Kewajiban Bahasa Indonesia Bagi TKA Dihapus, Jokowi Dinilai Abaikan UU
Berita

Kewajiban Bahasa Indonesia Bagi TKA Dihapus, Jokowi Dinilai Abaikan UU

Selain UU Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, pemberlakuan Permenaker No.16 Tahun 2015 berpotensi melanggar norma UU Ketenagakerjaan.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Anggota Komisi IX DPR Okky Asokawati. Foto: http://okkyasokawati.com
Anggota Komisi IX DPR Okky Asokawati. Foto: http://okkyasokawati.com
Rencana Presiden Joko Widodo menghapus persyaratan Tenaga Kerja Asing yang hendak bekerja di Indonesia mahir berbahasa Indonesia dinilai telah melanggar UU No.24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Sejumlah anggota DPR mengkritik terobosan Jokowi dengan dalih investasi itu.

“Pemerintah melanggar UU No.24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan,” ujar Ketua Komisi IX Dede Yusuf di Gedung DPR, Senin (24/8).

Dede berpandangan, UU No.24 Tahun 2009 mewajibkan bahasa Indonesia digunakan dalam kontrak kerja di perusahaan negara, swasta dan lainnya. Penghapusan syarat kewajiban berbahasa Indonesia terhadap Tenaga Kerja Asing (TKA) berdampak pada tenaga kerja Indonesia di dalam negeri. Tentu saja TKI tak saja bersaing dengan sesama warga negara, namun juga dengan TKA. Dengan demikian, lapangan pekerjaan kian sempit.

Politisi Partai Demokrat itu mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam menerapkankan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No.16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Meski aturan Permenaker itu hasil revisi atas Permenaker No.12 Tahun 2013, bukan berarti tidak dapat direvisi. Menurutnya, aturan tersebut tetap dapat dilakukan revisi. Makanya, Komisi IX berencana akan memanggil pemerintah melalui Manaker untuk dimintakan penjelasan.

“Tentu kita akan meminta penjelasan,” ujarnya.

Anggota Komisi IX Robert Rouw menilai langkah Jokowi dinilai tidak sesuai dengan konsep Trisakti Bung Karno yang selama ini digadang-gadangkan sejak Pilpres hingga kini. Ia berpandangan penghapusan syarat kewajiban berbahasa Indonesia bagi TKA telah merendahkan bangsa. Karena itulah Roberth  berharap pemerintah merevisi aturan yang dapat merugian bangsa Indonesia dari segala aspek, mulai ekonomi,politik dan budaya.

Anggota Komisi IX  lainnya, Rieke Dyah Pitaloka menilai kewajiban berbahasa Indonesia terhadap TKA diatur dalam Permenakertrans No.12 Tahun 2013. Ketentuan tersebut dinilai mampu mempercepat alih ilmu dan teknologi dari TKA ke tenaga kerja dalam negeri. Selain itu meminimalisir benturan budaya akibat kendala bahasa. Sayangnya, aturan tersebut, kata Rieke, tidak terimplementasi dengan baik.

“Sehingga bisa dipastikan mayoritas TKA bahkan tidak tahu ada aturan tersebut. Salah satu contoh maraknya TKA asal Tiongkok yang masuk ke Indonesia, jangankan kemampuan bahasa, kedatangannya pun sebagian melalui jalur dan prosedur ilegal,” ujarnya.

Fakta di lapangan, pesoalan industri di Indonesia tak kunjung teratasi. Ia berpandangan persoalan masuknya investasi dapat dipastikan bukan karena aturan tentang kewajiban berbahasa Indonesia. Sebaliknya, justru aturan kewajiban berbahasa Indonesia bagi TKA mesti dipertahankan. Sayangnya,  Permenaker No.16/2015 justru  tidak mengharuskan TKA menguasai bahasa Indonesia.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mendesak agar pemerintah merevisi Permenaker No.16 Tahun 2015. Menurutnya, TKI sebelum berangkat ke negara penempatan, diharuskan mendalami budaya dan bahasa negara penempatan. “Bisa dibayangkan Desember nanti seluruh tingkatan lapangan kerja di Indonesia disesaki TKA, bahkan termasuk pekerjaan menengah ke bawah, tanpa ada aturan yang memberi proteksi terhadap kesempatan kerja, alih ilmu dan teknologi bagi rakyat kita sendiri,” katanya.

Dampak Permenaker
Anggota Komisi IX Okky Asokawati berpendapat, maraknya TKA asal Tiongkok di Indonesia merupakan dampak dari pemberlakuan Permenaker No.16 Tahun 2015 yang tidak mewajibkan TKA wajib menggunakan bahasa Indonesia. Makanya menjadi tidak aneh ketika banyaknya TKA yang tidak dapat berbahasa Indonesia.

“Di poin ini, saya melihat kebijakan pemerintah melalui Permenaker No.16 Tahun 2015 tidak dipikirkan dampak turunan dari perubahan aturan tersebut,” ujarnya.

Menurutnya, kemampuan bahasa Indonesia terhadap TKA mesti menjadi syarat mutlak bagi warga asing yang bekerja di Indonesia. Selain menghargai harkat dan martabat juga marwah bangsa Indonesia. Presiden Jokowi seolah tidak menyadari akibat penghapusan syarat kewajiban bahasa Indonesia bagi TKA telah menjauhkan nawacita serta janji pada pemilu lalu.

“Apalagi bila TKA tersebut adalah pekerja unskilled, maka semakin melukai pekerja lokal yang memang mayoritas berpendidikan SD dan SMP.  Janji seperti membuka 10 juta lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia justru yang terjadi lapangan pekerjaan untuk TKA,” ujarnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menilai Permenaker No.16 Tahun 2015 berpotensi melanggar norma UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Poin penting dalam UU Ketenagakerjaan adalah TKA dapat bekerja di Indonesia dengan catatan melakukan transfer  ilmu pengetahuan kepada tenaga kerja lokal.

“Bagaimana bisa melakukan alih keahlian dan tekhnologi ke pekerja domestik bila bahasa yang digunakan bahasa asalnya, bukan bahasa Indonesia. Saya mengingatkan pemerintah agar membuat kebijakan yang benar-benar berpihak pada rakyat sendiri. Liberalisasi pekerja ini tentu paradoksal dengan Nawacita Presiden Jokowi,” katanya.

Robert menambahkan serbuan masuknya tenaga kerja asing asal Tiongkok ke Indonesia mesti dibatasi. Soalnya masih banyak jutaan rakyat Indonesia yang membutuhkan pekerjaan layak. Bahkan tak sedikit tenaga kerja di Indonesia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal karena kondisi perekonomian nasional yang sedang lesu.

“Pemerintah harus segera membatasi serbuan tenaga kerja asing dan harus memberikan kesempatan seluas-luasnya dan membuka lapangan pekerjaan baru bagi rakyat Indonesia. Dengan begitu, konsep Trisakti Bung Karno yang selama ini di gadang-gadang oleh Presiden Jokowi bisa terwujud di era pemerintahannya saat ini,” pungkas politisi Partai Gerindra itu.

Seperti diketahui, Pemerintah telah menghapus persyaratan wajib berbahasa Indonesia bagi para Tenaga Kerja Asing. Ketentuan itu tertuang dalam Permenaker No.16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang baru menggantikan Permenakertrans No.12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Tags:

Berita Terkait