DPR Pertimbangkan Kewenangan KPK Angkat Penyidik Independen
Berita

DPR Pertimbangkan Kewenangan KPK Angkat Penyidik Independen

Sepanjang demi penguatan KPK, layak dipertimbangkan untuk dibahas dalam revisi UU KPK antara DPR dan pemerintah.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki penyidik independen dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara korupsi membutuhkan perjuangan panjang. Dalam beberapa kasus, KPK dipersoalkan status penyidik melalui upaya praperadilan oleh pihak tersangka.

“Saya kira perlu dipikirkan masak-masak untuk diberikan kewenangan angkat penyidiknya sendiri,” ujar Wakil Ketua Komisi III Mulfachri Harahap di Gedung DPR, Jumat (19/6).

Menurutnya, penyidik KPK berasal dari kepolisian maupun kejaksaan. Selama ini, KPK memang menggunakan penyidik yang berasal dari Polri. Tentunya, penyidik Polri yang ditugaskan di lembaga anti rasuah itu dengan batasan masa bakti. Namun, Pasal 45 ayat (1) UU KPK menyebutkan, Penyidik adalah Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi”.

Meski tidak secara gamblang dalam aturan tersebut menyebutkan penyidik berasal dari Polri, maka KPK pun menafsirkan dapat mengangkat penyidik independen, tentunya bukan berasal dari Polri maupun kejaksaan. Misalnya, penyidik di kementerian pun bukan berasal dari Polri, seperti di bidang kehutanan, dan perpajakan. Kendati begitu, jika KPK tetap memaksakan mengangkat penyidik independen, dimungkinkan berdampak pada lembaga lain. 

Politisi PAN itu berpandangan, kewenangan yang diberikan UU kepada KPK antara lain melakukan supervisi di kepolisian dan kejaksaan. KPK sebagai trigger perbaikan lembaga dari perilaku korup, diantaranya dengan menggunakan penyidik di kepolisian dan kejaksaan.

“Manakala penyidik di KPK sudah expired bisa kembali ke institusi awalnya dan memberikan dampak baik,” ujarnya.

Anggota Komisi III Patrice Rio Capella mempersilakan KPK mengangkat penyidik sepanjang UU mengaturnya. Hanya saja, kata Rio, berdasarkan KUHAP bahwa penyidik berasal dari Polri dan kejaksaan. Kendati demikian, usulan KPK yang berkeinginan mengangkat penyidik independen patut dipertimbangkan.

Ia mempersilakan jika UU KPK dilakukan revisi sepanjang demi penguatan KPK dalam pemberantasan korupsi. Segala masukan yang dilontarkan oleh KPK merupakan hal wajar. Namun, pengambil keputusan dalam revisi UU KPK tetap di tangan DPR dan pemerintah selaku pihak yang melakukan pembahasan. Yang pasti, kata Rio, pembahasan Revisi Undang-Undang KPK sebaiknya dilakukan setelah pembahasan RKUHP rampung.

“Ini akan jadi pertimbangan, tapi pada prinsipnya untuk memperkuat KPK, tidak masalah,” ujarnya.

Sebelumnya, isu KPK bakal mengangkat penyidik independen sudah bergulir sejak DPR periode 2009-2014 lalu. Sementara dalam praperadilan yang dimohonkan mantan Dirjen Pajak Hadi Purnomo terhadap KPK dikabulkan hakim tunggal Haswandi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.

Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Haswandi memutuskan bahwa pengangkatan penyelidik dan penyidik independen oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertentangan dengan hukum.

Pandangan Haswandi ini dituangkan ke dalam putusan praperadilan yang mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo. Putusan tersebut dibacakan di PN Jaksel, Selasa (26/5).

Haswandi mempermasalahkan status penyelidik dan penyidik KPK yang menangani kasus dugaan korupsi Hadi Poernomo, karena mereka tidak berstatus sebagai penyelidik atau penyidik di institusi sebelumnya. Imbasnya, segala tindakan penyelidikan dan penyidikan yang mereka lakukan di KPK dianggap batal demi hukum.

Meruntuhkan KPK
Terkait dengan penyadapan, KPK berwenang melakukan langkah tesebut mulai di tingkat penyelidikan dan penyidikan. Namun belakangan penyadapan yang dilakukan KPK kerap dipersoalkan lantaran dinilai melanggar hak asasi manusia. Bagi sebagian kalangan kewenangan penyadapan di tingkat penyelidikan dinilai melanggar hak asasi manusia. Oleh sebab itulah penyadapan diusulkan hanya di tingkat penyidikan.

“Saya paham kewenangan penyadapan itu diberikan kepada KPK, tapi kita berhak tahu juga kepada KPK secara penuh tanggungjawab tanpa mengorbankan privasi dari pada orang-orang yang disadap,” ujar  Mulfachri.

Sementara, Rio menegaskan penyadapan sebaiknya dilakukan di tingkat penyidikan. Sementara penyadapan di luar penyidikan dinilai melanggar hak asasi manusia. “Kalau dilakukan untuk penyidikan saya setuju,” katanya.

Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, pembatasan kewenangan penyadapan melalui proyustisia dinilai mendegradasi dalam pemberantasan korupsi. Pasalnya, KPK dalam melakukan penyelidikan untuk mendapatkan alat bukti dalam tindak pidana korupsi diperlukan kewenangan yang luar biasa.

“Kalau masalah penyadapan ke pro yustisia ini mereduksi Pasal 44, dengan begitu Pasal 12 UU KPK runtuh semua. Rohnya UU KPK ada di pasal 44, kalau penyadapan itu dibatasi dalam proses pro yustsia itu artinya meredusi kewenangan KPK. Jauh lebih baik KPK dibubarkan saja, sepertinya mudah apa yang diucpakan Menkumham, tapi dampaknya luas,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait