Ini Solusi Atasi ‘Bentrokan’ Ojek Pangkalan vs Ojek Online
Berita

Ini Solusi Atasi ‘Bentrokan’ Ojek Pangkalan vs Ojek Online

Cara pemerintah menyikapi menjamurnya minimarket modern dapat dicontoh.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Go-Jek dan Grabbike, dua contoh fenomena transportasi berbasis aplikasi. Foto: RES
Go-Jek dan Grabbike, dua contoh fenomena transportasi berbasis aplikasi. Foto: RES
Kemunculan ojek berbasis aplikasi atau ojek online di satu sisi disambut positif oleh kalangan konsumen. Di sisi lain, kehadiran ojek online juga memunculkan masalah. Sebagian pengemudi ojek konvensional merasa terganggu karena ojek online dianggap merebut lahan nafkah mereka. Akibatnya, muncul beberapa kasus bentrokan antara ojek konvensional versus ojek online.

Terkait kondisi ini, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Ellen Tangkudung mengatakan perkembangan teknologi jelas tak bisa dihindari. Namun, jika kemajuan teknologi ini memunculkan masalah, maka pemerintah seharusnya segera bertindak. Pemerintah, kata Ellen, harus mencari cara bagaimana agar ojek konvensional tidak ‘bentrok’ dengan ojek online.

“Pemerintah itu tak bisa diam saja. Mereka harus buka suara,” ujarnya dalam acara diskusi “Menelaah Aspek Hukum, Sosial, dan Ekonomi Fenomena Gojek: Modernisasi vs Tradisi” di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Kamis lalu (17/9).

Senada, Ditha Wiradiputra, Dosen Hukum Persaingan Usaha FHUI, mengatakan pemerintah tak bisa tinggal diam dengan adanya fenomena ini. Sebagai opsi solusi, Ditha menyebut contoh cara pemerintah mengatasi dampak menjamurnya minimarket-minimarket modern yang sempat dituding mematikan pasar tradisional.

Saat itu, papar Ditha, ketika awal minimarket menjamur, banyak masyarakat yang mengajukan keberatan ke pemerintah. Pemerintah akhirnya menanggapi keberatan itu dengan memberikan syarat-syarat kepada pelaku usaha yang ingin membuka minimarket agar mendapatkan izin usaha.

“Mereka itu kalau mau bangun minimarket ada ketentuan contohnya berjarak berapa meter dari warung, dan sebagainya. Nah ini juga yang harus dipikirkan oleh pemerintah terkait fenomena ojek pangkalan versus ojek online. Nggak bisa pemerintah itu diam aja dan membiarkan masyarakat menyelesaikannya sendiri,” sebut Ditha.

Selain bentrokan dengan ojek konvensional, permasalahan lainnya adalah ojek online hingga saat ini belum memiliki payung hukum. Sedari awal, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memang tidak mengakui ojek sebagai angkutan umum, ungkap Ellen.

Dosen Fakultas Teknik Universitas Indonesia ini menjelaskan pertimbangan ojek tidak masuk dalam kategori angkutan umum karena kendaraan roda dua (motor) memiliki potensi bahaya yang cukup tinggi. Ellen menyebutkan 70 sampai 80 persen kecelakaan di jalan terjadi pada motor.

Padahal, lanjutnya, saat masuk kategori angkutan umum maka pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan pembinaan kepada angkutan umum, dan juga ada asuransi-asuransi yang harus ditanggung dalam kecelakaan yang terjadi pada angkutan umum.

“Itulah kira-kira penyebabnya kenapa tidak termasuk angkutan umum berbayar ya. Kalau memang ojek ini maunya sebagai angkutan pribadi tidak apa-apa, karena pemerintah tidak memberikan pembinaan,” ujar Ellen.

Namun jika melihat fakta yang terjadi di lapangan saat ini, pengaturan tersebut memang diperlukan. Mengapa? Karena dalam kenyataannya pertumbuhan ojek ini semakin banyak dan tidak terkendali.

Lebih dari sekadar melindungi tukang ojek pangkalan, menurut Ellen, aturan juga diperlukan untuk melindungi angkutan umum lain yang dibebankan kewajiban membayar pajak. Fenomena ojek online initak hanya melemahkan ojek pangkalan, ucap Ellen. Angkutan umum lainnya seperti angkot dan taksi pun semakin sepi bahkan tak berpenumpang.

“Dengan alasan lebih murah dan mungkin juga lebih nyaman dari angkot, masyarakat beralih ke ojek sebagai solusi transportasi yang dirasa cukup untuknya,” kata Ellen.

“Ojek ini memang satu solusi transportasi ya bagi masyarakat. Nah sementara pemerintah bisa menyiapkan sarana transportasi yang memadai, ojek-ojek ini dapat dijadikan sebagai transportasi bridging, transportasi antara. Ya sambil kita menunggu transportasi yang memadai tersebut,” pungkas Ellen.
Tags:

Berita Terkait