Jadi Advokat Sekaligus Dosen, Jangan Takut Diuji
Berita

Jadi Advokat Sekaligus Dosen, Jangan Takut Diuji

Pembagian waktu dan integritas keilmuan memang bisa jadi ujian, tapi manfaat dan kepuasan yang didapat pun besar.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Jadi Advokat Sekaligus Dosen, Jangan Takut Diuji
Hukumonline
Banyak uang dan tak ada waktu.Barangkali dua kesan itu yang sering dilekatkan pada pekerjaan advokat. Namun kenyataannya, masih ada advokat yang merangkap sebagai profesional di bidang lain. Menjalani profesi advokat sekaligus dosen, misalnya. Uang tak melulu menjadi motivasi untuk melakukan rangkap pekerjaan itu. Sementara pembagian waktu, bagi sebagian advokat yang menjalani dua profesi justru bukan hambatan.

Managing Partner Kemalsjah & Associates, Kemalsjah Siregar, mengaku kebutuhan materi yang didapatnya dari melakoni profesi advokat sudah cukup. Maka, motivasi utamanya menjadi dosen bukanlah mencari uang. Ia memaparkan yang terdengar sangat religius, bahwa berbagi ilmu merupakan salah satu ibadah yang pahalanya akan terus mengalir.

Senada dengan Kemalsjah, advokat Aji Hari Setiawan juga mengatakan bahwa keinginannya untuk mengajar dimotivasi rasa syukur kepada Tuhan atas pencapaian yang sudah ia dapatkan. Ia merasa mengajar merupakan salah satu langkah yang bisa ditempuhnya untuk berbagi kepada sesama. Selain itu, Aji memang suka berinteraksi dengan banyak orang, sehingga mengajar menjadi aktivitas menyenangkan buatnya.

Sementara itu, Flora Dianti bercerita bahwa sejak awal ia memang menjalani kegiatan beracara dan mengajar. Semasa masih mahasiswa, Flora sudah aktif di beberapa lembaga bantuan hukum dan pos bantuan hukum. Di saat bersamaan, ia juga menjadi asisten dosen di kampusnya, Universitas Indonesia (UI).

“Saya kan mengambil konsentrasi hukum acara. Sejak mahasiswa memang sudah mengajar mata kuliah terkait hukum acara. Di sisi lain, hukum acara ini juga menurut saya harus dipraktikan makanya saya juga memilih menjadi advokat,” tutur Flora yang kini mengajar di almamaternya dan Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH).

Tak bisa dipungkiri, pembagian waktu memang menjadi ujian dalam menjalani profesi advokat sambil serius menjadi dosen. Namun, bagi Flora hal itu bisa diatasi dengan mengambil prioritas yang tepat. Ia mencontohkan, saat mengajar di UI mahasiswanya cukup banyak. Oleh karena itu, ia mengatur agar jadwal mengajarnya seharian penuh sehingga di hari itu ia tak bisa ikut jika ada kegiatan yang berkaitan dengan profesi advokat. Akan tetapi, di UPH jika ada agenda yang bentrok ia akan lebih memprioritaskan pekerjaannya sebagai advokat.

“Soalnya, di UPH saya mengajar kelas internasional yang mahasiswanya tidak terlalu banyak. Jadi cukup fleksibel kalau jadwalnya digeser,” jelasnya.

Trik yang samajuga dipilih Aji. Ia mengatakan, Senin sampai Jumat ia fokus untuk melakukan pekerjaannya beracara. Aji yang mengajar di Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK) mengajar beberapa mata kuliah pada Jumat sore selepas beracara. Kemudian, pada hari Sabtu sejak pagi hingga malam ia dedikasikan untuk mengajar secara penuh.

Lain halnya dengan Kemalsjah. Ia mengungkapkan bahwa jadwal mengajarnya sudah dipatok secara regular. Ia pun komitmen untuk senantiasa memenuhi jadwal itu. Hanya saja, ketika ada agenda lain yang tak bisa ia hindari, Kemalsjah mengaku lebih memilih untuk mengirim associate-nya menggantikaan dirinya memberi kuliah.

“Walaupun berhalangan hadir, saya selalu memastikan agar mahasiswa saya tetap mendapatkan kuliah. Ini supaya makin banyak yang paham masalah hubungan industrial dan ketenagakerjaan dengan benar,” tuturnya.

Kendati harus repot mengatur waktu, nyatanya Flora, Aji, dan Kemalsjah sepakat bahwa menjalani profesi advokat sambil menjadi dosen membawa banyak manfaat. Mereka sama-sama merasa kedua profesi itu saling mendukung satu sama lain. Pada akhirnya, menjadi dosen ataupun advokat bukanlah pilihan melainkan satu kesatuan untuk dijalani.

Kemalsjah pun merasa mendapatkan kepuasan tersendiri saat menyaksikan banyak generasi muda yang terbangun kesadarannya terkait masalah perburuhan setelah ia menyampaikan kuliah. Demikian pula Flora yang senang melihat mahasiswanya termotivasi dengan bahan praktik yang ia sampaikan di ruang kelas.

“Dengan menjadi dosen banyak materi yang bisa mempertajam pengetahuan dan kemampuan saya beracara,” kata Aji.

Sayangnya, ada konsekuensi lain yang menjadi duka tersendiri bagi Flora. Kadang ia harus menahan rasa gemas ketika mendapati teori yang ia sampaikan di ruang kelas tak seperti kenyataan dalam dunia praktik yang ia geluti. Untuk mengatasinya, Flora pun punya strategi.

“Saya selalu pesan mahasiswa, termasuk untuk mengingatkan diri sendiri, kalau nanti kita lihat prakatik berbeda dengan teori, jangan mudah menyerah. Di situlah integritas keilmuan kita diuji,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait