MK Kabulkan Judicial Review Seorang Pedagang Emas
Berita

MK Kabulkan Judicial Review Seorang Pedagang Emas

Uji materi UU Perbankan, bahwa bank wajib taat pada putusan pengadilan.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Judicial review yang dilayangkan Suhaemi zakir, pedagang emas di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan, dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Suhaemi melakukan uji materi terhadap Pasal 49 ayat (2) huruf b UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU no. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan).

Sebagaimana dikutip dari website MK, sidang putusan yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat itu menyatakan bahwa bank harus taat pada putusan pengadilan. MK berpendapat, ketentuan yang menyatakan pengurus bank hanya tunduk pada peraturan tertentu yang berlaku hanya pada sektor perbankan merupakan bentuk pengabaian suatu putusan pengadilan. MK menilai, ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945.

“Maka selanjutnya Mahkamah berpendapat bahwa suatu putusan tidak ada artinya apabila tidak dilaksanakan dan merupakan pelanggaran terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Negara Republik Indonesia yang merupakan negara hukum sesuai dengan UUD 1945 dan pihak lain yang terkait langsung maupun tidak langsung harus menghormati putusan pengadilan, serta pengabaian pengurus bank terhadap putusan pengadilan karena berlindung di bawah ketentuan frasa ‘bagi bank’,” ujar Hakim Konstitusi Aswanto yang membacakan pendapat Mahkamah dalam Putusan Perkara No. 109/PUU-XII/2014.

Dengan adanya putusan ini, Bank DKI harus melaksanakan perintah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat  untuk melakukan pembayaran atas ganti rugi hilangnya emas milik Suhaemi dengan menggunakan rekening milik Pasar Jaya selaku penanggung jawab pengelolaan Pasar Mayestik. Bank DKI, maupun bank lainnya, tidak dapat lagi beralasan tidak dapat melaksanakan perintah pengadilan  karena diamanatkan oleh UU Perbankan.

Sebelumnya, Suhaemi mengajukan gugatan ke Pasar Mayestik yang telah membongkar tokonya pada malam hari. Pembongkaran tersebut menyebabkan emas sebanyak 10 kilogram yang berada di toko Suhaemi, hilang. Pada akhirnya, Suhaemi memenangkan gugatan tersebut.

Pasar Mayestik pun diperintahkan membayar ganti rugi atas hilangnya emas tersebut. Proses pembayaran tersebut diperintahkan melaui rekening milik Pasar Jaya yang ada di Bank DKI. Pada 7 Maret 2014 lalu, PN Jakarta Pusat  akhirnya melaksanakan eksekusi pencairan sesuai dengan penetapan pengadilan tertanggal 3 Maret 2014.

Namun eksekusi pencairan pembayaran 10 kilogram emas tersebut tidak berhasil dilakukan. Sebab, Bank DKI beralasan pihaknya dapat mencairkan dana tersebut sepanjang pihak juru sita pengadilan membawa surat perintah pemindahbukuan atau cek/bilyet giro dari PD Pasar Jaya selaku pemilik rekening.

Bank DKI memastikan pencairan dana tersebut belum sesuai ketentuan hukum perbankan. Atas dasar ini, Suhaemi melakukan uji materi terhadap Pasal 49 ayat (2) UU Perbankan. Menurut Suhaemi, pasal tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum mengakibatkan hilangnya hak konstitusional dirinya sebagai pemohon eksekusi di PN Jakarta Pusat.

Atas kejadian tersebut Suhaemi melaporkan Bank DKI kepada Kepolisian dengan tuduhan pasal 216 KUHP, 231 KUHP dan Pasal 49 UU Perbankan. Namun, laporan Pemohon tidak dapat diterima oleh Kepolisian akibat Penjelasan Pasal 49 ayat (3) huruf b UU Perbankan dianggap tidak jelas maknanya sehingga tidak memberikan kepastian hukum.

Alasan yang sama juga dipakai OJK untuk tidak menindaklanjuti laporan Suhaemi. Padahal, Suhaemi yakin hal ini bagian dari tugas dan fungsi OJK sebagai pengawas perbankan untuk menilai Bank DKI apakah patuh dan taat pada peraturan yang ada.

Oleh karena itulah Suhaemi menganggap penjelasan Pasal 49 ayat (3) huruf b UU Perbankan telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil dan mengakibatkan hilangnya hak konstitusional Pemohon sebagai Pemohon Eksekusi di PN Jakarta Pusat. Dengan kata lain, Suhaemi menganggap seharusnya pegawai bank yang tidak melaksanakan perintah pengadilan harus dikenai sanksi pidana karena tidak menjalankan wewenang dan tanggung jawabnya.

Tags:

Berita Terkait