Revisi UU KPK Resmi Masuk Prolegnas Prioritas 2015
Berita

Revisi UU KPK Resmi Masuk Prolegnas Prioritas 2015

Karena adanya alasan kegentingan mulai penyadapan, penuntutan, hingga memperkuat aturan kolektif kolegial.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Suasana rapat paripurna DPR. Foto: SGP
Suasana rapat paripurna DPR. Foto: SGP
Revisi Undang-Undang (RUU) No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015. Usulan pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly beberapa waktu lalu diamini DPR. Palu sidang pimpinan diketuk Fahri Hamzah selaku pimpinan rapat paripurna menandakan RUU Prolegnas Prioritas berubah jumlahnya.

“Apakah dapat disetujui laporan Baleg,” ujar Fahri dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Selasa (23/6).

Ketua Baleg Sareh Wiyono dalam laporannya mengatakan, RUU KPK sebelumnya masuk dalam long list Prolegnas 2015-2019 dengan nomor urut 63. Namun, Menkumham mengusulkan agar masuk dalam Prolegnas prioritas 2015 lantaran beberapa alasan kegentingan. Misalnya, kewenangan penyadapan dengan pertimbangan adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

Selain itu penuntutan yang masih perlu disinergikan dengan kewenangan kejaksaan. Tak hanya itu, perlunya dibentuk dewan pengawasan serta pengaturan terkait dengan pelaksanaan tugas pimpinan yang berhalangan dan penguatan pengaturan kolektif kolegial. “Karena itu pemerintah akan memasukan RUU Perubahan UU No.30 Tahun 2002 dalam Prolegnas prioritas 2015. Akhirnya, Baleg dapat menyetujui usulan RUU tersebut,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, awalnya Baleg belum memberikan persetujuan. Pasalnya, RUU KPK dipandang belum terlampau mendesak untuk dilakukan revisi. Apalagi masih banyaknya penolakan dari masyarakat. Namun lantaran pemerintah melalui Kemenkumham mengusulkan masuk dalam Prolegnas prioritas 2015, Baleg pun memberikan persetujuan.

Lebih jauh, mantan hakim itu mengatakan RUU KPK masuk Prolegnas prioritas 2015 menggantikan RUU No.30 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah. Menurutnya, RUU Perimbangan Keuangan Daerah akan masuk dalam Prolegnas prioritas 2016 mendatang.

Wakil Ketua Komisi III desmon J Mahesa menilai menengarai upaya revisi UU KPK akan dilaksanakan dalam kurun waktu lama. Pasalnya mesti menunggu pembahasan RKUHP yang terdiri 700-an pasal. Begitu pula dengan RKUHAP. Kedua payung hukum pidana dan acara pidana dalam pembahasannya membutuhkan waktu yang panjang.

Makanya, Desmon lebih mendukung pembahasan RKUHP dan RKUHAP terlebih dahulu ketimbang revisi UU KPK, Kepolisian, Kejaksaan maupun MA. “Dua tahun lagi juga belum tentu dibahas revisi UU KPK, lebih baik payung hukum ibu bapaknya dulu yaitu RKUHP dan RKUHAP, baru anak-anaknya ini kepolisian, kejaksaan, KPK dan MA,” ujarnya.
Anggota Komisi III Masinton Pasaribu mengatakan, revisi UU itu sudah masuk dalam agenda Prolegnas 2015-2019. Sehingga, revisi UU KPK sudah siap untuk dibahas. "Namun, pembahasan itu nanti bisa 2015, 2016, 2017, 2018, 2019. Jadi tidak perlu didesak masuk dalam prolegnas,” ujarnya.

Politisi PDIP itu menilai revisi UU KPK merupakan usulan inisiatif dari DPR. Namun, pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly telah mencoba mengkonsultasikan untuk membahas pada tahun 2015 ini. “Jadi, Menkumham bukan ngotot. Kesepakatan DPR bersama pemerintah untuk dibahas 2015. Tapi, Presiden tidak setuju dibahasnya untuk dibahas tahun ini,” imbuhnya.

Anggota Komisi III lainnya, I Putu Sudiartana menilai wacana revisi UU KPK harus memiliki kejelasan. Pasalnya, wacana revisi tersebut harus bertujuan untuk melakukan penyempurnaan payung hukum KPK.   Ia menilai permintaan penambahan kewenangan SP3 oleh Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki merupakan langkah untuk memperjelas mengenai tersangka yang menjalani pemeriksaan telah meninggal dunia.
“Kalau ini kan di Kejaksaan Agung ada (SP3). Kalau SP3 kan masa orang meninggal kasusnya harus dilanjutkan. Harus ada kejelasan,” pungkas politisi Partai Demokrat itu.
Tags:

Berita Terkait