Ini Kronologi Penangkapan Ketua Komisi III DPRD Muba oleh KPK
Berita

Ini Kronologi Penangkapan Ketua Komisi III DPRD Muba oleh KPK

Uang diduga suap berkaitan dengan RAPBD Perubahan tahun anggaran 2015 kabupaten Musi Banyuasin.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi. Foto: RES
Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi. Foto: RES

Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi menyampaikan kronologi penangkapan ketua dan anggota Komisi III bidang Infrastruktur DPRD Kabupaten Musi Banyuasin yang diduga menerima suap terkait pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (RAPBDP) tahun anggaran 2015.

"Memang benar kemarin, Jumat (19/6) dilakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) berkaitan pembahasan RAPBD kabupaten Musi Banyuasin tahun 2015. Saya ingin menceritakan kronologi yaitu pada pukul 20.40 WIB di rumah kediaman saudara BK (Bambang Karyanto) anggota DPRD kabupaten Musi Banyuasin di Jalan Sanjaya kelurahan Alang-alang Kotamadya Palembang," kata Johan di dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta.

Tim penyelidik dan penyidik KPK kemudian mengamankan delapan orang di rumah tersebut.

"Ada 8 orang yang diamankan, terdiri dari 'driver', 'security', ada juga dari kepala dinas di kabupaten Musi Banyuasin dan ada anggota DPRD," tambah Johan.

Mereka kemudian diperiksa di markas komandan pasukan Brigadir Mobil (Mako Brimob) Sumatera Selatan. "Setelah dilakukan tangkap tangan kemudian dilakukan pemeriksaan intensif di Mako Brimob Polda Sumsel," ungkap Johan.

Dalam OTT tersebut, tim penyelidik dan penyidik mengamankan alat bukti berupa uang berjumlah Rp2,56 miliar. "Ketika dilakukan OTT ditemukan di TKP (Tempat kejadian Perkara) sebuah tas warna merah marun yang berisi uang pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu, jumlahnya setelah dilakukan penghitungan sementara ada sekitar Rp2,56 miliar," tambah Johan.

Pemberian uang itu diduga diberikan dari kepala dinas di pemerintah kabupaten Musi Banyuasin kepada anggota DPRD. "Uang itu diduga berkaitan dengan RAPBD Perubahan tahun anggaran 2015 kabupaten Musi Banyuasin," jelas Johan.

Setelah melakukan pemeriksaan, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka yaitu dua orang anggota DPRD sebagai penerima suap dan kepala dinas sebagai pemberi suap.

"Dari hasil pemeriksaan kemudian disimpulkan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup diduga terjadi tindak pidana korupsi dan kemudian disimpulkan bahwa BK (Bambang Karyanto) anggota DPRD Musi Banyuasin kemudian AM (Adam Munandar) juga anggota DPRD Musi Banyuasin ditetapkan sebagai tersangka," jelas Johan.

Bambang Karyanto diketahui adalah Ketua Komisi III DPRD dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sedangkan Adam Munandar adalah rekan Bambang di Komisi III dari fraksi Partai Gerindra. Komisi III diketahui mengurus bidang infrastruktur.

Keduanya dikenakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1.

Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara 4-20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan Rp1 miliar.

KPK juga menetapkan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Syamsudin Fei dan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Faisyar sebagai tersangka pemberi suap kepada dua anggota DPRD Musi Banyuasin tersebut.

"Ditemukan juga dua alat bukti yang cukup dan diduga SF kepala DPPKAD kabupaten Musi Banyuasin, dan F kepala Bappeda sebagai tersangka dengan dugaan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman pidana bagi yang terbukti melakukan perbuatan tersebut adalah penjara 1-5 tahun dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Tags:

Berita Terkait