MA Diminta Fasilitasi Perdamaian antara Sarpin dan Komisioner KY
Berita

MA Diminta Fasilitasi Perdamaian antara Sarpin dan Komisioner KY

Sejatinya, Sarpin dapat mencabut laporannya agar tidak menjadi kegaduhan antar lembaga.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
MA Diminta Fasilitasi Perdamaian antara Sarpin dan Komisioner KY
Hukumonline
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda (PP) Muhamadiyah, Dahni Anzar Simanjuntak, berpandangan Presiden Jokowi tidak boleh kehilangan kendali terhadap aparatur penegak hukum dengan saling sandera. Jika sebelumnya kepolisian terhadap KPK, kini hakim Sarpin melalui laporannya hingga berujung menetapkan tersangka terhadap dua komisioner Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki dan Taufiqurrohman Syahuri.

Menurutnya, fenomena hukum acapkali dijadikan alat kekuasaan untuk saling menegasikan, bukan untuk menegakan keadilan. Oleh sebab itu, Presiden Jokowi mesti menghentikan perilaku arogan. Sebab hal tersebut akan berdampak pada kepemimpinan Jokowi yang kian terpuruk.  

“Karena terang benderang menggunakan hukum Sebagai alat kekuasaan Untuk menegasikan bukan Untuk menghadirkan keadilan,” ujarnya.

Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil berpandangan setiap ucapan pejabat negara mesti dapat dipertanggungjawabkan. Sekalipun berurusan dengan hukum, sejatinya pengadilan yang menentukan terbukti tidaknya tudingan pelapor. “Berani cakap, berani tanggungjawab,” ujarnya melalui pesan kepada hukumonline.

Lantaran delik aduan, sejatinya Sarpin dapat mencabut laporannya agar tidak menjadi kegaduhan antar lembaga. Ia berharap Sarpin dapat mencabut laporannya di Bareskrim. Selain itu, Mahkamah Agung pun dapat memfasilitasi perdamaian antara Sarpin dengan kedua komisioner KY.

“Mahkamah Agung bisa memfasilitasi untuk melakukan perdamaian antara Sarpin dan dua komisoner KY. Sebab kata Kapolri, jika Sarpin mencabut laporannya maka kasus itu selesai,” ujarnya.

Kedua komisoner KY mengomentari putusan praperadilan yang diajukan Komjen Budi Gunawan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan lembaga KY, tidak berani pencemaran nama baik. Namun begitu, jika  kritikan dan komentar kedua komisoner mengarah pada pembunuhan karakter dapat dipersoalkan secara hukum.

“Tapi kalau pernyataannya sudah menjurus pembunuhan karakter tentu bisa dipersoalkan,” pungkas politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan, kasus pencemaran nama baik hakim Sarpin Rizaldi merupakan delik aduan sehingga akan selesai jika yang bersangkutan mencabut laporannya.“Itu kan delik aduan, kalau yang bersangkutan atau pelapor mencabut, ya sudah selesai itu," kata Badrodin usai menghadiri buka puasa Presiden Jokowi bersama para duta besar negara sahabat di Istana Negara Jakarta.

Dia menyebutkan polisi tidak akan mendorong pelapor untuk mencabut laporannya.  Badrodin menegaskan bahwa Polri menanggapi semua laporan yang masuk kepada institusi penegak hukum itu. “Sekarang kalau orang lapor ke polisi tidak ditanggapi kan nanti mereka marah, kita kan hanya memproses secara hukum saja, SOP-nya sama,” katanya.

Menurut dia, setiap orang melapor, akan ditindaklanjuti dengan penyelidikan apakah yang dilaporkan itu tindak pidana atau bukan. Mantan Kadiv Hukum mabes Polri itu berpandangan, proses pidana akan diproses lebih lanjut. “Kecuali kalau yang bersangkutan mencabut laporannya, itu kita hentikan penyelidikannya,” pungkas jenderal polisi bintang empat itu.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Criminal for Justice Reform (ICJR), Supriyadi W Eddyono, juga meminta agar Sarpin mencabut laporan. “ICJR juga menuntut Mahkamah Agung agar meminta hakim Sarpin Rizaldi menarik laporannya dari kepolisian,” ujarnya.

Kasus yang menjerat kedua komisoner KY itu memang merupakan delik aduan. Makanya, demi menjaga keharmonisan antar lembaga dan tidak menimbulkan kegaduhan, ada baiknya hakim Sarpin menarik laporannya di Bareskrim. Supriyadi berpendapat, jika Mahkamah Agung tidak meminta agar Sarpin menarik laporannya, maka lembaga peradilan tertinggi itu dinilai akan menutup pintu masyarakat dapat mengkritik putusan.

“Hal ini berlawanan dengan semangat keterbukaan yang selama ini dipromosikan oleh Mahkamah Agung,” ujarnya.

Menurutnya, putusan pengadilan bukanlah milik hakim seorang, maupun secara kelembagaan setelah putusan dibacakan. Sebaliknya, tiap putusanpengadilan menjadi milik masyarakat. Dengan begitu, masyarakat berhak mengomentari putusan, melakukan eksaminasi. Atau setidaknya, putusan tersebut menjadi bahan penelitian untuk setiap orang.

ICJR, kata Supriyadi, mendesak agar Bareskrim segera menghentikan kasus tersebut. Pasalnya sebuah kritikan keras sekalipun terhadap putusan pengadilan merupakan suatu kewajaran. Malahan menjadi hal yang baik dalam mendorong putusan pengadilan agar ke depan menjadi lebih akuntabel dan terbuka terhadap masyarakat.

“Pernyataan kedua pejabat Negara dalam mengkritik putusan Praperadilan yang kontroversial tersebut adalah pernyataan–pernyataan yang dilontarkan dalam kapasitas sebagai pejabat Negara yang dilindungi oleh Undang–Undang dan tidak bisa dikatakan memiliki sifat penghinaan,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait