Transaksi Tertentu di Sektor Energi Diperbolehkan Tak Pakai Rupiah
Utama

Transaksi Tertentu di Sektor Energi Diperbolehkan Tak Pakai Rupiah

Berdasarkan kesepakatan antara BI dan Kementerian ESDM, ada tiga kategori bisnis di sektor energi yang lolos dari kewajiban penggunaan rupiah.

Oleh:
KARTINI LARAS MAKMUR/ANT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Bank Indonesia telah menyetujui permohonan kelonggaran Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diajukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dengan demikian, tidak seluruh transaksi di sektor energi menggunaan rupiah per 1 Juli 2015 ini.

Hal ini disampaikan  Menteri ESDM Sudirman Said di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (1/7). Sudirman menuturkan bahwa BI dan kementeriannya telah bersepakat untuk menyusun kategorisasi transaksi yang wajib menggunakan rupiah. Selain itu, untuk mengantisipasi hambatan-hambatan transaksi dan operasional di sektor energi, maka pemerintah dan BI menyusun langkah-langkah mitigasi.

Untuk implementasi PBI tersebut, Kementerian ESDM dan BI juga akan membentuk suatu gugus tugas. Nantinya, gugus tugas itu akan memfasilitasi dan meyakinkan bahwa dunia usaha tidak mengalami kesulitan. Menurut Sudirman, dirinya yakin kehadiran gugus tugas bisa menjaga stabilitas kegiatan usaha agar dapat berjalan normal.

“Yang penting, tugas pemerintah adalah tetap membuat pelaku bisnis memperoleh kelancaran. Konkretnya, kita bersepakat menyusun tiga kategori transaksi,” ujarnya.

Berdasarkan kesepakatan antara BI dan Kementerian ESDM, ada tiga kategori bisnis di sektor energi yang lolos dari kewajiban penggunaan rupiah. Pertama, transaksi yang bisa langsung menerapkan ketentuan PBI, misalnya sewa kantor/rumah/kendaraan, gaji karyawan Indonesia, berbagai jasa pendukung sektor energi. Untuk transaksi kategori ini, diberikan waktu transisi paling lambat enam bulan untuk selanjutnya menyesuaikan pelaksanaan PBI.

Kedua, transaksi yang masih membutuhkan waktu agar bisa menerapkan ketentuan PBI. Misalnya, bahan bakar (fuel), transaksi impor melalui agen lokal, kontrak jangka panjang, kontrak multi-currency. Menurut Sudirman, transaksi ini boleh tidak menggunakan rupiah karena terkait dengan sebuah perjanjian dengan jangka waktu tertentu.

“Terhadap kategori dua, silakan diselesaikan kontraknya sampai selesai tetap bertransaksi dengan mata uang asing. Selain itu dijajaki kemungkinan perubahan perjanjian. Jadi waktu membuat perjanjian berikutnya gunakan transaksi rupiah,” imbuh Sudirman.

Ketiga, transaksi yang secara fundamental sulit memenuhi ketentuan PBI karena berbagai faktor antara lain regulasi pemerintah. Misalnya, gaji karyawan ekspatriat, jasa pengeboran dan sewa kapal. "Terhadap jenis transaksi kategori tiga, pelaku usaha dapat melanjutkan transaksi dengan mata uang asing,” ucapnya.

Kendati sukses mendapatkan persetujuan BI dalam pengecualian pelaksanaan PBI, Sudirman mengaku bahwa pihaknya mendukung sepenuhnya Implementasi PBI. Ia mengatakan, dirinya menyadari PBI ini lahir dengan memiliki tujuan yang baik. Sebab, semangatnya adalah untuk meningkatkan kedalaman pasar Rupiah dalam rangka stabilisasi nilai tukar yang pada ujungnya diharapkan dapat mendorong stabilitas ekonomi nasional.

"Menyikapi hal ini kami Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mendukung sepenuhnya Implementasi PBI ini," kata Sudirman.

