Menyambut Komisioner KPK Baru
Tajuk

Menyambut Komisioner KPK Baru

KPK dengan pimpinan baru memerlukan soliditas internal yang tinggi, pembangunan kemampuan internal, dan keberanian untuk tidak pandang bulu, serta selalu menggalang dukungan publik yang terbukti banyak membantu KPK di masa-masa sulit menghadapi tekanan politik dan kekuasaan.

Oleh:
ATS
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Jalan sudah mulai terbuka. Calon komisioner KPK sudah terpilih 8 orang, dan telah diajukan ke DPR oleh Pemerintah. Sejumlah pergeseran di posisi puncak POLRI juga sudah dilakukan untuk memudahkan kerja mereka yang kuatir dikriminalisasi. Proses terakhir ada di DPR, yang selalu merupakan proses politik dan adu kepentingan yang bisa menghasilkan mayoritas komisioner yang bisa efektif mencegah dan utamanya memberantas korupsi. Tetapi hasil akhir bisa lain, komisioner baru (mayoritas) yang biasa-biasa saja atau berpotensi bermasalah, tidak punya semangat reformasi dan anti korupsi, bisa terpilih. Dan ini berbahaya untuk masa depan Indonesia yang cita-citanya mau bersih dari korupsi.

Dari 8 nama hasil pilihan Pansel yang diajukan Presiden, kecuali beberapa diantaranya, memang jauh dari ideal, apalagi tantangan ke depan KPK nanti akan lebih kompleks. Sebagian orang menyalahkan kerja Pansel KPK, sebagian lagi maklum karena yang mendaftar memang bukan atau hanya segelintir orang-orang terbaik. Sebagian lagi mengatakan, kenapa harus dipaksakan mengajukan orang-orang yang nantinya bisa menjadi masalah besar untuk pemberantasan korupsi? Kenapa tidak mengajukan nama-nama yang moral dan semangatnya baik tetapi mungkin kemampuannya tidak menonjol, dbandingkan dengan orang yang kemampuannya lebih tetapi punya potensi untuk menimbulkan masalah nantinya? Bukankah lapis tengah KPK sudah begitu baiknya, terutama di fungsi penyelidik dan penyidik sehingga memudahkan kerja pimpinan? Setumpuk pertanyaan memang. Tetapi, bagaimanapun calon pimpinan yang 8 orang sudah jadi fakta, dan kita harus hidup dan menatap ke depan dengan fakta itu.   

Setiap pimpinan KPK yang terdiri dari 5 komisioner selalu terbawa oleh arus jaman. KPK “jilid I dan II” masih dipengaruhi oleh semangat reformasi untuk membangun institusi, melakukan pengenalan KPK dan kerjanya, serta penyidikan dan penuntutan kasus-kasus korupsi yang besar atau sistemik. KPK jilid II mulai dikriminalisasi, begitu juga KPK jilid III, sehingga efektivitas dan prioritas kerjanya terganggu.

Untuk KPK jilid IV, tentu tidak terlepas dari arus zaman yang melanda kita sekarang. Ini adalah suatu masa yang sulit buat banyak negara, karena krisis ekonomi global, terutama karena melemahnya perekonomian Eropa dan Asia, hancurnya harga komoditas, dan perang valuta yang mengganggu pertumbuhan ekonomi. Ini agak tidak sejalan dengan program pemerintah kita yang bertekad menggenjot pertumbuhan dan meletakkan fondasi pertumbuhan dengan membangun infrastruktur secara masif. Kita mendengar setiap hari rencana dan pelaksanaan pembangunan proyek bendungan, proyek pembangkit listrik 35.000 kw, jalan tol dan trans pulau besar, MRT, LRT, pelabuhan laut dan udara dan lain-lain. Memang di sana akan ada spending yang besar yang mampu menggerakkan ekonomi. Itupun kalau uangnya ada, karena negara hanya bisa menyiapkan sebagian kecil, sedang sisanya terpaksa bergantung kepada partisipasi swasta, padahal swasta asing dan nasional tak lepas dari pengaruh dahsyat krisis ekonomi global. 

