Advokat Pekanbaru Tampung Gugatan Class Action Terkait Asap
Utama

Advokat Pekanbaru Tampung Gugatan Class Action Terkait Asap

Gugatan ini nantinya akan memfokuskan kepada pertanggungjawaban dari korporasi pemilik lahan.

Oleh:
CR19/ANT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi hutan. Foto : borneoclimatechange.org
Ilustrasi hutan. Foto : borneoclimatechange.org

Sejumlah advokat di Pekanbaru berencana akan melakukan gugatan kelompok atau lebih dikenal dengan nama class action atau class representative terkait pembakaran lahan yang menyebabkan terjadinya kabut asap. Hingga kini, para advokat tersebut masih menampung permintaan masyarakat untuk melakukan gugatan.

“Dengan ini advokat PERADI Pekanbaru menghimbau kepada rekan-rekan dan keluarga seluruh masyarakat yang menderita langsung akibat kerugian tersebut untuk dapat memberikan kuasa mengugatnya,” tulis Torri Alexander Wahyudi, yang merupakan Anggota DPC PERADI Pekanbaru versi Juniver Girsang di sejumlah media sosial.

Torri mengatakan, dari himbauan tersebut sudah ada masyarakat yang merespon. Ke depan, ia yakin masyarakat akan banyak yang memberi kuasa mengugatnya kepada DPC PERADI Pekanbaru. “Masih kita kumpulkan sih karena baru tadi saya coba sebarkan kepada teman-teman,” katanya saat dihubungi hukumonline, Senin (14/9).

Paling tidak, lanjut Torri, pihaknya masih menunggu 10 warga yang akan memberikan kuasa. Jika sudah terkumpul, rencananya baru akan dirancang gugatan serta berapa kerugian yang diderita masyarakat dari masalah asap itu. Hingga kini, kerugian yang dialami masih sebatas masalah kesehatan.

“Memang kita tunggu dalam waktu tiga hari ini, kita lihat berapa orangnya. Dari situ kita baru tahu berapa kerugiannya, kan macam-macam kerugiannya. Yang baru kita deteksi sebatas masalah kesehatan,” jelasnya.

Ia mengatakan, gugatan ini akan fokus kepada perusahaan atau korporasi pemilik lahan yang terbakar itu. Menurutnya, gugatan bukan bertujuan untuk mencari-cari aspek pidana melainkan pada aspek ganti kerugian. Salah satu perancangan gugatan bisa dilakukan dengan berasal dari peta kehutanan dan perkebunan dan melihat sumber titik api.

“Kalau sampai saat ini pemerintah lebih mengutamakan siapa yang membakar (oknum). Kalau oknum yang membakar mereka siapa lah, pekerja lepas yang datang. Kita mau ada pertanggungjawaban korporasinya karena dari tahun ke tahun ini tidak berubah-berubah dan memang kebakaran itu berada di wilayah perkebunan mereka,” ucapnya.

Ia berharap nanti saat didaftarkan ke pengadilan, gugatan class action ini bisa diterima oleh majelis hakim. “Mudah-mudahan kalau bisa masuk, diterima juga unsur class actionnya itu lebih bagus tapi kalau tidak kita pakai legal standing yang lain,” ujar Torri.

Posko gugatan terkait kasus serupa juga dilakukan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Dalam siaran persnya, Walhi mengajak warga negara secara aktif memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak untuk bebas dari ancaman bencana asap, hak kesehatan, hak hidup dan hak untuk hidup dengan kualitas hidup yang baik, termasuk hak generasi yang akan datang.

Lembaga swadaya masyarakat di bidang lingkungan hidup tersebut juga mengajak masyarakat di tempat lain untuk bersolidaritas dan mendukung perjuangan ini. Menurut Walhi, fakta menunjukkan sebagian besar titik sebaran api berada di wilayah konsesi perusahaan, baik hutan tanaman industri (HTI), perkebunan sawit maupun pertambangan.

Atas dasar itu, korporasi harus bertanggung jawab atas bencana asap yang ditimbulkan akibat praktik buruk korporasi. Selain itu, penanganan terhadap kebakaran hutan dan lahan dinilai selalu dilakukan dengan pendekatan yang sama, bersifat reaksioner dengan memadamkan api, tanpa mau melihat akar persoalan yang menyebabkan bencana asap terus terjadi.

Walhi pun mendorong terus pemerintah untuk "menyentuh" korporasi sebagai aktor yang harus bertanggung jawab, dengan mengkaji ulang dan mencabut izin perusahaan, khususnya yang secara berulang ditemukan titik kebakaran api di wilayah konsesinya. Walhi menegaskan bahwa kolaborasi kejahatan korporasi dan negara yang abai telah menyebabkan begitu banyak korban berjatuhan, kerugian yang tidak bisa dihitung lagi nilainya, khususnya kesehatan kelompok rentan seperti anak-anak, yang terancam masa depannya karena paparan asap.

Posko Walhi memfasilitasi gugatan warga negara atas kerugian yang ditimbulkan dari bencana asap karena dalam konstitusi termaktub secara tegas dalam pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945 bahwa lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah hak asasi warga negara. Maka menjadi kewajiban negara untuk melindungi dan memenuhinya. Gugatan warga negara atas kerugian/dampak yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan hidup, termasuk yang disebabkan oleh korporasi, dilindungi dan diakui oleh UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Selain memfasilitasi gugatan hukum bagi warga negara, Posko Walhi tersebut juga sekaligus sebagai posko pengaduan dan penanganan bencana ekologis asap. Posko Walhi dibuka di daerah-daerah yang mengalami kejadian bencana asap secara intensif, berulang, massif dengan korban dan kerugian yang sangat besar di dalamnya, antara lain Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Riau dan Jambi.

Tags:

Berita Terkait