Ia menegaskan, kementerian yang dipimpinnya akan secara aktif berkontribusi agar tujuan dari dikeluarkannya kebijakan ini dapat semaksimal mungkin tercapai. Namun, ia juga menyampaikan bahwa pihaknya tetap harus memfasilitasi agar transaksi di sektor energi tetap berjalan baik meskipun diberlakukan peraturan tersebut Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Sudirman mengaku memperhatikan dan memahami bahwa banyak masukan dan kepedulian dari para pelaku usaha baik di bidang migas, ketenagalistrikan, minerba maupun bidang energi baru terbarukan terkait dengan kebijakan ini.

"Masukan-masukan tersebut telah dikomunikasikan dan dikoordinasikan secara serius kepada BI selaku otoritas moneter," katanya.

Seperti diketahui, Bank Indonesia menyatakan kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mulai diimplementasikan secara penuh mulai Rabu 1 Juli 2015. Direktur Departemen Komunikasi BI,Peter Jacobs,mengatakan peraturan tersebut ditujukan untuk menegakkan kedaulatan Rupiah di NKRI dan sekaligus mendukung stabilitas ekonomi makro.

Ketentuan yang dituangkan dalam PBI No. 17/3/PBI/2015 tanggal 31 Maret 2015 tersebut mengatur bahwa setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah. PBI ini merupakan pelaksanaan dari UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta mendasarkan pada UU Bank Indonesia.

Namun, ketentuan tersebut memberikan pengecualian untuk transaksi-transaksi dalam rangka pelaksanaan APBN, perdagangan internasional, pembiayaan internasional yang dilakukan oleh para pihak yang salah satunya berkedudukan di luar negeri, kegiatan usaha bank dalam valuta asing yang dilakukan sesuai Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan dan perbankan syariah, transaksi surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah dalam valuta asing di pasar perdana dan pasar sekunder yang sudah diatur dengan undang-undang, serta transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan undang-undang.

Selain itu, agar kegiatan perekonomian dan implementasi kewajiban penggunaan Rupiah dapat berjalan dengan lancar, maka sesuai Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 16 PBI tersebut, Bank Indonesia berwenang memberikan persetujuan kepada pelaku usaha. Persetujuan tersebut dilakukan atas dasar permohonan yang diajukan kepada Bank Indonesia, untuk tetap dapat menggunakan valuta asing terkait proyek infrastruktur strategis dan karakteristik tertentu yang memerlukan, antara lain penyesuaian sistem, pembukuan, strategi bisnis, evaluasi terhadap proses bisnis dan keuangan perusahaan.

Ketentuan itu juga memungkinkan untuk kontrak atau perjanjian tertulis yang menggunakan valuta asing, yang dibuat sebelum 1 Juli 2015, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian tertulis tersebut, sepanjang bersifat detail dan tidak terdapat perubahan.

"Selama permohonan masih dalam proses di Bank Indonesia, maka pelaku usaha masih dapat menggunakan valuta asing dalam kegiatan usaha yang dimohonkan tersebut. Pengenaan sanksi akan diberlakukan sejak dikeluarkannya penolakan atas permohonan yang diajukan ke Bank Indonesia," kata Peter.

Untuk memberikan kemudahan masyarakat memperoleh informasi mengenai teknis implementasi ketentuan kewajiban penggunaan Rupiah, Bank Indonesia menyediakan call center (BICARA) 131 pada hari Senin s.d Jumat, Pukul 8.00 WIB s.d 16.00 WIB (office hour), dan konsultasi kolektif bagi pelaku usaha yang memerlukan penjelasan lebih lanjut atas implementasi peraturan tentang kewajiban penggunaan Rupiah. Untuk pendaftaran dan informasi lebih lanjut, masyarakat dapat menghubungi call center Bank Indonesia, 131.
Tags:

Berita Terkait