Agar rakyat lebih tenang, pemerintah menyiapkan kartu sehat, kartu pintar, dan sejumlah program kesejahteraan lain. Kegaduhan politik rasanya juga akan datang pergi, apalagi pilkada serentak akan segera diselenggarakan. Seperti halnya penanganan krisis ekonomi dan/atau moneter tahun 1998, krisis perbankan tahun 2008/2009, dan krisis global yang masih menggerus banyak kawasan saat ini, pemerintah dihadapi pilihan-pilihan untuk melakukan kebijakan yang drastis dan sering tidak popular, misalnya melakukan bail-out terhadap dunia perbankan, penghentian atau pengurangan proyek-proyek besar yang menguras APBN, dan pemberian stimulus kepada dunia usaha. Padahal bail-out, penghentian atau pengurangan proyek besar atau pemberian stimulus rentan mengundang masalah lebih besar lagi di masa datang, baik secara hukum, sosial, maupun ekonomi, apalagi kalau dipolitisasi.

Hitungan dan cara pandang para ekonom atau pengambil kebijakan ekonomi, juris, maupun politisi memang seringkali sangat berbeda. Para ekonom percaya bahwa kebijakan bail-out dan pemberian stimulus serta kebijakan lain-lain itu perlu. Bahkan kalau perlu dilakukan pemotongan hutang agar ekonomi tetap tumbuh dan berjalan. Para politisi melihatnya sebagai kebijakan yang merugikan negara, apalagi kalau meninjaunya dari jangka waktu yang berbeda. Para juris yang memakai kaca-mata kuda, melihatnya dari hitam putihnya pasal-pasal. Apa yang dianggap krisis tahun 2008 mungkin tidak dianggap krisis kalau kita mengkajinya pada tahun 2012 yang sudah baik-baik saja. Mereka yang tidak memahami kebijakan penyelamatan ekonomi 1998 dan 2008, menganggap bahwa tindakan itu skandal dan bahkan kriminal. Masalah yang timbul dan masih bisa timbul karena cara pandang seperti itu menguras energi bangsa, tidak  produktif dan suatu kesia-siaan yang merugikan bangsa.

Dalam situasi krisis seperti sekarang ini, untuk penanganan krisis ekonomi diperlukan aturan yang lebih tegas sehingga kebijakan yang diambil dengan iktikad baik tidak bisa dikriminalisasi di kemudian hari. Undang-undang mengenai Jaring Pengaman Sistem Keuangan dan peraturan-peraturan terkait serta sikap pandang yang sejalan untuk semua pemangku kepentingan  karenanya menjadi sangat relevan. Otoritas keuangan, politisi dan juris harus duduk bersama untuk mencari titik temu, dan merumuskannya menjadi kebijakan ke depan untuk menghadapi krisis yang setiap kurun waktu tertentu akan selalu datang. Di sini KPK bisa berperan besar untuk memberikan bimbingan tentang mana yang masih dianggap kebijakan ekonomi yang diperlukan, dan mana yang dianggap sudah memasuki ranah pelanggaran aturan sebagai tindak pidana korupsi. Perlu dipikirkan juga kiranya batasan-batasan benturan kepentingan, etika dan moral dalam penentuan kebijakan ekonomi, sehingga jelas bahwa kebijakan ekonomi dimaksud memang ditujukan semata untuk kepentingan penyelamatan ekonomi negara dan kepentingan masyarakat luas.     

Dengan melihat situasi di atas, prioritas KPK dengan pimpinan baru nanti rasanya juga akan terbawa arus ke beberapa fokus sebagai berikut:
  1. Dalam upaya pencegahan korupsi, KPK perlu menjadi pendorong dan pemrakarsa dibuatnya aturan-aturan yang jelas terkait dengan penyelamatan ekonomi dan pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas pemerintah sekarang, karena aturan yang tidak jelas, tumpang tindih dan multi-tafsir hanya akan menimbulkan bibit korupsi atau kegaduhan publik yang tidak produktif buat kita semua. Sudah banyak studi dibuat, sudah banyak draft aturan dibuat dan dibahas, sudah banyak kebutuhan ke depan untuk penggunaannya, yang tersisa hanya urusan politik dan keberanian untuk mengambil keputusan saja;

