RUU KPK Mesti Atur Pengawasan dan Aturan Pelaksanaan Penyadapan
Berita

RUU KPK Mesti Atur Pengawasan dan Aturan Pelaksanaan Penyadapan

DPR berdalih niatan merevisi lebih pada mendudukan tugas pokok dan fungsi KPK, bukan pelemahan.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Fahri Hamzah (tengah). Foto: M-22
Fahri Hamzah (tengah). Foto: M-22
Meski Presiden Joko Widodo telah menolak  Revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK), faktanya usulan Menteri Hukum dan Ham (Menkumham ) Yasonna H Laoly agar perubahan RUU Prolegnas diamini anggota dewan. RUU KPK pun resmi masuk dalam Prolegnas prioritas 2015. Sebagai lembaga super body, KPK mestinya diawasi tak saja dari internal, tapi dari eksternal.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, DPR menemukan sejumlah masalah terhadap jalannya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Pengawasan eksternal atau pengawas independen menjadi mutlak diperlukan. Tak saja mengawasi jalannya roda organisasi, juga terkait dengan kewenangan penyadapan yang menjadi sorotan.

“Yang mutlak dibutuhkan adalah tim pengawas independen. Padahal semua mengatakan pimpinan KPK wajib diawasi, bagaimana main sadap main tangkap ini masih bisa,” ujarnya di Gedung DPR, Rabu (24/6).

Dikatakan Fahri, putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan penyadapan melanggar hak asasi manusia. Oleh sebab itu, penyadapan mesti diatur dalam UU. Meski pun kewenangan penyadapan KPK sudah tertuang dalam UU KPK, namun penyadapan di tingkat penyelidikan dipersoalkan. Pasalnya, penyelidikan belum masuk tahap pro yustisia.

Ia menilai jika penyadapan dapat diawasi oleh pengawasan eksternal dan independen, setidaknya dapat menjadikan pemberantasan korupsi yang tidak melanggar hak asasi manusia. “Tapi ini KPK tidak bisa diawasi, setelah itu kewenangan dari Kemenkominfo hilang,” ujarnya.

Anggota Komisi III Abdul Kadir Karding berpandangan revisi  terhadap UU KPK bukan dalam rangka pelemahan, sebaliknya justru penguatan. Menurutnya, KPK teramat berprasangka buruk terhadap DPR yang akan melakukan revisi UU KPK. “Padahal niatnya banyak pihak mendudukan masalah pada tugas pokok dan fungsinya,” ujarnya.

Terkait dengan masalah KPK yang beberapa kali dipraperadilkan oleh tersangka berujung kekalahan menjadi persoalan yang perlu dicarikan jalan keluarnya. Melalui revisi UU KPK, diharapkan mampu menjadi solusi. Begitu pula dengan penyadapan. Aturan penyadapan semestinya tidak boleh hanya diatur melalui standar operasional prosedur (SOP). Tetapi penyadapan yang dilakukan di tingkat penyelidikan dan penyidikan mesti diatur dalam UU.

“Semua negara itu penyadapan harus ada ijin dari pengadilan. Di negara ini berdasarkan UU, pengadilan ada lembaga independen, merdeka dan sangat rahasia,” ujarnya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu lebih jauh mengatakan, pengawasan terhadap kewenangan penyadapan sejatinya cukup dapat dilakukan oleh pihak pengadilan. Tentunya ketika KPK akan melakukan penyadapan mesti mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak pengadilan.

Meski RUU KPK masuk Prolegnas prioritas 2015, Karding memastikan pembahasan tidak akan dilakukan. Pasalnya Komisi III lebih memfokuskan pada pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sebagai inti dari hukum pidana di Indonesia. Setelah itu, komisi tempatnya bernaung akan fokus pada pembahasan RKUHAP.

“Revisi UU (KPK) tidak akan berjalan tahun ini, karena kita fokus ke RKUHP, setelah itu RKUHAP, nah nanti KPK akan menyesuaikan diri. Supaya tak dianggap melemahkan KPK, mana saja yang tak boleh (direvisi) silakan bilang ke komisi III,” katanya.

Anggota Komisi III lainnya, Aboe Bakar Alhabsy menambahkan revisi UU KPK menjadi jalan yang mesti ditempuh dalam rangka penguatan lembaga antirasuah dalam pemberantasan korupsi. Ia memaklumi adanya kekhawatiran dari para pegiat anti korupsi dan komisoner KPK terkait adanya dugaan pelemahan KPK.

“Jangan berpikir perubahan itu kita pro koruptor dan pelemahan KPK,” ujarnya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berpandangan kekalahan KPK dalam beberapa praperadilan mesti dievaluasi atas tuga pokok dan fungsi dalam pemberantasan korupsi. Selain itu mengaudit kinerja KPK khususnya dalam kewenangan  penyadapan perlu dilakukan.

“Jangan anggap enteng, sekali kalah saja artinya ada kesalahan fatal. Penyadapan itu harusnya benar-benar mendapat persetujuan pengadilan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait