MK Tolak Bubarkan OJK
Utama

MK Tolak Bubarkan OJK

Ada kepentingan dan kebutuhan konstitusi untuk menghadirkan OJK. Meski permohonan ditolak, ada frasa yang diubah.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Pemohon Ahmad Suryono didampingi kuasanya saat menyimak pembacaan amar putusan perkara uji materi UU OJK, Selasa (4/8). Foto: Humas MK
Pemohon Ahmad Suryono didampingi kuasanya saat menyimak pembacaan amar putusan perkara uji materi UU OJK, Selasa (4/8). Foto: Humas MK
Niatan sejumlah elemen masyarakat membubarkan lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya kandas di tangan palu sembilan hakim konstitusi konstitusi. Soalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengkukuhkan keberadaan OJK dengan menolak sebagian besar pasal pengujian UU No. 21 Tahun 2011tentang OJK. Hanya saja, dalam putusannya, MK menghapus frasa “dan bebas dari campur tangan pihak lain” dalam Pasal 1 angka 1 UU OJK.

Pasal 1 angka 1 UU OJK selengkapnya menjadi ‘Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini’.

“Majelis menyatakan menolakpermohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya,” ucap Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan putusan bernomor 25/PUU-XII/2014 di gedung MK, Selasa (04/8).

Putusan ini merupakan jawaban MK atas permohonan Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa (TPKEB) mempersoalkan Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 37, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 UU OJK terkait fungsi pengawasan dan pengaturan perbankan oleh OJK. Kedua fungsi OJK itu tak diatur dalam konstitusi yang eksesnya mendorong terbentuknya pasar bebas.

Misalnya, kata “independen” dalam Pasal 1 angka 1 bertentangan dengan Pasal 23D dan Pasal 33 UUD 1945. Sebab, kata “independen” dalam konstitusi hanya dimungkinkan melalui Bank Sentral (Bank Indonesia), bukan OJK. Pasal 5 UU OJK- yang menyebutkan OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan sektor jasa keuangan dapat berdampak penumpukan kewenangan, sehingga menjadi sulit terkontrol.

Pasal 37 UU OJK --pungutan OJK terhadap bank dan industri jasa keuangan- justru dapat mengurangi  kemandirian OJK. Pungutan ini memicu tanda tanya akan ditempatkan di pos apa dalam nomenklatur APBN. Karena itu, pemohon meminta MK membatalkan Pasal 5 dan Pasal 37. Pemohon juga meminta MK menghapus frasa ‘..tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan..’ dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 UU OJK karena bertentangan dengan Pasal 23D UUD 1945.

Mahkamah berpendapat pembentukan OJK sebagai lembaga independen amanat Pasal 34 UU BI. Meski tidak diperintahkan UUD 1945,tidak serta merta pembentukan OJK inkonstitusional. Sebab, pembentukan OJK atas perintah Undang-Undang yang dibentuk oleh lembaga yang berwenang sebagai constitutional importance, seperti pembentukan KPK Komnas HAM, KPI, KPPU.

Pengaturan dan pengawasan bidang ekonomi-keuangan baikmacroprudential atau microprudential untuk menjaga kestabilan danpertumbuhan ekonomi yang semula disatukan dalam kewenangan bank sentral dan saat ini dilaksanakan dua lembagayakni BI dan OJK merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentukUndang-Undang.

Menurut Mahkamah, pemisahan atau penggabungan kewenangan lembaga yang menyangkut macroprudential danmicroprudential bukan persoalan konstitusionalitas. “Sehingga dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ucap Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan pertimbangannya.

Menurut Mahkamah kata independendalam Pasal 1 angka 1 UU OJK merupakan amanat Pasal 34 ayat (1) UU BI yang merupakan penjabaran Pasal 23D UUD 1945, sehingga tidak salah apabilakata independen dilekatkan pada OJK. Selain itu, kata independen dalam Pasal 23D UUD 1945 pada dasarnya semakna dengan kata mandiri yang diberikan Komisi Pemilihan Umum [Pasal 22E ayat (5) UUD 1945].

“Setingkat UU, terdapat lembaga yang diberikan kata ‘independentanpa dikaitkan dengan pasal dalam UUD 1945, seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Komisi Penyiaran Indonesia,” lanjut Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.

Patrialis menuturkanUU OJK telah mencantumkan secara jelas dan tegas aspek independensi OJK yang dimaksudkan agar setiap regulasi dan pengawasan yang dilakukan OJK bersifat objektif tanpa dipengaruhi intervensi dari pihak manapun termasuk mencegah benturan kepentingan dengan pelaku jasa industri keuangan yang diawasinya. Dengan demikian tidak relevan mempersoalkan dasar hukum kewenangan pembentukan UU OJK, khususnya Pasal 33 UUD 1945, dengan persoalan independensi OJK.

“Aspek independensi OJK dijelaskan lebih lanjut dalam Penjelasan Umum  UU OJK dimana OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran.“

Apresiasi
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Rahmat Waluyanto mengapresiasi putusan MK ini mengukuhkan keberadaan OJK secara konstitusional.“Ada kepentingan dan kebutuhan konstitusi untuk menghadirkan OJK. Ini kemenangan negara dan konstitusi,” kata Rahmat usai persidangan.

Menurutnya, MK hanya meluruskan makna independensi kelembagaan OJK dengan menghapuskan frasa “campur tangan pihak lain” tidak mengubah  kewenangan dan tugas pokok OJK. Sebab, makna independen sudah menjelaskan tentang kemandirian OJK itu sendiri.

Dia berjanji ke depan OJK akan bekerja lebih baik dan akan tetap melakukan komunikasi dan kerja sama dengan pemerintah, BI, Lembaga Penjamin Simpanan. Terkait biaya operasional dan pungutan yang diamanatkan putusan MK ini, dia tegaskan awalnya sumber dana OJK masih berasal dari APBN dan pungutan.

Namun, secara khusus putusan MK menyebutkan nantinya OJK kalau telah mampu mendanai dirinya harus ditegaskan dalam pengaturan lebih lanjut. Untuk itu, pihaknya akan melaksanakan putusan MK melalui pengaturan lebih lanjut. Tentu, pengaturan ini harus dikonsultasikan dengan DPR dan pemerintah.

Salah satu pemohon, Ahmad Suroyo mengaku soal independensi OJK tidak memiliki catatan khusus. Namun, soal pengaturan dan pengawasan OJK yang tersebar di sejumlah UU ada cela yang harus diperbaiki pembentuk UU ke depan. “Soal pungutan, KPK, KPPU, KPI disarankan juga mengambil pungutan dari stakeholders-nya,” katanya.
Tags:

Berita Terkait