Eks Karyawan Ini Persoalkan Jangka Waktu Gugatan TUN
Berita

Eks Karyawan Ini Persoalkan Jangka Waktu Gugatan TUN

Ada kemungkinan argumen kebijakan hukum terbuka dipakai pembentuk undang-undang.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Hari Pattikawa selaku kuasa dari Pemohon Prinsipal Demmy Pattikawa saat menyampaikan pokok-pokok permohonan dalam sidang perdana uji materi UU PTUN, Senin (27/7). Foto: Humas MK
Hari Pattikawa selaku kuasa dari Pemohon Prinsipal Demmy Pattikawa saat menyampaikan pokok-pokok permohonan dalam sidang perdana uji materi UU PTUN, Senin (27/7). Foto: Humas MK
Aturan pembatasan jangka waktu 90 hari gugatan tata usaha negara yang diatur Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) kembali dipersoalkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah sebelumnya diajukan eks jaksa, kini giliran mantan karyawan PT PertaminaDemmy Pattikawa yang hendak memperjuangkan haknya melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Dalam persidangan perdana, Demmy mengungkapkan dirinya korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada tahun 1983. Surat PHK miliknya tidak ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dia juga tidak mendapatkan pesangon. Selain itu, hubungan kerja dirinya dan PT Pertamina termasuk ranah sengketa kepegawaian karena status PT Pertamina sebagai perusahaan pemerintah.

Setelah 32 tahun pemohon sadar merasa dirugikan, pemohon berusaha memperjuangkan haknya dengan mengugat ke PTUN. Namun, keberadaan Pasal 55 UU PTUN itu dinilai telah menghalangi haknya mengajukan gugatan ke PTUN lantaran tenggang waktu pengajuan gugatan dibatasi 90 hari sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

“Iklim pemerintahan masa (Orde Baru) itu membuat pemohon berpikir ulang bersengketa dengan pemerintah,” ujar Demmy dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang diketuai Suhartoyo di ruang sidang MK, Senin (27/7). Suhartoyo didampingi Manahan Sitompul dan Patrialis Akbar sebagai hakim anggota majelis.

Pasal 55 UU PTUN menyebutkan, “Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.”

Dalam petitum permohonannya, pemohon meminta MK menghapus keberadaan pasal tersebut karena bertentangan dengan UUD 1945. “Kami menganggap ketentuan itu bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945,” ujarnya.

Menanggapi permohonan, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengingatkan apabila MK menghapuskan ketentuan tenggat waktu pengajuan gugatan PTUN dalam Pasal 55 UU PTUN justru menimbulkan ketidakpastian hukum.

Dia menjelaskan ketentuan tenggat waktu 90 pengajuan gugatan dalam UU PTUN merupakan kebijakan hukum terbuka pembuat undang-undang. Dengan kata lain, MK tidak dapat mengubahnya, kecuali pemerintah dan DPR merevisi UU PTUN tersebut.

Ketua Majelis Suhartoyo mengungkapkan sudah ada permohonan yang substansinya hampir sama dengan permohonan ini. Karena itu, pemohonan bisa saja tinggal menunggu putusannya atau tetap melanjutkan permohonannya dengan memperbaiki materi permohonan. “Mahkamah menunggu 14 hari paling lambat Jumat (7/8) pukul 14.00 WIB untuk perbaikan jika ingin melanjutkan permohonan,” tutupnya.

Sebelumnya, seorang mantan jaksa dari Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Jack Lourens Valentino mempersoalkan Pasal yang sama. Ia menganggap jangka waktu 90 hari dalam UU PTUN menghambat haknya untuk menggugat SK Jaksa Agung tentang pemecatan dirinya. Jack kehilangan hak menggugat ke PTUN setempat karena saat terbitnya SK Jaksa Agung tertanggal 13 Januari 2013 Laurens tengah menjalankan hukuman pidana.

Lourens menganggap ketentuan batas waktu 90 hari mengajukan gugatan TUN itu diskriminatif dan tak masuk akal bagi warga yang berdomisili di Indonesia Bagian Timur karena terkendala kondisi geografis, seperti transportasi, biaya, dan jaraknya yang sulit diakses. Misalnya, di Wilayah Indonesia Timur, PTUN hanya ada di Ibukota Provinsi yang jaraknya hingga ratusan kilometer dari berbagai daerah. Karena itu, pemohon meminta agar MK menghapus Pasal 55 UU PTUN karena bertentangan dengan UUD 1945.
Tags:

Berita Terkait