Perma Masih Jadi Solusi Hukum Acara Perdata di Indonesia
Berita

Perma Masih Jadi Solusi Hukum Acara Perdata di Indonesia

Dalam suatu UU sering tidak mengatur secara tuntas tentang hukum acara dari UU tersebut. MA dengan wewenang yang dimiliki mengeluarkan Perma untuk memberikan pengaturan yang lebih rinci dan lebih jelas.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Muhammad Saleh (tengah). Foto: SGP
Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Muhammad Saleh (tengah). Foto: SGP
Belum adanya Hukum Acara Perdata Nasional di Indonesia di tengah kebutuhan masyarakat yang sangat dinamis, membuat Mahkamah Agung (MA) berdasarkan kewenangannya membuat Perma (Peraturan Mahkamah Agung). Hal ini disampaikan Wakil Ketua MA RI Bidang Yudisial, Muhammad Saleh, pada pembukaan acara Konferensi Nasional Hukum Acara Perdata II, di Universitas Airlangga, Surabaya, Rabu (26/8).

“Sampai saat ini peraturan mengenai Hukum Acara belum lengkap, sehingga harus diatasi dengan peraturan yang dibuat oleh MA,” ujarnya.

Saleh mengatakan, Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia merupakan warisan pemerintah Hindia Belanda dan produk Pemerintah Republik Indonesia. Namun, perundang-undangan tersebut belum mencukupi dan menjawab perkembangan kebutuhan masyarakat yang dinamis. Menurutnya, saat ini pemerintah dan legisatif tengah berusaha membuat rancangan undang-undang Hukum Acara Perdata Nasional.

“Namun sampai saat hari ini, ketika saya menanyakan kepada Ketua Baleg Sareh Wiyono, Rancangan Hukum Acara Perdata Nasional belum masuk dalam pembahasan sidang DPR RI,” tuturnya.

Menurut Saleh, menjadi suatu fakta bahwa dalam suatu undang-undang sering tidak mengatur secara tuntas tentang hukum acara dari undang-undang tersebut, sehingga memerlukan peraturan pelaksana. Dan itupun, kata Saleh, tidak kunjung datang sehingga menimbulkan kesulitan di dalam praktik peradilan. Untuk itu, MA dengan wewenang yang dimiliki mengeluarkan Perma untuk memberikan pengaturan yang lebih rinci dan lebih jelas.

Dua PERMA
Pada 7 Agustus 2015, MA mengeluarkan dua Perma guna mencukupi dan menjawab perkembangan kebutuhan masyarakat yang dinamis. Dua Perma tersebut adalah Perma No.1 Tahun 2015 tentang Pelayanan Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah dan Perma No.2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.

Saleh menjelaskan, Perma No.1 Tahun 2015 tentang Pelayanan Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah dalam rangka penerbitan Akta Perkawinan, Buku Nikah dan Akta Kelahiran.

“Hal ini bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan di bidang hukum dan membantu masyarakat,terutama yang tidak mampu untuk mendapatkan hak atas perkawinan, buku nikah dan akta kelahiran yang dilakukan dengan sederhana cepat dan biaya ringan," katanya.

Penerima manfaat pelayan terpadu tersebut, kata Saleh, akan diutamakan kepada anggota masyarakat yang pernikahannya atau kelahirannya belum dicatatkan, anggota masyarakat yang tidak mampu dan sulit mengakses pelayanan di gedung kantor Pengadilan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten dan KUA yang terhambat permasalahan ekonomi maupun geografis.

“Selain itu anggota masyarakat dari kelompok rentan termasuk perempuan, anak- anak dan penyandang disabilitas, anggota masyarakat yang tidak memiliki akses pada informasi dan konsultasi hukum yang dapat dilayani oleh Posbakum,” ujarnya.

Sedangkan Perma tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, Saleh menjelaskan bahwa aturan tersebut dalam rangka penyelenggaraan peradilan yang dilaksanan dengan asas sederhana, cepat dan biaya ringan, sehingga dapat memberikan akses yang luas kepada masyarakat. Tujuan lain dikeluarkannya aturan itu sehubungan dengan perkembangan hubungan hukum di bidang ekonomi dan bentuk keperdataan lainnya yang membutuhkan penyelesaian sengketa yang lebih sederhana, cepat, dan biaya ringan terutama di dalam hubungan hukum yang bersifat sederhana.

“Oleh karenanya untuk kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang, untuk mengisi kekosongan MA mengelarkan peraturan tersebut,” ujar Saleh.

Dalam hal ini, yang dimaksud dengan Penyelesaian Gugatan Sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan gugatan materil paling banyak Rp200 juta yang diselesaikan dengan tata cara pembuktian yang sederhana. Namun, tidak termasuk apabila penyelesaian sengketanya dilakukan melalui Pengadilan Khusus yang sudah diatur dalam undang-undang.

“Gugatan sederhana akan diperiksa dan diputus di peradilan umum dengan hakim tunggal. Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau didampingi kuasa hukum. Apabila mencapai perdamaian,hakim membuat putusan akta perdamaian yang mengikat dan tidak dapat diajukan tuntutan Provisi, Eksepsi, Rekonvensi, Intervensi, Replik, Duplik, dan Kesimpulan. Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap dilaksanakan secara sukarela dan dalam hal tidak dipatuhi maka dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku,” jelasnya.
Tags:

Berita Terkait