangnya, peraturan perbankan memberikan peluang lebih besar pada universal bank. Akibatnya, ciri-ciri khusus pada bank menjadi hilang.
Sigit menilai design universal bank sudah tak cocok lagi bagi perekonomian Indonesia yang majemuk. Terlebih, masih ada ketimpangan yang besar di antar daerah maupun antar sektor ekonomi. Atas dasar itu, perbankan Indonesia perlu diarahkan untuk membiayai sektor khusus, seperti sektor produksi sehingga dapat memberikan sumbangsih perekonomian yang baik dengan melayani segmen usaha mikro dan kegiatan usaha tertentu.
Menurut Sigit, adanya perbankan khusus diharapkan bisa memaksimalkan industri perbankan Indonesia. Karena pendanaan pada sektor tertentu menumbuhkan perekonomian yang merata. "Perbankan perlu diarahkan untuk membiayai sektor produksi, bukan konsumsi," katanya.
Sebelumnya, RUU Perbankan merupakan satu dari dua RUU yang diinginkan Ketua DPR Setya Novanto untuk bisa dikebut pembahasannya. Tujuan pembahasan yang cepat adalah untuk mendorong penerimaan negara yang lebih besar lagi. Selain RUU Perbankan, RUU yang diharapkan pembahasannya bisa dipercepat adalah RUU Perubahan Atas UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Menurut Setya, RUU Perbankan diperlukan untuk mempercepat terbentuknya arsitektur perbankan nasional yang lebih handal dan kompetitif. Ia percaya hasil pembahasan RUU KUP dan RUU Perbankan dapat menunjang stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.