IJSL Gelar Prosesi Penerimaan Mahasiswa Baru
Utama

IJSL Gelar Prosesi Penerimaan Mahasiswa Baru

Total terdapat 20 orang mahasiswa-mahasiswi baru yang diterima IJSL.

Oleh:
RZK
Bacaan 2 Menit
Ketua IJSL Yunus Husein saat prosesi penerimaan mahasiswa baru di Kampus IJSL, Senin (14/9). Foto: IJSL
Ketua IJSL Yunus Husein saat prosesi penerimaan mahasiswa baru di Kampus IJSL, Senin (14/9). Foto: IJSL
Misi Indonesia Jentera School of Law (IJSL) atau Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera untuk mencetak sarjana hukum yang diharapkan menjadi agen pembaruan hukum dimulai. Senin (14/9), IJSL menggelar prosesi penerimaan mahasiswa baru di Kampus IJSL, Kuningan, Jakarta Selatan.

Prosesi dimulai dengan pembukaan sidang senat akademik yang dihadiri oleh Yunus Husein selaku Ketua IJSL, Bivitri Susanti dan Erni Setyowati selaku Wakil Ketua IJSL, serta Prof Mardjono Reksodiputro dan Prof. Erman Rajagukguk selaku Anggota Senat Akademik IJSL.

"Pada prosesi ini, terdapat 20 orang mahasiswa-mahasiswi baru, tempat kita menaruh harapan atas pembaruan hukum di masa yang akan datang. Mereka dapat hadir di ruangan melalui empat jalur penerimaan, yaitu Beasiswa Jentera, Beasiswa Integritas, Beasiswa Munir Said Thalib, dan jalur umum," papar Yunus Husein dikutip dari siaran pers yang diterima Hukumonline.

Dari 20 orang mahasiswa-mahasiswi baru yang diterima IJSL, sebagian besar masuk melalui jalur beasiswa. Rinciannya, 15 orang lulusan SMA/sederajat dari jalur Beasiswa Jentera dan Integritas, 4 orang penggiat LSM dari jalur Beasiswa Munir Said Thalib. Sementara, dari jalur umum hanya satu orang.

Dijelaskan Yunus, IJSL berdiri pada tahun 2011 dilatar belakang pemikiran bahwa pembaruan hukum bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan waktu yang panjang. Untuk itu, IJSL bertekad mencetak agen-agen pembaruan hukum dari para mahasiswa-mahasiswi yang bergabung dengan IJSL.

Dia menegaskan, IJSL berbeda dengan sekolah umum lainnya. IJSL, kata Yunus, memiliki pengajar yang kredibel, metode pengajaran yang inovatif, serta terdapat kesempatan magang di berbagai firma hukum, organisasi non-pemerintah, dan perusahaan terkemuka.

Dalam orasi ilmiah berjudul "Reformasi Sistem Peradilan Pidana Indonesia: Menghadapi Tantangan Untuk Perubahan", Prof Mardjono Reksodiputro menyoroti ketiadaan kepastian hukum untuk berusaha di Indonesia. Penyebabnya adalah politik pembangunan ekonomi selama kurang lebih 30 tahun, yang mengabaikan pembangunan sistem hukum.

“Seharusnya hukum dapat membantu dan menunjang berbagai permasalahan dan ketidakadilan yang timbul berbarengan dengan kemajuan ekonomi yang dicapai masyarakat," papar Prof Mardjono.

Mengaku telah kehilangan optimisme, Prof Mardjono berharap IJSL dapat menghasilkan lulusan yang dapat membantu mempercepat reformasi hukum di Indonesia.

"Pada penghujung 2015 ini, saya telah kehilangan optimisme itu. Namun demikian, saya ingin segera menambahkan bahwa janganlah pesimisme ini juga menular pada Anda Mahasiswa Jentera, justru pada Anda terletak harapan saya, agar optimisme 17 tahun yang lalu dapat kembali,” kata Prof Mardjono.
Tags:

Berita Terkait