HKHPM Janji Lindungi Anggota Soal Pungutan
Berita

HKHPM Janji Lindungi Anggota Soal Pungutan

Caranya dengan mempertahankan anggota, mencari solusi dan terus berkomunikasi dengan OJK.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Ketua HKHPM Indra Safitri (tengah). Foto: SGP
Ketua HKHPM Indra Safitri (tengah). Foto: SGP

Pelaksanaan pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih terus jadi perbincangan. Bahkan, sejumlah advokat sampai mengadu ke Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), karena merasa keberatan atas pungutan tersebut. Padahal, tidak seluruh anggota HKHPM mengerjakan kegiatan atau proyek di sektor pasar modal.

Sekitar 30 persen anggota HKHPM yang membayar pungutan. Sisanya, 70 persen tidak membayar pungutan karena tidak mendapat pekerjaan terkait kegiatan di pasar modal. Akibatnya, para advokat yang tak pernah memperoleh pekerjaan di pasar modal tersebut berencana akan keluar dari keanggotaan HKHPM.

Mengenai hal ini, Ketua Umum HKHPM, Indra Safitri berharap agar para anggota HKHPM tidak keluar dari organisasi. Meskipun keputusan untuk melepaskan Surat Tanda Terdaftar (STTD) profesi penunjang pasar modal tersebut merupakan hak dari pribadi anggota masing-masing.

“Kita sebagai HKHPM tentu tidak ingin, kalau bisa ya jangan (kehilangan anggota, red). Kita tidak ingin anggota kita begitu saja melepaskan izin (STTD) yang mereka miliki, kalau bisa dipertahankan ya dipertahankan,” kata Indra kepada hukumonline, pekan lalu.

Menurut Indra, HKHPM akan terus mempertahankan dan melindungi anggotanya. Caranya, dengan mencari solusi dan terus berkomunikasi dengan OJK berkaitan persoalan ini. Solusi yang dilakukan HKHPM adalah melalui judicial review ke Mahkamah Agung (MA).

“Posisi HKHPM adalah berusaha melindungi anggotanya, mempertahankan anggotanya, sambil mencari solusi yang terbaik, dan berkomunikasi secara terus menerus dengan OJK baik dengan cara-cara yang resmi maupun dengan cara yang lain,” katanya.

Sebelumnya, sejumlah advokat mendatangi kantor sekretariat HKHPM di Jakarta. Salah satu advokat tersebut adalah, Harry Witjaksono. Selaku anggota HKHPM, ia hendak menyampaikan aspirasi terkait pelaksanaan pungutan oleh OJK. Lampiran PP Nomor 11 Tahun 2014 menetapkan besarnya biaya tahunan untuk profesi penunjang adalah Rp5 juta.

Menurut Harry, pungutan OJK seharusnya jangan diterapkan secara rutin tiap tahun, tetapi hal itu hanya diterapkan ketika konsultan hukum pasar modal mendapatkan pekerjaan pasar modal. “Jadi, kita maunya begini, kalau dapat proyek (pasar modal), ditentukan saja sekian besar pungutannya.”

Yang juga dipersoalkan Harry dan beberapa advokat lainnya adalah ‘ancaman’ apabila pungutan itu tidak dibayar sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan, maka OJK akan mengkategorikan sebagai piutang macet. Selanjutnya, OJK akan menyerahkan penagihan atas pungutan itu kepada Panitia Urusan Piutang Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Itu kan menjadi tagihan negara, kita jadi di-black list (masuk daftar hitam, RED) lho. Sama saja seperti kredit macet, nanti teman-teman tidak bisa menjadi anggota DPR, komisioner atau bupati gara-gara di-black list,” jelasnya.

Dikatakan Harry, dia dan beberapa advokat anggota HKHPM lainnya mengadu ke organisasi dengan harapan HKHPM segera melakukan pertemuan dengan asosiasi profesi penunjang pasar modal lainnya untuk membahas persoalan ini. Harry juga mengusulkan agar HKHPM melakukan audiensi dengan DPR.

“Paling tidak kalau OJK tetap mempertahan kebijakannya, kita akan minta (DPR) ubah undang-undangnya,” ujar Harry. Alternatif lainnya, Harry mengatakan dirinya bersama sebagian besar anggota HKHPM lainnya akan keluar dari organisasi HKHPM.

Lantaran banyaknya kritik yang masuk ke OJK terkait pungutan, otoritas mengusulkan ke pemerintah agar PP ini direvisi. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad dikabarkan telah menyurati Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada 5 Desember 2014 tentang usulan revisi ini. OJK juga berharap pelaku industri jasa keuangan diberi kesempatan memberi masukan terkait revisi PP.

Tags:

Berita Terkait