Inilah Tantangan-Tantangan Terkini Aparatur Sipil Negara
Berita

Inilah Tantangan-Tantangan Terkini Aparatur Sipil Negara

Banyak pejabat yang tidak paham hakekat kewenangan administrasi dan implikasi hukumnya.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Inilah Tantangan-Tantangan Terkini Aparatur Sipil Negara
Hukumonline
Tantangan-tangan terkini yang dihadapi pegawai aparatur sipil negara mengemuka dalam Unima International and IAPA Annual Conference Indonesia yang berlangsung 27-29 September 2015 di Universitas Negeri Manado, Sulawesi Utara. Aparatur sipil negara (ASN) adalah sebutan profesi bagi pegawai sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.

Presiden Indonesia Association for Public Administration (IAPA), Eko Prasojo, mengemukakan setidaknya ada dua tantangan yang kini dihadapi aparatur sipil negara, yaitu politisasi ASN dan kriminalisasi ASN. Politisasi ASN terutama terjadi pada saat pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Bahkan tidak tertutup kemungkinan terjadi saat pemilihan kepala desa yang sudah diatur lewat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam kasus politisasi ASN, pegawai diseret-seret untuk memihak salah satu kandidat tertentu. Kandidat petahana dalam pilkada berpeluang ‘memanfaatkan’ pegawai ASN untuk kemenangannya.

Tantangan kedua adalah kriminalisasi ASN. Perkara-perkara tindak pidana korupsi yang dibawa ke Pengadilan Tipikor menjerat banyak penyelenggara negara atau pegawai ASN. Sebagian terseret perkara hukum lantaran kelalaian dalam penanganan masalah administrasi. Para kepala daerah sudah sering mengeluhkan langkah penegak hukum yang memproses mereka melalui pendekatan pidana korupsi padahal –menurut para kepala daerah—mereka hanya tidak tertib administrasi. Pemerintah ‘menyambut’ kegelisahan para penyelenggara itu dengan rencana menerbitkan PP Sanksi Administrasi.

Pasal 106 ayat (1) dan (3) UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara mengharuskan pemerintah memberikan bantuan hukum kepada pegawai ASN di depan pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya.

Eko Prasojo menjelaskan membawa persoalan maladministrasi ke ranah pidana tak hanya disebabkan multitafsir perundang-undangan, tetapi juga ketidakmampuan aparat membedakan kompetensi pidana dan kompetensi administrasi. “Seringkali kita tidak bisa membedakan apa itu perbuatan melawan hukum dan apa itu penyalahgunaan wewenang,” ujarnya dalam ceramah di depan aparat pemerintah kota Tomohon.

Masalahnya, tak sedikit pula penyelenggara negara yang tidak paham mana tugas yang implikasinya adalah tanggung jawab pribadi, dan mana yang tanggung jawab jabatan. Ada saja pejabat yang membawa-bawa jabatan untuk kepentingan pribadi. Demikian pula pemahaman penyelenggara negara terhadap konsep-konsep hukum (keputusan) administrasi seperti batal (nietig), batal demi hukum (nietig van rechtswege), dan dapat dibatalkan (vernietigbaar). Pembatalan konsep pertama dan kedua bersifat ex-tunc, sedangkan pembatalan konsep ketiga bersifat ex-nunc.

Menurut Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia itu, IAPA sebagai organisasi kumpulan para ilmuan adminsitrasi publik punya tanggung jawab besar untuk mencari solusi atas tantangan dan persoalan-persoalan terkini yang dihadapi pegawai ASN. Apalagi dalam prakteknya masih banyak tantangan lain yang harus dihadapi akibat perkembangan keadaan. “Masih banyak persoalan yang harus dihadapi, seperti inovasi dan daya saing,” sambungnya.

Sekjen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Anwar Sanusi, menyebut tantangan lain berupa pendampingan pemerintah desa. UU No. 6 Tahun 2014 memberikan kemandirian dan kewenangan lebih kepada desa untuk mengatur dirinya antara lain melalui Peraturan Desa (Perdes).

Pada saat yang bersamaan, desa akan mendapatkan kucuran dana bertahan hingga 1,4 miliar. Bagaimanapun, dana ini harus bisa dikelola pemerintah desa dengan baik agar mereka tidak tersandung persoalan hukum kelak. Kementerian Desa dan IAPA berkomitmen untuk memberikan pendampingan kepada aparat pemerintah desa, baik dalam pengelolaan dana desa dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) maupun dalam peningkatan kesejahteraan desa. “Kita masih kekurangan tenaga pendamping,” ujar Anwar Sanusi.

Dalam acara 2015 ini dipresentasikan sekitar 50 makalah dari sejumlah wakil perguruan tinggi. Sebagian besar makalah yang disampaikan juga menyinggung tantangan yang dihadapi pemerintah, khususnya pemerintah lokal. Inovasi adalah salah satu kunci bagi daerah jika tidak ingin tergilas perkembangan. Tetapi komitmen dan ketaatan pada peraturan perundang-undangan adalah aspek lain yang tak kalah penting.
Tags:

Berita Terkait