Perdalam Pasar Valas, BI Revisi Tiga Aturan
Berita

Perdalam Pasar Valas, BI Revisi Tiga Aturan

Revisi tersebut mulai dari definisi hingga penghapusan persyaratan jangka waktu minimum transaksi derivatif.

Oleh:
FAT/ANT
Bacaan 2 Menit
Bank Indonesia. Foto: SGP
Bank Indonesia. Foto: SGP
Pada awal Juni 2015, Bank Indonesia (BI) merevisi tiga peraturan. Ketiga peraturan tersebut adalah Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik, PBI No. 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Asing, dan PBI No. 5/13/PBI/2003 tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum.

Dalam siaran pers yang tertuang di website BI, dikemukakan bahwa tujuan revisi ketiga aturan tersebut untuk mempercepat pendalaman pasar valuta asing (valas) domestik. Seperti, ketersediaan likuiditas yang memadai, kemudahan dalam pelaksanaan transaksi, harga yang wajar, dan risiko yang minimal guna menjaga stabilitas perekonomian.

Bukan hanya itu, revisi ketiga peraturan tersebut juga bertujuan untuk mendukung pelaku ekonomi melakukan transaksi lindung nilai (hedging). Harapannya, agar mitigasi risiko dan likuiditas valas tetap tercapai dalam kegiatan ekonomi tersebut. Sejumlah substansi akan diubah dalam revisi ini.

Misalnya dalam PBI tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik. Dalam revisi PBI tersebut, definisi transaksi derivatif akan diperluas. Sebagaimana diketahui, dalam PBI tersebut, transaksi derivatif hanya meliputi bentuk forward, swap, dan option. Dengan adanya ketentuan ini maka transaksi derivatif mencakup pula cross currency swap (CCS) atau kesepakatan antara dua pihak untuk melakukan pertukaran dana beserta bunganya dalam mata uang yang berbeda.

Perubahan lainnya dalam PBI ini adalah adanya penambahan underlying yang diatur dalam transaksi valas terhadap Rupiah, yaitu tercakupnya perkiraan pendapatan (income estimation) dan perkiraan biaya (expense estimation) kegiatan perdagangan dan investasi dalam underlying transaksi. Selain itu, kredit atau pembiayaan bank juga dapat menjadi underlying transaksi derivatif.

Sedangkan perubahan dalam PBI tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Asing adalah penghapusan persyaratan jangka waktu minimum transaksi derivatif satu minggu untuk pihak asing. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian bagi pihak asing untuk mengoptimalkan instrumen-instrumen derivatif sebagai instrumen hedging atas investasinya di Indonesia.

Selain itu, juga terdapat perubahan definisi dan penambahan underlying, sebagaimana perubahan terhadap PBI tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik. Untuk perubahan PBI tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum, adalah tentang penghapusan kewajiban bank untuk menjaga Posisi Devisa Neto (PDN) setiap 30 menit. Dengan demikian, PDN ditetapkan hanya setiap akhir hari.

BI berharap, seluruh revisi tersebut dapat mendukung upaya-upaya dalam meningkatkan kapasitas perdagangan dan investasi di dalam negeri, melalui peningkatan fleksibilitas transaksi oleh pelaku ekonomi. Selain itu, penyesuaian juga dilakukan secara prudent dan tetap memperhatikan dampak terhadap stabilitas sistem keuangan. Bank diwajibkan untuk memenuhi pengaturan-pengaturan terkait mitigasi risiko, sebagaimana yang telah diatur pula oleh otoritas perbankan.

Ketua Task Force Program Pendalaman Pasar Keuangan BI, Nanang Hendarsah mengatakan, di tengah semakin terintegrasinya perekonomian Indonesia dengan perekonomian global, pencapaian stabilitas nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan perlu didukung oleh pasar valuta asing yang efisien dan berdaya tahan tinggi terhadap gejolak.

“Oleh karena itu, Bank Indonesia sebagai lembaga yang diberikan mandat untuk mencapai dan memelihara stabilitas nilai tukar terus berupaya untuk mempercepat pendalaman pasar valuta asing domestik melalui peningkatan fleksibilitas pelaku pasar dalam melakukan transaksi valuta asing, untuk mendukung kegiatan ekonomi, dengan tetap memperhatikan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan,” ujar Nanang saat diskusi dengan wartawan, Senin (1/6).
Tags:

Berita Terkait