  2. Prioritas KPK memang juga termasuk pemberantasan korupsi yang sifatnya sistemik, tidak peduli besar atau kecil, misalnya korupsi yang terkait dengan penyusunan dan pelaksanaan APBN dan APBD, korupsi yang melibatkan anggota parlemen dalam proses persetujuan anggaran, serta suap dan gratifikasi; prioritas lain adalah korupsi dari kalangan penegak hukum, yang akhir-akhir ini menimbulkan kegaduhan karena cara pengelolaan yang hiruk pikuk dan tidak tepat waktu atau sasaran. Selain prioritas seperti itu yang harus ditangani lebih sensitif dan cerdik- politik, adalah bahwa KPK perlu mempunyai prioritas baru dengan menyasar korupsi yang terkait dengan upaya menggalakkan pembangunan infrastruktur besar. Kenapa? Utamanya karena: (i) proyek–proyek ini akan menghabiskan begitu banyak anggaran negara, dan dalam prosesnya banyak mengundang celah yang bisa digunakan untuk korupsi; (ii) praktik lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah selama ini sangat rawan intervensi kekuasaan dan pengaruh main uang, walaupun pemerintah mengaku aturannya sudah dibuat sangat ketat, dan (iii) para penyelenggara lelang seringkali awam atau ketinggalan pengetahuan teknologi sehingga kemampuan untuk menyeleksi teknologi atau aspek teknis yang akan digunakan dalam proyek tersebut menjadi rendah, yang bisa berakibat pilihan yang dibuat bisa merugikan proyek, masyarakat sebagai pengguna dan pastinya keuangan dan uang negara. Jadi aturan yang ketat, kebal dari pengaruh politik dan uang serta paham teknologi menjadi penting bagi negara dalam menyelenggarakan lelang umum. Pemahaman yang sama juga harus dimiliki oleh KPK, termasuk pemahaman tentang urgensi proyek untuk kepentingan umum, dimensi waktu, dan niat yang dikandung oleh para pembuat keputusan pada waktu keputusan dibuat. Pemahaman secara baik mengenai “iktikad baik”, “mens rea” dan “good governance” dalam kaitannya dengan perekonomian negara, keuangan negara dan urgensi penyelamatan keuangan negara jadi sangat diperlukan. KPK juga harus bisa lebih membedakan mana sengketa yang timbul dari hubungan perdata dan mana yang karena niat jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, yang selama ini gagal dipahami dan bahkan diabaikan oleh penegak hukum lainnya.

  3. Terkait dengan proyek-proyek besar yang melibatkan banyak pihak, baik pemerintah maupun swasta, KPK perlu memotret lebih cermat audit yang dilakukan oleh BPK atau BPKP atau auditor independen mengenai kelayakan proyek, penunjukan pihak-pihak yang berpartisipasi, mutu barang dan jasa yang diserahkan untuk kepentingan proyek, manajemen dan alur uang dalam pelaksanaan proyek, sistem dan pelaksanaan pengawasan proyek, pilihan dan persyaratan perbankan yang terlibat dalam proyek, dan lain-lain. Ini bukan tugas mudah, karena penyelidik dan penyidik KPK perlu pengetahuan yang cukup untuk memahami seluk beluk proyek apalagi yang kadar teknisnya tinggi. Pimpinan KPK yang baru perlu memberi arahan yang tepat proyek apa saja yang perlu pemotretan lebih cermat tersebut sehingga tidak memberi kesan tebang pilih atau mendapat tekanan politik.

  4. Dengan akan dilakukannya pilkada serentak, pencegahan dan penindakan money politics menjadi prioritas KPK yang lainnya. Kita melihat begitu banyak uang beredar, dalam proses politik itu, tetapi yang dilaporkan dan diaudit sebagaimana diharuskan oleh peraturan perundangan sangat tidak sepadan dengan hingar bingar yang membutuhkan mega biaya itu.

Untuk mencapai efektivitas yang tinggi untuk melaksanakan prioritas tersebut KPK dengan pimpinan baru memerlukan soliditas internal yang tinggi, pembangunan kemampuan internal, dan keberanian untuk tidak pandang bulu, serta selalu menggalang dukungan publik yang terbukti banyak membantu KPK di masa-masa sulit menghadapi tekanan politik dan kekuasaan.

Masa depan Indonesia sangat tergantung pada KPK dengan pimpinan baru, kita sebagai publik yang sadar akan proyeksi masa depan Indonesia hanya bisa berharap dan mendukung, dalam kapasitas apapun, dan dimanapun kita berada. Kegagalan KPK akan menjadi kegagalan negara, dan kegagalan kita semua.

September 2015
Tags: