Menko Perekonomian: BI Akan Bahas Internal PBI Kewajiban Rupiah
Berita

Menko Perekonomian: BI Akan Bahas Internal PBI Kewajiban Rupiah

Untuk keputusan lebih lanjut mengenai PBI tersebut, merupakan kewenangan BI.

Oleh:
RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Menko Perekonomian Sofyan Djalil (baju putih). Foto: RES
Menko Perekonomian Sofyan Djalil (baju putih). Foto: RES

[Versi Bahasa Inggris]

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, Bank Indonesia (BI) akan membahas lagi secara internal mengenai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hal itu diutarakan Sofyan sesuai rapat koordinasi bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di Kantor Wapres di Jakarta, Jumat (26/6). "BI menyadari tentang masalah-masalah, batas-batas PBI dan BI akan bicara di internal mereka," katanya.

Ia mengatakan, terkait PBI itu sendiri BI yang akan bicara lebih lanjut karena merupakan keputusan BI. Selain Sofyan, dalam rapat tersebut juga dihadiri Menteri Perdagangan Rahmat Gobel, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan serta Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.

JK menambahkan, rapat tersebut membicarakan mengenai penggunaan mata uang rupiah dalam setiap transaksi perusahaan-perusahaan. "Tentu bagaimana caranya dolar masuk, devisa masuk sebenarnya. Jadi bagaimana aturannya kita lebih perjelas," katanya.

Menurut JK, kajian sudah cukup lama dilakukan. Terkait mata uang tersebut diatur agar mengurangi penggunaan dolar atau mata uang asing lainnya di dalam negeri. Sehingga, BI mewajibkan masyarakat untuk menggunakan mata uang rupiah dalam setiap transaksi di Indonesia.

Sebagaimana diketahui, PBI ini sempat dikritik oleh sejumlah kalangan. Misalnya saja, Direktur Institute Development of Ecnomoics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati. Menurutnya, peraturan tersebut masih memiliki kelemahan. Ia melihat belum ada sanksi tegas yang diatur di dalam PBI tersebut.

Menurutnya, sanksi merupakan salah satu instrumen penting yang harus termuat dalam satu peraturan. Hal ini menjadi penentu efektivitas implementasi PBI. Ia mencontohkan, apakah BI dapat menindak sebuah korporasi yang melanggar aturan tersebut, dan sejauh apa hukumannya.

Terkait aturan pelaksana dari PBI ini, Bank Sentral tengah menggodok sejumlah surat edaran (SE). Misalnya mengenai perubahan perjanjian tertulis yang pembayarannya menggunakan valuta asing (valas). Hal tersebut diutarakan oleh Deputi Direktur Departemen Hukum BI, Bambang Sukardiputra saat menghadiri seminar yang diadakan hukumonline, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, ketentuan ini diperlukan untuk mengantisipasi bukan hanya berkaitan dengan perubahan harga, tapi juga perubahan kuantitas barang yang diperjanjikan. “Kalau nanti ada perubahan seperti apa yang harus tunduk kepada BI, ini masih di ketentuan teknis yang akan dikeluarkan,” kata Bambang.

Kasubdit Perencanaan dan Pengendalian Kas, Direktorat Pengelolaan Kas Negara Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Wibawa Pram, mengatakan setiap aturan yang dikeluarkan regulator pasti ada plus minusnya. Begitu juga terkait dengan UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Dari tahun 2011 hingga sekarang masih ada pihak yang secara terang benderang keberatan terhadap ketentuan tersebut. “Namanya UU, suka tidak suka, mau tidak mau harus dilaksanakan,” tutur Pram.

Meski begitu, lanjut Pram, penerapan UU Mata Uang maupun PBI bersifat soft landing. Tujuannya, agar iklim investasi di Indonesia tetap terjaga. Untuk sosialisasi UU ini, Kemenkeu telah melakukan kerja sama dengan sejumlah pihak. Bukan hanya itu, Kemenkeu juga melakukan review terkait aturan yang dikeluarkan pemerintah yang masih membolehkan menggunakan valas.

Tags:

Berita Terkait