Ketika Stand Up Comedian ‘Ngoceh’ Soal Hukum
Berita

Ketika Stand Up Comedian ‘Ngoceh’ Soal Hukum

Cara komika menyindir kondisi hukum di Negeri ini.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Foto: @notaslimboy
Foto: @notaslimboy
Bicara hukum tidak melulu menjadi monopoli para praktisi hukum seperti pengacara, hakim, jaksa, ataupun polisi. Orang awam seperti stand up comedian atau disebut komika pun bisa berbicara hukum. Tapi, namanya stand up comedian tentunya jangan berharap mereka bicara hukum dengan serius.

Sesuai dengan titelnya stand up comedy ya acara melawak. Namun, walaupun isinya lawakan, stand up comedy yang biasa disebut sebagai genre ‘komedi cerdas’ ini tetap menyisipkan nuansa kritik, sindiran, atau sekadar mengungkap keresahan yang dirasakan si komik.  

“Acara ini dibuat untuk orang-orang yang nggak bisa bayar pengacara, yang nggak dapat bantuan hukum. Dengan fakta seperti itu,saya tahu bahwa negara ini sebenarnya mengusung asas praduga tak bersalah, setidaknya sampai anda terbukti miskin,” tutur Rindra Dana, salah seorang komika pengisi acara #LegalMelawak, April 2015 lalu di Jakarta.

Anda yang mengerti hukum tentunya paham apa yang dilakukan Rindra adalah mencoba menyindir salah satu asas ‘terkenal’ dalam hukum yakni praduga tak bersalah atau presumption of innocence. Tersirat, Rindra mengatakan asas praduga tak bersalah pada kenyataannya tak berlaku bagi masyarakat miskin.

Kritik Rindra berlanjut dengan menyinggung dominasi kaum maskulin di dunia kepengacaraan. Dia heran kenapa profesi pengacara digeluti mayoritas oleh laki-laki. Rindra pun coba menganalisanya dengan menganalogikan karakter laki-laki dalam kehidupan percintaan.

“Saya rasa sih alasannya kenapa lebih banyak laki-laki, karena laki-laki sudah terbiasa ngibul, untuk dapatin pasangan ya khususnya. Gue kenal banyak laki-laki yang rela ngomong sayang asal dapat ‘ngangkang’. Itu true. Ya, itu kayak pengacara lah, rela ngomong besar asal klien bayar. Nggak apa-apa, itu wajar,” ujarnya.

Komika lainnya, Muhadkly alias Acho berbicara soal keadilan dan ketidakadilan yang terjadi di sekitar tempat dia tinggal, yakni Tanjung Priok, Jakarta Utara. Acho mengklaim Tanjung Priok adalah tempat dimana keadilan itu sering diimplementasikan.

“Misalnya lu ketemu orang yang tawuran, kalau ditanya sama polisi ‘kenapa lu bacok dia?’ jawabannya selalu sama, ‘karena dia nimpuk gue, ya gue bacok biar adil.’ Nah di situ lah keadilan diterapkan ya,” ucap Acho dengan gaya santai.

Dari persoalan tawuran, Acho beralih ke soal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Acho mengungkapkan keresahannya soal kenapa dalam perkara KDRT, kaum lelaki selalu diposisikan sebagai pelaku.

“Cowok ini serba salah. Kita mau ngelawan (kalau dipukul cewek), pasti kita yang dibilang KDRT. Kalau kita ngelapor polisi ujungnya polisi bilang ‘perempuan tenaganya seberapa sih?’ Ya perempuan tenaganya emang nggak seberapa cuma kalau dia megang panci kan keras, pak,” tandasnya.

Hakim Mudik
Satu-satunya komika pengisi acara #LegalMelawak yang berlatar belakang hukum, Arry Wibowo membawakan materi komedi seputar pengalamannya berperkara di pengadilan. Suatu waktu, Arry ke pengadilan untuk menghadiri sidang dengan agenda putusan. Sebelum sidang digelar, Arry didatangi seorang petugas pengadilan yang menyampaikan pesan bahwa Arry diminta menemui seorang hakim.

Ketika ditemui, hakim tersebut ternyata ‘curhat’ ingin pulang kampung bersama sang istri. Lalu, si hakim minta Arry menyediakan dua tiket pesawat. Anehnya, hakim yang mengaku berasal dari Sumatera Utara itu, justru meminta tiket menuju Pulau Dewata, Bali.

“Aku memang orang Medan, tapi kalau pulang kampung aku lebih senang ke Bali. Ubud itu indah ‘kali suasana kampungnya. Kau pun harus ke sana,” ucap Arry meniru omongan si hakim.

“Betul betul. Dia betul. Gue setuju sama dia kalau Ubud itu indah. Tapi ini gue yang tolol kayaknya. Dia mau pulang kampung, kenapa dia minta ke gue?” ujar Arry disusul gelak tawa penonton.
Tags:

Berita Terkait