Buruh Tuntut Manfaat Pensiun Minimal 60 Persen
Berita

Buruh Tuntut Manfaat Pensiun Minimal 60 Persen

Besaran iuran harus rasional. Buruh menolak manfaat JP 15-40 persen sebagaimana usulan pemerintah.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Demo buruh. Foto: SGP
Demo buruh. Foto: SGP
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengecam rumusan perhitungan manfaat dan iuran yang diusulkan Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Keuangan. Rumusan yang diusung kedua Kementerian disinyalir merugikan buruh karena manfaat jaminan pensiun (JP) yang diterima nanti tidak layak.

Presiden KSPI, Said Iqbal, mengklaim kalangan buruh akan menolak rumusan manfaat JP tersebut. “Kami mengecam rumusan Kemenaker dan Kemenkeu yang merumuskan besaran manfaat dan iuran jaminan pensiun yang tidak rasional,” kata Iqbal dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Selasa (9/6).

Merujuk UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Iqbal menyebut program JP yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan mulai 1 Juli 2015 ditujukan untuk mempertahankan derajat kebutuhan hidup layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena pensiun atau cacat tetap. Untuk itu besaran manfaat JP yang diterima buruh nanti tidak boleh kurang dari 60 persen dari upah sebulan. Ia berharap manfaat JP yang diterima buruh nanti tidak jauh berbeda dengan yang diterima PNS saat ini yaitu lebih dari 60 persen dan diberikan setiap bulan.

Ditambahkan Iqbal, KSPI menolak rumusan manfaat JP yang diusulkan Kemenaker yaitu 1 persen (masa iuran dibagi 12 bulan)  dikalikan rata-rata upah tertimbang. Dengan rumusan itu, buruh yang masa iurannya 15 tahun dengan upah rata-rata Rp3 juta per bulan, manfaat yang diterima setiap bulan ketika pensiun yaitu 15 persen dari Rp3 juta, yakni Rp450.000.

"Bila 40 tahun masa kerja dengan gaji rata rata hanya 3 juta, maka manfaat yang diterima hanya 40 persen dari 3 juta atau hanya Rp1.200.000 per bulan," papar Iqbal.

KSPI juga menolak besaran iuran JP usulan Kemenkeu 3 persen dari upah satu bulan. Iqbal menghitung besaran iuran itu tidak rasional dan jauh di bawah iuran JP di sejumlah negara di kawasan Asia seperti Singapura (33 persen), China (28 persen) dan Malaysia (23 persen). “Di China pengusaha menanggung iuran jaminan pensiun 20 persen dan pekerja 8 persen,” tukasnya.

Iqbal menyayangkan sikap Kemenkeu yang tidak mempersiapkan besaran iuran PNS, Polri dan TNI yang akan bergabung ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 2029. Menurutnya, pengalihan program pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan itu harus diantisipasi agar tidak memberi dampak negatif terhadap manfaat yang nanti diterima peserta.

SPI mengusulkan manfaat JP yang diterima peserta setiap bulan minimal 60 persen dari upah rata-rata satu tahun terakhir. Besaran iuran JP 10-12 persen dari upah rata-rata satu tahun terakhir. Buruh setuju usulan besaran iuran JP 8 persen tapi manfaatnya minimal 60 persen dari upah rata-rata tahun terakhir.

Sebelumnya, Dirjen PHI dan Jamsos Kemenaker, Irianto Simbolon, mengatakan ada sejumlah usulan besaran iuran JP. Tapi yang paling penting manfaat yang diterima peserta nanti harus layak. Sehingga buruh yang pensiun bisa mempertahankan keberlangsungan hidup keluarganya secara sejahtera. Ia menghitung besaran manfaat JP yang cukup layak bagi buruh paling sedikit 30 persen dari upah terakhir dan diterima setiap bulan. Walau begitu ia menyadari ILO menetapkan manfaat JP minimal 40 persen dan buruh menuntut manfaatnya sampai 75 persen.

Namun, Irianto mengingatkan besaran manfaat sangat mempengaruhi ketahanan BPJS Ketenagakerjaan dalam mengelola program JP. Semakin besar manfaat yang diberikan maka besar pula potensi resiko yang akan dihadapi. Tapi sekalipun BPJS Ketenagakerjaan nanti mengalami kendala seperti gagal memberikan manfaat kepada peserta (unfunded) maka pemerintah akan turun tangan mengatasi masalah tersebut.

“Semakin besar manfaat, semakin besar resiko-resikonya. Maka kelayakan (manfaat JP,-red) itu yang moderat sekitar 30 persen, jadi kalau gajinya rata-rata Rp5 juta per bulan maka manfaat JP yang diterima setiap bulan sekitar Rp1,5 juta,” urai Irianto.
Tags:

Berita Terkait