Konvoi Moge Dinilai Tak Sesuai UU
Berita

Konvoi Moge Dinilai Tak Sesuai UU

Meski ada kata ‘antara lain’ tak berati bahwa semua bentuk konvoi bisa masuk kategori ini.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Iring-iringan kendaraan atau konvoi telah diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Namun, Pengamat Tansportasi Universitas Soegipranata, Semarang, Djoko Setijowarno menilai, konvoi dengan motor gede (moge) tak dibenarkan dalam Pasal 134 UU tersebut.

"Dalam huruf g (pasal) tersebut sudah secara tegas membatasi konvoi dan/atau kendaraan kepentingan tertentu. Meskipun ada kata 'antara lain' tidak berarti bahwa semua bentuk konvoi bisa masuk dalam kategori ini," kata Djoko di Jakarta, Selasa (18/8).

Ia menjelaskan, dalam Pasal 134 UU LLAJ dijelaskan urutan pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan. Pertama, kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas. Lalu, ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas dan kendaraan pimpinan lembaga Negara Republik Indonesia.

Berikutnya adalah kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara. Kemudian, iring-iringan pengantar jenazah dan konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Yang dimaksud dengan 'kepentingan tertentu' adalah kepentingan yang memerlukan penanganan segera, antara lain, kendaraan untuk penanganan ancaman bom, kendaraan pengangkut pasukan, kendaraan untuk penanganan huru-hara dan kendaraan untuk penanganan bencana alam," paparnya.

Atas dasar itu, lanjut Djoko, filsosofi dari penjelasan tersebut adalah dimaknai sebagai kegiatan yang bersifat kedaruratan dan dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat, bukan kepentingan yang lain. "Pertanyaan besarnya adalah apakah konvoi moge termasuk dalam kriteria tersebut? Seharusnya tidak termasuk dalam kriteria tersebut," katanya.

Menurutnya, ketentuan UU LLAJ telah mencerminkan keadilan bagi setiap orang dalam menggunakan fasilitas umum, yaitu jalan. Djoko menambahkan, perkecualian yang diberikan hak utama dicantumkan pada huruf a sampai dengan huruf g dengan dasar pertimbangan yang tidak akan mencederai hak rakyat.

"Namun, apabila konvoi untuk moge, konvoi pengantin dan lainnya yang bersifat kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, tentu akan mencederai rasa keadilan bagi masyarakat," tukasnya.

Sebelumnya, warga Yogyakarta penghadang iring-iringan konvoi motor gede, Elanto Wijoyono, mendatangi Direktorat Lalu Lintas Polda DIY. Kedatangan tersebut bertujuan untuk meminta kepolisian memperketat perizinan berbagai bentuk konvoi dengan fasilitas pengawalan voorijder.

"Bukan hanya konvoi motor besar, melainkan juga konvoi kendaraan lainnya dalam arti luas, seperti parpol (partai politik), khususnya di Yogyakarta," kata Elanto usai menemui jajaran aparat kepolisian di Direktorat Lalu Lintas Polda DIY.

Menurut dia, pengawalan dengan voorijder juga harus diberikan secara selektif, khususnya bagi kegiatan konvoi yang bukan prioritas serta tidak memiliki urgensi bagi kepentingan negara. "Harus sangat selektif dan bahkan kalau bisa ditiadakan. Seperti kita lihat pengawalan untuk bus wisata dan pengawalan untuk konvoi motor besar yang ternyata bukan untuk urusan negara dan darurat," kata dia.

Oleh sebab itu, dia berharap, wacana serta kritik yang berkembang mengenai pengawalan konvoi moge akhir-akhir ini dapat ditanggapi secara positif sebagai bahan evaluasi bagi kepolisian. Berangkat dari hal itu, Polda DIY juga diharapkan dapat menggelar forum diskusi publik untuk menampung masukan dari masyarakat secara lebih luas.

Forum diskusi itu diperlukan sebab aksi penghadangan moge yang dilakukan, menurut Elanto, bukan semata-mata inisiatif personal. Melainkan dapat dimaknai sebagai gerakan kolektif seluruh warga Yogyakarta yang merasa tidak nyaman dengan konvoi motor besar itu.

Ia juga berharap kepolisian dapat mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai peraturan perundang-undangan secara utuh guna menjelaskan mana kendaraan yang tidak atau boleh dikawal dengan voorijder. "Ini adalah bentuk respons publik, tidak untuk satu atau dua orang saja. Saya yakin apa yang terjadi sekarang adalah hal yang dirasakan semua warga," katanya.

Dirlantas Polda DIY Kombes Pol Tulus Ikhlas Pamodji mengatakan, pihaknya akan segera mensosialisasikan kepada masyarakat ihwal peraturan yang mendasari kegiatan pengawalan melalui website kepolisian. Kendati demikian, dia menjelaskan bahwa kegiatan pengawalan terhadap konvoi moge yang dilakukan sebelumnya pada dasarnya telah sesuai dengan ketentuan Pasal 134 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 khususnya poin 7.

Menurut dia, pengguna jalan yang mendapatkan keutamaan didahulukan dalam poin 7 atau Huruf g Pasal 134 disebutkan termasuk konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. "Pertimbangannya keamanan dan ketertiban jalan," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait