Asuransi Nasional Diminta Dukung Pembiayaan Infrastruktur
Berita

Asuransi Nasional Diminta Dukung Pembiayaan Infrastruktur

Selama ini perusahaan asuransi asing mendominasi.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Kantor KADIN di Jakarta. Foto: SGP
Kantor KADIN di Jakarta. Foto: SGP
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong perusahaan-perusahaan asuransi umum nasional untuk lebih aktif dan agresif dalam mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur. Pemerintahan Joko Widodo terus menggalakkan pembangunan infrastruktur. Pembangunan itu membutuhkan dana besar, dan tentu saja resiko bisnis yang besar pula.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial, Rosan Roeslani, meminta peran aktif perusahaan asuransi nasional dalam seminar internasional yang digelar Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Selasa (11/8).

Menurut Rosan, proyek-proyek infrastruktur yang saat ini sudah diprogramkan oleh pemerintah membutuhkan dana yang besar. Sehingga, peluang perusahaan asuransi nasional untuk berpartisipasi dalam pembiayaan infrastruktur bukan hanya terbuka, tetapi juga dibutuhkan.

Rosan merujuk pada data Otoritas Jasa Keuangan tahun 2015. Dari total investasi industri asuransi nasional sebesar Rp 527,929 triliun, alokasi prioritas masih terarah pada deposito bank dan surat berharga. "Peluang dalam pembiayaan infrastruktur justru diambil oleh perusahaan pembiayaan asing, sementara asuransi nasional masih sebatas subkontraktor," katanya.

Rosan melanjutkan, proyek pembangunan infrastruktur 2015–2019 membutuhkan dana sebesar 5.519,4 triliun. APBN plus APBD hanya mampu memenuhi 50 persen kebutuhan dana. Tambahan dari BUMN hanya sekitar 20 persen. Sisanya adalah porsi pembiayaan yang terbuka bagi swasta.

Oleh karena itu, peran asuransi sangat dibutuhkan untuk menutupi kebutuhan anggaran pembangunan infrastruktur. Apalagi, proyek infrastruktur terhitung berjangka panjang dan lebih berisiko. Sektor perbankan akan menimbang risiko proyek seperti ini. Dengan belum hadirnya bank infrastruktur di Indonesia, maka terbuka kesempatan bagi lembaga-lembaga pembiayaan, termasuk asuransi untuk berpartisipasi.

“Dana pihak ketiga (DPK) bank umum nasional  per Februari mencapai  4,15 triliun rupiah dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) sekitar 88 triliun rupiah. Dengan LDR sebesar itu, perbankan akan lebih memilih pembiayaan jangka pendek dibandingkan investasi pada proyek infrastruktur,” jelas Rosan.

Untuk itu, ia menghimbau industri asuransi nasional untuk berani meminta kepada pemerintah agar diberi kesempatan membiayai infrastruktur. Tujuannya agar pembiayaan tidak jatuh ke perusahaan asing sebagai akibat dari pinjaman luar negeri pemerintah. Apalagi, pinjaman bilateral bisa berujung pada tekanan negara kreditur agar memprioritaskan perusahaan asal negaranya dalam proyek pembangunan hingga tekanan pada penggunaan konten lokal. Efek lanjutannya adalah biaya proyek akan lebih tinggi dan impor dari negara kreditur meningkat. “Yang berujung pada defisit perdagangan,” tandasnya.

Senada dengan Rosan, Presiden Direktur Indonesia Infrastructure Finance (IIF) Sukatmo Padmosukarso menilai penting kehadiran industri asuransi dalam membiayai proyek infrastruktur. Dia secara khusus menyebutkan beberapa sektor yang layak digarap pihak swasta, yaitu ketenagalistrikan, minyak dan gas, teknologi informasi dan komunikasi, serta transportasi jalan raya.

"Peran industri asuransi dalam proyek infrastruktur bisa sebagai penjamin atau instrumen dalam manajemen risiko, dan bisa juga dalam pembiayaan atau penyediaan dana bagi investasi infrastruktur,” kata Sukatmo.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum (AAUI) Julian Noor mengatakan saat ini industri asuransi umum tengah mengkaji potensi penjaminan proyek infrastruktur yang akan digarap sejumlah BUMN di Semester II-2015. Hal ini didorong oleh pernyataan Presiden Joko Widodo yang akan mengarahkan pengerjaan proyek infrastruktur ke BUMN telah mendorong lembaga asuransi untuk meng-cover potensi kerugian BUMN.

"Sejauh ini asuransi umum tengah menunggu kejelasan penyelesaian proses tender proyek infrastruktur pemerintah. Sehingga, lembaga asuransi bisa memilah kemampuan keuangan perusahaan untuk melakukan penjaminan," jelasnya.

Lebih lanjut Julian menerangkan, jika ingin turut ikut dalam proyek infrastruktur, maka persoalan tender infrastruktur harus jelas diselesaikan terlebih dahulu agar perusahaan bisa melihat kapasitasnya. Penjaminan proyek infrastruktur BUMN berpotensi mendatangkan premi signifikan.

"Polis asuransi umum bisa meng-cover seluruh proyek infrastruktur yang dicanangkan Pak Presiden Jokowi. Tetapi, memang kemampuan asuransi kita terbatas, karena itu proyek giant dan baru," pungkas Julian.
Tags:

Berita Terkait